Pengadilan Hong Kong Tetapkan Larangan Pemakaian Topeng
21 Desember 2020
Pengadilan tertingi Hong Kong pada Senin (21/12) memutuskan larangan pemakaian topeng di acara publik atau pertemuan massa. Kepala Eksekutif Hong Kong juga memiliki hak untuk memberlakukan undang-undang darurat apapun.
Iklan
Pengadilan Tinggi Hong Kong pada Senin (21/12) memutuskan bahwa pemerintah kota memiliki hak untuk menggunakan undang-undang darurat era kolonial untuk melarang pemakaian topeng di semua kegiatan publik dan pertemuan saat terjadinya protes di sepanjang tahun 2019.
"Cakupan kekuasaan untuk membuat undang-undang tambahan di bawah ERO (ordonansi peraturan darurat) dalam situasi darurat atau dalam situasi bahaya publik, meskipun luas dan fleksibel, bukanlah inkonstitusional," hakim memutuskan.
Pelarangan penggunan topeng wajah pada demonstrasi ilegal dan legal adalah proporsional karena ditujukan pada "pencegahan dan menghindari kekerasan sebelum aksi publik yang damai berubah menjadi kekerasan."
Selama protes anti-pemerintah tersebut, banyak demonstran yang memakai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka dari pihak berwenang dan untuk melindungi diri dari tembakan gas air mata.
Putusan itu jadi pukulan bagi para demonstran pro-demokrasi yang berharap pengadilan tinggi membatalkan larangan tersebut. Sebelumnya pada bulan April, di tingkat pengadilan yang lebih rendah, diputuskan pemerintah kota memiliki hak untuk memberlakukan langkah-langkah darurat tetapi pelarangan penggunaan topeng disebut tidak konstitusional.
Namun kini, hakim pengadilan tinggi dengan suara bulat mendukung pemerintah.
Pengadilan Tinggi: Pemberlakuan larangan tidak perlu persetujuan badan legsilatif
Lebih lanjut Pengadilan Tinggi Hong Kong juga memutuskan bahwa Kepala Eksekutif Hong Kong - yang pro Beijing - memiliki hak untuk memberlakukan undang-undang darurat apapun tanpa perlu mendapat persetujuan dari badan legislatif Hong Kong.
Hari-hari Penuh Kekerasan di Hong Kong
Selama setengah tahun, para mahasiswa di Hong Kong berdemonstrasi menuntut kebebasan dan demokrasi. Protes pun semakin radikal. Terakhir, pecah bentrokan di Universitas Politeknik Hong Kong.
Foto: Reuters/T. Siu
Protes di Kampus Politeknik
Inilah kampus Universitas Politeknik. Para demonstran dipukul mundur di sini dan terlibat dalam bentrokan dengan polisi selama lebih dari 24 jam. Di kampus, ratusan orang berbekal senjata alat pembakar dan senjata rakitan sendiri. Untuk menangkal polisi, mereka menyalakan api besar-besar.
Foto: Getty Images/AFP/Ye Aung Thu
Diringkus dan ditangkap
Aktivis melaporkan bahwa polisi mencoba menyerbu gedung universitas. Karena gagal, aparat pun menciduk para demonstran di sekitaran universitas. Mahasiswa yang ingin meninggalkan kampus ditangkap. Polisi mengatakan mereka menembakkan amunisi di dekat universitas pada pagi hari, tetapi tidak ada yang tertembak.
Foto: Reuters/T. Siu
Gagal melarikan diri
Di luar kampus, polisi bersiaga dengan meriam air. Asosiasi mahasiswa melaporkan bahwa sekitar 100 mahasiswa mencoba meninggalkan gedung universitas. Namun mereka terpaksa kembali ke dalam gedung kampus ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Foto: Reuters/T. Peter
Lokasi strategis penting
Universitas Politeknik menjadi penting dan strategis bagi para demonstran karena terletak di pintu masuk terowongan yang menghubungkan daerah itu dengan pulau Hong Kong. Dalam beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa telah mendirikan barikade di luar terowongan untuk memblokir pasukan polisi. Ini adalah bagian dari taktik baru untuk melumpuhkan kota dan meningkatkan tekanan pada pemerintah.
Foto: Reuters/T. Peter
Apa tuntutannya?
Protes di Wilayah Administratif Khusus ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan. Tuntutan para demonstran antara lain yaitu pemilihan umum yang bebas dan penyelidikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Perwakilan pemerintahan Beijing di Hong Kong belum menanggapi kedua tuntutan ini.
Foto: Reuters/T. Peter
Peningkatan kekerasan
Protes yang awalnya damai kini berubah menjadi penuh kekerasan. Polisi menindak tegas dan mengancam akan menggunakan amunisi tajam. Aktivis Hong Kong berbicara tentang adanya 4.000 penangkapan sejak protes dimulai. Para demonstran sendiri melawan dengan melempari batu, melemparkan bom Molotov dan menggunakan busur serta anak panah.
Foto: Reuters/T. Siu
Busur dan anak panah untuk melawan
Seorang polisi terluka pada hari Minggu (17/11) akibat tusukan anak panah di kakinya. Aktivis terkenal Hong Kong, Joshua Wong, membenarkan kekerasan yang dilakukan para demonstran. "Dengan protes yang damai, kami tidak akan mencapai tujuan kami. Dengan kekerasan saja juga tidak mungkin, kami membutuhkan keduanya," kata Wong kepada media Jerman, Süddeutsche Zeitung.
Foto: picture-alliance/dpa/Hong Kong Police Dept.
Sembunyikan identitas
Pemerintah Hong Kong telah melarang pemakaian topeng. Banyak demonstran memakai masker gas untuk perlindungan terhadap serangan gas air mata. Yang lain mengikat kain di depan wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Mereka takut penangkapan dan konsekuensinya jika mereka sampai dikenali.
Foto: Reuters/T. Siu
Khawatir militer turun tangan
Eskalasi kekerasan juga makin berlanjut. Kehadiran beberapa tentara Cina pada hari Sabtu (16/11) di Hong Kong menyebabkan kekhawatiran. Para tentara ini diturunkan untuk membantu membersihkan serakan batu. Di antara para demonstran, muncul kekhawatiran besar bahwa Cina bisa saja menggunakan militernya untuk mengakhiri protes di Hong Kong. (ae/pkp)
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Ng Han Guan
9 foto1 | 9
Sebelumnya, anggota parlemen oposisi dan aktivis pro demokrasi di wilayah bekas koloni Inggris ini mengajukan uji materi terhadap undang-undang tersebut pada tahun lalu. Mereka menilai aturan itu melanggar "Hukum Dasar" Hong Kong.
Joshua Wong (24) salah satu aktivis pro demokrasi Hong Kong yang paling terkemuka, ditangkap karena diduga melanggar undang-undang tersebut. Ia bersama dua rekannya, Agnes Chow dan Ivan Lamdivonis, divonis bersalah karena diduga terlibat dalam "pertemuan ilegal" selama aksi protes tahun lalu.
Penggunaan masker sendiri telah jadi hal yang umum bagi masyaraat Hong Kong. Keputusan ini muncul pada saat masyarakat Hong Kong diperintahkan untuk selalu mengenakan masker sebagai upaya menahan laju penyebaran virus corona.