Bahagia rasanya setelah menikah langsung dikaruniai anak. Awalnya saya bingung sekali mencari dokter kandungan, rumah sakit, dll. Prosesnya sangat berbeda dengan di Indonesia. Oleh Agnesia Vera Wijaya.
Iklan
Halo, perkenalkan nama saya Agnesia Vera Wijaya, yang biasa dikenal dengan nama Vea. Saya adalah seorang istri dari Yusuf Gandang Pamuncak sekaligus ibu baru untuk anak perempuan saya yang bernama Kayla Dunia Pamuncak. Sudah satu tahun kami menjalani hidup di Bonn, Jerman. Singkat cerita, berawal dari suami saya Yusuf yang ikut program praktikum di Deutsche Welle hingga melanjutkan studi S2 di Jerman. Kami memang masih baru menjadi pasangan suami istri, 10 hari setelah menikah saya ikut Yusuf ke Jerman.
Rasanya campur aduk seketika itu, meninggalkan orang tuaku di Jakarta karena saya adalah anak sematawayang, tetapi saya percaya akan kekuatan doa, ternyata menjalani hidup di negeri orang seru juga. Banyak hal yang saya pelajari bukan hanya dari segi bahasa, budaya, tata krama, pola dan sudut pandang yang sangat berbeda. Tetapi doa itu benar-benar baik adanya. Ternyata saya sudah mengandung, tak lama kami tinggal 2 minggu disini.
Bahagia sekali rasanya setelah menikah langsung dikaruniai seorang anak. Awalnya saya benar-benar bingung sekali mencari dokter kandungan, rumah sakit, dll. Bagaimana prosesnya, pasti sangat berbeda di Indonesia.
Namun ternyata sangat mudah disini. Di Jerman setiap warga wajib memiliki kartu asuransi sehingga saya hanya memberikan kartu tersebut tanpa mengocek biaya apapun lagi. Setelah membeli testpack, benar saya bergaris dua, langsung saya ke Hausarzt (dokter umum) untuk di cek darah sehingga betul saya dinyatakan hamil. Waktu itu saya ditemani oleh kerabat kerja Yusuf yang bernama Ayu Purwaningsih, karena saat itu suami saya sedang di kantor. Setelah mendapat bukti bahwa saya telah dinyatakan hamil saya langsung mencari Frauenarzt atau Gynaecologist (dokter khusus wanita).
Cara Mendidik Anak Yang Memicu "Keributan" Orangtua di Jerman
Mulai umur berapa seorang anak boleh makan permen? Boleh nonton televisi? Dikirim ke TK manakah sebaiknya? Orang tua harus buat banyak keputusan bagi anak. Hal mana yang paling banyak "diributkan" orang Jerman?
Foto: Sean Gallup/Getty Images
Nama: tradisional atau lain daripada yang lain?
Mencari nama bagi bayi ibaratnya mencari tato yang tepat, tapi untuk orang lain. Bagi orang tua, nama kerap jadi gambaran identitas. Tetapi nantinya anak itu yang akan menanggung keputusan orang tuanya. 2017, Marie dan Maximillian jadi nama favorit bayi yang lahir di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Menyusui di tempat umum
Walaupun tidak semua ibu Jerman menyusui anaknya, itu dilakukan banyak ibu di Jerman. Biasanya warga Jerman lainnya juga tidak keberatan, jika ada ibu yang menyusui anak di tempat umum. Tetapi tidak ada UU yang memberikan para ibu hak spesial untuk melakukannya di tempat umum.
Foto: picture alliance/empics/N. Ansell
Berapa lama menyusui?
Berapa lama seorang ibu menyusui anak, juga jadi tema yang banyak didiskusikan orang Jerman. Ibu yang menyusui anak saat anak sudah berusia tiga tahun jarang terlihat. Banyak ibu berusaha berhenti menyusui, jika mereka kembali bekerja. Kerap sebelum sang anak berusia setahun.
