Pengadilan Jerman: Anak ISIS dan Ibunya Harus Dibawa Pulang
12 Juli 2019
Tiga anak ISIS dari Jerman beserta ibunya harus dijemput dari kamp pengungsi Suriah dan dibawa kembali ke Jerman. Demikian keputusan PTUN Jerman yang ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri di Berlin.
Iklan
Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin mengatakan Kamis malam (11/7), pihaknya sedang "memeriksa" putusan Pengadilan Tata Usaha Berlin yang memerintahkan bahwa tiga anak ISIS dan ibu mereka, yang berasal dari Jerman, harus dijemput dari sebuah kamp pengungsi Suriah dan dibawa kembali ke Jerman.
Inilah untuk pertama kalinya pengadilan Jerman memutuskan bahwa perlindungan konsuler bagi warga negara yang termaktum dalam Konstitusi Jerman Grundgesetz, juga berlaku bagi keluarga Jerman yang anggota-anggotanya meninggalkan negara Jerman untuk mendukung kelompok teror ISIS.
Seorang jurubicara pengadilan di Berlin mengatakan, putusan cepat yang dikeluarkan hari Kamis oleh pengadilan tata usaha masih mungkin dimohonkan banding. Karena orang-orang yang akan dipulangkan, masih harus diklarifikasi identitas resminya.
Otoritas keamanan di Jerman beberapa kali mengungkapkan kekhawatiran, bahwa pemulangan orang-orang telah diradikalisasi ISIS dapat menimbulkan risiko keamanan.
Ratusan anak Jerman
Media-media Jerman sebelumnya memberitakan, Kementerian Luar Negeri di Berlin tidak melihat institusinya berkewajiban membawa kembali ibu dan anak-anak warga Jerman yang ditahan di Al Hol, kamp terpencil di wilayah Suriah dekat perbatasan ke Irak.
Pengadilan Tata Usaha Negara di Berlin memutuskan bahwa ketiga anak itu, yang dilaporkan berusia 2, 7 dan 8 tahun, punya hak atas perlindungan konsuler Jerman untuk diselamatkan dari kondisi "berbahaya" di kamp pengungsi itu.
Di antara ribuan penghuni kamp pengungsi tersebut, diperkirakan ada puluhan pria anggota militan ISIS yang berasal dari Jerman, beserta istri mereka dan ratusan anak berkebangsaan Jerman.
Pengacara Dirk Schoenian, yang mewakili kerabat yang menuntut agar anak-anak itu dipulangkan, mengatakan putusan ipengadilan tu menunjukkan bahwa Kementerian Luar Negeri tidak bisa mengelak untuk memberikan perlindungan konsuler, sekalipun tidak setuju dengan pola pikir orang-orang yang harus mereka lindungi.
"Ini adalah keputusan mendasar, di mana Kementerian Luar Negeri jelas tidak dapat menghindari tanggung jawab politik dan tanggung jawab hukum," kata Dirk Schoenian.
Ribuan perempuan dan anak-anak ISIS di Al Hol
Menurut catatan Palang Merah Internasional, pada bulan Mei 2019 ada sekitar 76 ribu orang yang tinggal di Al-Hol, setelah pasukan Kurdi menduduki sisa-sisa terakhir kawasan yang dulu dikuasai kelompok teroris ISIS. Tiga bulan sebelumnya, di bawah pengawasan ISIS, hanya ada 10 ribu orang di Al Hol.
Kantor berita AFP awal Juni melaporkan, di sebuah bagian terpisah di kamp itu, ada sekitar 12 ribu perempuan asing dan anak-anak ISIS.
Negara-negara Eropa lain, seperti Prancis dan Inggris, hingga kini tetap menolak untuk membawa pulang warganya dari Al Hol. Pada awal Juni, Norwegia dilaporkan menjemput lima anak yang ayahnya telah tewasl dan ibunya dinyatakan hilang.
Penyesalan Para WNI Simpatisan ISIS
Mereka terbuai kemakmuran yang dijanjikan Islamic State dan memutuskan pergi ke Suriah. Janji surga tak sesuai kenyataan, mereka pun menyesal.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Tergiur janji manis
Banyak keluarga tergiur dengan janji kekalifatan Islamic State alias ISIS di Suriah dan Irak yang ditawarkan lewat internet. Harapan mendapat pendidikan dan layanan kesehatan gratis, upah tinggi dan jalani keislaman kekhalifahan mendorong gadis Indonesia memboyong keluarganya ke Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Sampai menjual properti
Keluarga Nurshardrina Khairadhania, bahkan sampai menjual rumah, kendaraan dan perhiasan untuk membiayai perjalanan mereka ke Raqqa, Suriah. Sesampainya di sana, kenyataan tak sesuai harapan. Tiap perempuan muda dipaksa menikahi gerilayawan ISIS. Semntara yang pria wajib memanggul senjata dan berperang. Nur dan bibinya masuk dalam daftar calon pengantin yang disiapkan buat para gerilyawan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Beberapa bulan penuh derita
Beberapa bulan setelah menderita di Raqqa, Nur dan keluarganya melarikan diri dengan membayar penyelundup buat keluar dari wilayah ISIS. Neneknya meninggal dunia, pamannya tewas dalam sebuah serangan udara dan beberapa anggota keluarga lainnya dideportasi sejak baru tiba di Turki. Bersama ibu, adik dan sanak saudara yang lainnya Nur berhasil masuk kamp pengungsi Ain Issa, milik militer Kurdi.
Foto: Getty Images/AFP/D. Souleiman
Jalani interogasi
Para WNI pria yang lari dari ISIS pertama-tama diamankan militer Kurdi dan diinterogasi. Setelah perundingan panjang, kini mereka dipulangkan ke Indonesia dan jalani program deradikalisasi yang disiapkan pemerintah. Menyesal! Tinggal kata tersebut yang bisa dilontarkan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Surga atau neraka?
Banyak relawan dari Indonesia yang ingin menjadi jihadis atau pengantin jihadis, untuk mengejar 'surga' yang dijanjikan Islamic State di Suriah atau Irak. Namun menurut mereka yang ditemui adalah 'neraka'
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Nur: IS tidak sesuai kaidah Islam
Dalam wawancara dengan Associated Press, Nur menceritakan perilaku jihadis ISIS tidak sesuai kaidah Islam yang ia pahami. "ISIS melakukan represi, tak ada keadilan dan tak ada perdamaian. Warga sipil harus membayar semua hal, listrik, layanan keseahatan dan lainnya. Sementara jihadis ISIS mendapatkannya secara gratis."
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Proses pemulangan
Banyak kalangan yang tergolong naif atau garis keras atau gabungan keduanya bergabung dengan ISIS, pada akhirnya menyerahkan diri atau ditangkap aparat keamanan. Pejabat Kurdi di Raqqa menyebutkan proses itu interogasi diperkirakan berlangsung hingga enam bulan, sebelum diambil keputusan bagi yang bersangkutan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Malla
Termasuk dari Jerman
Banyak warga negera-negara lain yang juga terbuai janji ISIS. Termasuk dari Jerman. Majalah mingguan Jerman Der Spiegel melaporkan bulan Juli 2017, sejumlah perempuan Jerman yang bergabung dengan ISIS dalam beberapa tahun terakhir, termasuk gadis berusia 16 tahun dari kota kecil Pulsnitz dekat Dresden, menyesal bergabung dengan ISIS. Ed (ap/as/berbagai sumber)