Foto: Colourbox/yarruta
TK yang tepat
Jika ayah dan ibu kembali bekerja, pertanyaan berikutnya muncul. Tempat penitipan (di Jerman disebut Kindertagesstätte atau KITA) mana yang tepat? Banyak orang tua sudah bahagia, jika lokasinya tidak jauh dari rumah.
Foto: picture-alliance/ZB/P. Pleul
Vaksinasi: Ya atau tidak, dan yang mana?
Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) rata-rata pemberian vaksinasi di Jerman 96%. Menurut studi lainnya, jumlahnya tidak sebanyak itu. Faktanya: orang tua di Jerman kerap meributkan masalah vaksinasi. Ada yang menganggapnya tidak penting, ada yang menganggapnya penting, dan ada yang menolak sepenuhnya.
Foto: Sean Gallup/Getty Images
Membiarkan bayi menangis
Orang tua mana yang tidak kenal masalah ini? Bayi kerap terbangun, menangis sepanjang malam, dan orang tua tidak tidur. Di AS, orang menggunakan Metode Ferber yang dijabarkan dalam buku berjudul "Tiap Anak Bisa Belajar Tidur". Di Jerman buku ini laku keras. Disarankan agar bayi dibiarkan menangis hingga tertidur. Sebagian orang puji metode ini, bagi sebagian lagi ini metode penyiksaan.
Foto: CC/Roxeteer
Pendidikan berorientasi pada hubungan erat dan kebutuhan anak
Orang tua yang tidak setuju dengan metode Ferber, mendukung metode yang disebut "Attachment Parenting", dari dokter AS, William Sears. Orientasinya apda kebutuhan bayi. Misalnya: banyak menggendong bayi, dan tidur bersama bayi. Masalah yang dipertikaikan: apakah bayi tidur di tempat tidur orang tua, atau tempat tidur sendiri?
Foto: imago/imagebroker
Popok sekali pakai atau dari kain?
Ini juga masalah yang banyak didiskusikan. Banyak orang tua menggunakan popok kain, yang bisa digunakan berkali-kali. Yang tidak ingin mencuci menggunakan popok sekali pakai. Hanya sedikit anak Jerman yang tidak menggunakan popok sama sekali.
Foto: picture alliance/dpa Themendienst
Bubur buatan sendiri atau beli jadi?
Orang tua yang sangat memperhatikan anak, tentu memasak sendiri bubur bagi anaknya, dan jika mungkin hanya dengan bahan-bahan organik. Mereka juga menggunakan sendok dari bahan yang bisa didaur ulang. Sementara orang yang membeli bubur jadi di supermarket dipandang dengan kritis. Bagi banyak orang tua Jerman, biasanya hanya ada pilihan sepenuhnya makanan buatan sendiri, atau sepenuhnya beli jadi.
Foto: Fotolia/victoria p
Televisi, ponsel dan gadget lain
Untuk anak balita ada apps dan siaran televisi spesial. Banyak anak yang baru berusia satu tahun bisa melihat-lihat foto di ponsel pintar tanpa kesulitan apapun. Sebanyak apakah konsumsi media yang sehat bagi anak, kerap jadi tema diskusi di keluarga-keluarga Jerman. Banyak orang tua menetapkan batas. Tapi banyak juga yang senang, jika anak sibuk dengan mainan elektronik dan tidak mengganggu.
Foto: picture-alliance/dpa
Permen dan manisan lain
Indikasi lain yang jadi petunjuk keseriusan orang tua dalam mendidik anak adalah usia, di mana anak boleh mulai makan permen. Di lain pihak, anak-anak yang sudah lebih besar kerap makan es krim setiap hari di musim panas. Anak kedua biasanya sudah tidak terlalu diberikan peraturan ketat. Karena orang tua sudah sadar, prinsip yang mereka anut tidak berfungsi. Penulis: Elizabeth Grenier (ml/ap)
Foto: picture alliance/Bildagentur-online
11 foto1 | 11
Sepertinya sama dimana-mana ya, pada saat dihadapkan pada situasi untuk memilih dokter, biasanya cocok-cocokan. Anyhow, cari Frauenarzt di Jerman kadang susah-susah gampang, menurut suami saya "Lebih baik semua pakai ‘Termin' alias appointment atau janjian dulu." Kata beberapa teman:"Bisa langsung datang aja, dan tunggu!"
Saya sih setuju sama suami ya, kalau bikin Termin dulu, lebih enak, sudah dikasih tanggalnya, sudah dikasih jamnya juga. Tinggal datang dan paling juga nunggu 20 menitan lah. Kalau tanpa ‘Termin' hmm ya nunggu bisa sampe 2 jam-an. Ini sebenarnya pengalaman saya juga. Sebenarnya sudah ada janji, tapi saya lupa datang pada jam-nya. Ya sudah, terpaksa menunggu lama.
Awal pertama datang, kita akan diminta mengisi formulir. Lalu akan diminta kartu asuransi kita. Sepanjang pengetahuan saya, Jerman adalah negara yang ‘gila' asuransi. Artinya segala hal sepertinya serba diasuransikan.
Kita bakal dapat Muttterpass- kalau diterjemahkan secara literally atau secara kata perkata, artinya adalah Passport Ibu. Mutterpass ini berbentuk buku berisi semua informasi tentang masa kehamilan kita: Berat bedan, Hb, hasil USG, dan semacamnya. Buku ini bisa dipakai sampai dua kali kehamilan. Pada saat Termin dokter, buku ini WAJIB DIBAWA.
Sejujurnya susah sekali mencari Frauenarzt di sini karena mereka memiliki kapasitas penerimaan pasien di tiap tempat. Tetapi saya mendapatkan Frauenarzt dekat tempat kami tinggal dulu, yaitu Frauenarzt Klaus Zindikus, tidak menjadi tuntutan saya untuk mencari dokter yang laki-laki atau yang wanita, karena bagi saya sama saja. Disini juga saya bisa melihat rating dan track record Frauenarzt tersebut baik melalui situs Jameda.de, kita bisa tau bagaimana rate, penilaian tiap dokter di situs tersebut.
Beberapa kali check up semuanya tercatat di Mutterpass yang menjadi gambaran baik dan bagus, tetapi yang saya agak kaget ternyata Frauenarzt tidak menangani proses melahirkan, maka dari itu saya harus mencari rumah sakit yang dapat menjalankan proses melahirkan. Pendaftaran dimulai ketika usia kandungan saya 4 bulan. Kami memang melakukan segala persiapan sedini dan sesiap mungkin karena kami menginginkan rumah sakit yang tempatnya strategis, yaitu di St. Elisabeth Bonn. Akhirnya saya mendapatkan tempat untuk melahirkan malaikat kecil pertama kami di sana.
Sambut Hari Pertama Sekolah Cara Jerman
Ada anak yang takut, ada yang senang luar biasa. Yang jelas, tidak ada yang bisa menghindar dari hari pertama bersekolah. Dan hari tersebut punya ritual tersendiri di Jerman. Sebagian sudah berusia ratusan tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Eisenhuth
Kantong Penuh Hadiah
Yang paling penting bagi semua anak Jerman di hari pertama sekolah adalah "Schultüte" (kantong sekolah). Kantong terbuat dari karton dengan berbagai hiasan ini biasanya diisi dengan berbagai hadiah, baik peralatan sekolah atau juga permen dan coklat. Tradisi ini sudah dimulai awal abad ke-19. Kantong ini biasanya dibuat anak-anak di tahun terakhir mereka di TK.
Foto: imago/Kickner
Awal Fase Baru
Sebagian besar anak di Jerman masuk sekolah dasar pada usia enam tahun. Di kelas 1 dan 2, murid tidak mengenal nilai. Dua tahun pertama masa sekolah merupakan masa penyesuaian dirii bagi para mereka.
Foto: Getty Images/AFP/S.Khan
Ransel Yang Tepat
Hari pertama sekolah marupakan tahap hidup baru bagi anak-anak. Dan mereka pun datang dengan sesuatu yang baru, seperti ransel sekolah. Di Jerman terdapat berbagai jenis ransel khusus bagi anak kecil, sesuai dengan usia atau tinggi badan anak. Ransel sekolah didisain agar buku atau kertas tidak terlipat, serta cukup tempat untuk menyimpan kotak makan, dan tentu saja dengan motif yang menarik.
Foto: picture-alliance/dpa
Bertahan di Sekolah
Sekolah dimulai pukul 8 pagi. Dan banyak anak biasanya tidak sempat atau terlalu malas untuk sarapan pagi di rumah. Sama seperti di Indonesia, selain utnuk bermain, waktu istirahat dimanfaatkan untuk menyantap makanan yang dibawa dari rumah, agar perut bisa bertahan sampai jam sekolah usai.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Gentsch
Hari Yang Perlu Diingat
Hari pertama sekolah, hari yang perlu diabadikan. Dengan Schultüte di tangan, anak-anak berpose di depan kamera, sendiri dan juga dengan orangtua mereka.
Foto: picture-alliance/dpa
Diantar ke Sekolah dengan Berkat
Di banyak tempat di Jerman, hari pertama dimulai dengan kebaktian di gereja, yang juga dihadiri para orangtua murid dan saudara. Berkat khusus diberikan sebagai tanda awal perjalanan pendidikan mereka. Sejumlah sekolah di Jerman juga menawarkan upacara khusus bagi murid beragama Islam. Sampai di sekolah, murid baru disambut dengan berbagai pertunjukkan yang dimainkan kakak kelas mereka.
Foto: picture-alliance/dpa
Mengenal Guru dan Sekolah
Para guru juga tidak ketinggalan tampil dalam pesta penyambutan murida baru. Usai pesta , anak-anak masuk ke kelas. Dan guru kelas menjelaskan kepada mereka tentang sistem dan juga peraturan yang diberlakukan di sekolah
Foto: picture alliance/dpa/P. Steffen
Hari Pertama Belajar
Di hari berikutnya, para murid baru memulai pelajaran pertama. Sekolah dasar di Jerman berjalan selama empat tahun, dari kelas 1 sampai 4. Setelah itu, murid melangkah ke sekolah lanjutan, sesuai dengan nilai akhir yang mereka dapatkan di sekolah dasar.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Eisenhuth
8 foto1 | 8
Tak hanya itu, di Jerman bagi ibu hamil pasca melahirkan juga wajib mencari Hebamme/bidan yang akan datang ke rumah. Ibu bidan akan datang setiap hari selama 2 bulan untuk memberikan pengarahan, penerapan dan tata cara merawat bayi yang baru lahir. Apalagi saya seorang ibu baru yang akan melahirkan di negeri orang, bagi saya semuanya benar-benar buta, tapi alhasil atas dukungan orang tua di Indonesia, suami, teman-teman, para ibu di Bonn, semua dapat di tangani. Saya banyak membaca pengalaman ibu muda yang baru melahirkan seorang anak, banyak bertanya dengan para ibu yang sudah lebih dulu melahirkan seorang anak.
Perlahan tapi pasti, seiring berjalannya waktu sembari menunggu bayi kecil kami yang berjenis kelamin perempuan tiba, saya mengisi waktu luang dengan belajar bahasa Jerman, karena saya percaya bayi sudah bisa belajar dalam kandungan. Saat itu masih musim semi, semuanya cantik dan bagi saya kehamilan pertama ini benar-benar membuat hari-hari saya terasa menyenangkan dan ajaib. Banyak momen magis dan pelajaran yang saya dapatkan. Bahagia sekali pastinya.
Kita tidak pernah tahu sebelumnya kapasitas kita sebagai calon Ibu, hingga ada naluri yang akhirnya datang dengan sendirinya. Hari semakin dekat, semakin bertambah juga jantung saya berdetak lebih kencang. Saya sangat bersyukur mendapat teman-teman yang perhatian dan saya melibatkan mereka dalam segala hal, apalagi teman-teman saya sudah lebih lama tinggal di Bonn. Saya dibuatkan acara Baby Shower, 1 bulan sebelum malaikat kecil kami lahir ke dunia. Rasanya bahagia sekali dan tak terbayangkan bagi saya akan mendapatkan gelar baru menjadi seorang ibu.
Tiba saatnya saya mulai kontraksi, perjalanan panjang dimulai ketika orang tua saya datang ke Bonn H-1 sebelum saya kontraksi. Ini udah bukaan 9, udah ngeden sekuat-kuatnya. Bayinya kenapa tidak mau keluar-keluar? Ketubannya juga belum pecah. Bidannya bilang, selaput ketubannya kuat. Kalau belum pecah sulit keluar. Kalau belum pecah juga nanti dibantu dipecahkan. Begitu katanya. Saya usaha terus pokoknya biar ketubannya pecah. Akhirnya pecah juga. Sudah pecah, bayinya tetap tidak mau nongol. Hanya ujung kepalanya yang terlihat. Bidan tetap menyemangati agar lebih kuat lagi mendorong. Tapi kayaknya saya sudah kekurangan tenaga, akibat bergadang dan sarapan hanya 2 sendok makan. Padahal harusnya saya istirahat dan cukup makan biar bertenaga. Saya pikir melahirkan itu tidak butuh tenaga yang luar biasa. Secara saya ini biasanya cukup kuat ga makan seharian.
Bagaimana Anak Kecil Belajar Baca
Di Jerman biasanya anak-anak baru mulai belajar membaca di sekolah dasar. Bagaimana dengan negara lain? Bagaimana anak-anak belajar membaca dan menulis?
Foto: picture-alliance/Joker
Cina: Lebih Cepat Lebih Baik
Sejak dini latihan. Sejak usia tiga tahun anak-anak di Cina belajar menulis huruf-huruf pertama. Ketika berusia enam tahun, mereka mulai menulis kalimat. Hingga kelas lima mereka harus sudah menguasai 10.000 huruf. Itu butuh kerajinan, karena huruf tidak mengikuti urutan tertentu, jadi harus dihafal.
Foto: picture-alliance/dpa
Jepang: Belajar Menulis Hingga Akhir Sekolah
Bagi murid-murid Jepang belajar menulis tidak berhenti di kelas satu. Hingga kelas sembilan dalam kurikulum tertera berapa huruf yang harus dipelajari setiap tahun. Untuk bisa menulis kata-kata dasar, murid-murid harus menguasai cara penulisan 2.100 huruf. Harus berlatih secara teratur, jika tidak satu huruf bisa cepat terlupakan.
Foto: picture-alliance/dpa
Mesir: Sebuah Bahasa "Baru"
Anak-anak yang baru belajar menulis tidak bisa menulis seperti ini, karena mereka ibaratnya belajar bahasa baru. Dialek yang digunakan sehari-hari sangat berbeda dari bahasa Arab tinggi, yang digunakan untuk menulis. Akibatnya kualitas pelajaran rendah. Banyak anak tidak benar-benar belajar membaca dan menulis.
Foto: Fotolia/Ivan Montero
Marokko: Bukan Hanya Bahasa Arab
Belum lama berselang, anak-anak Marokko hanya belajar bahasa Arab di sekolah. Sejak 2004 sudah berubah. Di kelas satu, bahasa Berber, Tamazight juga diajarkan. Dengan demikian jumlah warga yang buta huruf di daerah pedesaan, di mana bahasa Berber digunakan, bisa berkurang. Sejak 2011 Tamazight jadi bahasa resmi, yang juga tertanam dalam konstitusi.
Foto: picture alliance/Ronald Wittek
Paraguay: Bahasa Penduduk Asli
Di Amerika Latin, bahasa penduduk asli digalakkan penggunaannya. Di Paraguay anak-anak belajar baik bahasa Spanyol maupun Guaraní. Tapi titik beratnya tetap hanya pada satu bahasa. Dulu menulis indah adalah mata pelajaran tersendiri, sekarang anak-anak hanya perlu bisa menulis dengan huruf cetak.
Foto: Getty Images
Polandia: Mulai dari Nol
Di Polandia, sekolah tidak mulai dengan kelas satu, melainkan kelas nol. Pendidikan sebelum sekolah ini wajib bagi anak-anak. Di tahap itu mereka belajar huruf-huruf pertama lewat permainan. Tetapi belajar serius baru mulai setahun setelahnya. Mereka terutama harus belajar kata-kata yang menggunakan huruf "ó" dan "u", juga "ch" dan "h". Huruf-huruf itu dilafalkan sama, tetapi tulisannya berbeda.
Foto: picture-alliance/PAP
Kanada: Penulisan Tidak Masalah
Bukan bahasa Inggris, melainkan bahasa Eskimo yang menjadi bahasa utama murid kelas satu di Kanada. Di bagian utara, Nunavut bahasa Eskimo adalah bahasa resmi. Menulis dengan benar bukan tantangan besar. Agar keanekaragaman dialek tetap bisa dipertahankan, tidak ada cara penulisan yang seragam. Orang menulis seperti orang melafalkan.
Foto: picture-alliance/Ton Koene
Yunani: Keanekaragaman Vokal
"i" yang mana? Itu sering ditanyakan murid kelas satu di Yunani. Dalam aksara Yunani, ada enam huruf untuk vokal ini. Juga pada "e" dan "o" mereka harus memutuskan di antara dua variasi. Peraturan resmi untuk itu tidak ada, itu hanya bisa dihafal. Jadi dikte kerap ada dalam kurikulum.
Foto: picture-alliance/dpa
Serbia: Satu Bahasa, Dua Tulisan
Bahasa Serbia menggunakan aksara Kiril dan Latin. Jadi anak-anak harus sekaligus berlatih melakukan keduanya. Di kelas satu pertama-tama hanya dipelajari aksara Kiril, di kelas dua aksara Latin. Beberapa tahun setelah itu, murid boleh menentukan sendiri, aksara mana yang akan mereka gunakan.
Foto: DW/D. Gruhonjic
Iran: Bahasa Persia dengan Tulisan Arab
Di Iran yang terdiri dari banyak kelompok etnis, digunakan banyak bahasa. Di sekolah anak-anak belajar bahasa Persia. Meski bahasa ibunya pun Persia, menulispun sulit, karena ditulis dengan tulisan Arab. Pertama-tama mereka berlatih membuat garis-garis, lengkungan dan tanda seperti gerigi, yang menyerupai huruf. Setelah sebulan baru huruf yang benar bisa ditulis.
Foto: FARS
Jerman: Menulis Berdasarkan Pendengaran
20 tahun lalu, metode ini mulai digunakan di sekolah-sekolah Jerman, dan sampai sekarang masih kontroversial. Satu-satunya bantuan adalah sebuah tabel, di mana huruf-huruf dicantumkan di sebelah gambar, misalnya "F" tercantum di sebelah "Fenster" (jendela), "U" untuk "Uhr" (jam). Huruf lainnya ditulis dengan tulisan fonetik, jadi berdasarkan bunyi.
Foto: Fotolia/Woodapple
11 foto1 | 11
Setelah hampir 32 jam betah banget di perut mamanya, dan dirayu supaya mau keluar tanpa pakai induksi, epidural, akhirnya tanggal 24 Juli 2018, hari kedua di rumah sakit, sudah bukaan 8 dan pukul 13.03 pagi, malaikat kecil kami yang kami namakan Kayla Dunia Pamuncak lahir ke dunia dengan normal. Tak menyangka saya dapat memeluk erat langsung dan menciumnya. Para bidan yang menangani proses sayamelahirkan semuanya sangat sabar dan baik sekali.
Dari kamar bersalin, saya langsung dipindah ke kamar pasien. Wah, sudah ada 1 ibu yang baru melahirkan juga. Jadi sekamar ada 2 kasur, 2 ibuu dengan 2 newborn. Waduh itu kalau tengah malam, satu nangis yang lain ikut nangis, sayangnya saya tidak bisa pesen kamar yang privat. Kondisinya memang lagi penuh. Tapi disyukuri saja selama 3 hari di rumah sakit. Enak nya di rumah sakit di jerman ini, kalau melahirkan cukup bawa salin untuk sendiri saja. Kalau untuk bayi, sudah ada semua, mulai darin popok sampai baju ganti.
Sesudah 3 hari di rumah sakit, dokter cek kesehatan ibu dan bayi. Semua sehat, jadi boleh pulang. Yay senangnya saya dapat menghirup udara segar. Plus bawa gembolan penghuni rumah yang baru. Sampai rumah langsung telepon Hebamme, kalau saya sudah melahirkan dan sudah di rumah.
Hebamme itu seperti bidan yang ngecek ibu dan bayi saat tiba di rumah. Sampai umur bayi 2 bulan dia akan pantau dan datang langsung ke rumah. Gratis! Jadi manfaatkanlah semaksimal mungkin. Hebamme ini harus udah dipesan dari jauh-jauh hari. Karena mereka juga punya pasien lain. Kalau penuh, ya tidak terima pasien baru.
Senangnya saya ada Hebamme, ada orang tua yang membantu saya, namun sebenarnya Hebamme bisa menjadi pengganti orang tua kalau tidak bisa datang. Hebamme ini kerjaannya ngecek kondisi ibu, jahitan pasca melahirkan, konsultan laktasi, sampe mijitin saya biar rileks. Selainn itu nimbang bayi, mengukur tinggi bayi, mandiin bayi, gantiin popok, sampai ngurus puput puser. Pokoknya saya terbantu banget sama Hebamme ini. Jangan lupa minta janji ketemu juga sama dokter kandungan untuk cek lebih lanjut. Sembari mengurus akta kelahiran anak kami.
Jerman adalah satu dari sekian negara yang memberikan kucuran dana bagi penduduk yang punya bayi. Istilahnya Elterngeld (uang bagi orang tua) dan Kindergeld (uang bagi anak). Jerman melakukannya demi memompa minat masyarakat untuk memiliki anak dan membuat wanita tak perlu khawatir meninggalkan pekerjaannya demi anak, toh tetap tercukupi secara finansial.
Jadi tepatlah sudah peribahasa "banyak anak banyak rejeki” di negara Jerman ini.
** DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.
TK Islam di Jerman
Sebuah taman kanak-kanak Muslim di Karlsruhe, Jerman berperan dalam proses integrasi budaya. Sejak ada TK Islam, seperti TK Halimah, makin banyak ibu Muslim di Jerman yang kembali bekerja lebih awal setelah melahirkan.
Foto: DW/N. Steudel
Memenuhi kebutuhan orangtua Muslim
Ide mendirikan TK Muslim Halima muncul di tahun 1993 untuk memenuhi kebutuhan orangtua beragama Islam di Jerman.
Foto: DW/N. Steudel
Motivasi utama
Saat itu yang menjadi tujuan adalah mengajarkan anak-anak tentang materi agama seperti berdoa, mengenal budaya Islam atau hari besar penting seperti Idul Adha dan Idul Fitri.
Foto: DW/N. Steudel
Baca buku cerita
Selain pengenalan budaya atau ritual Muslim pada umumnya, di TK ini juga dilakukan kegiatan-kegiatan yang sama dengan TK pada umumnya di Jerman, seperti misalnya membaca buku cerita.
Foto: DW/N. Steudel
Belajar disiplin
Seperti layaknya TK pada umumnya di Jerman, di TK Muslim ini anak-anak juga belajar disiplin, misalnya menggosok gigi sesudah makan. Gelas-gelas diberi nama agar tak tertukar.
Foto: DW/N. Steudel
Wajah pendidik
Berikut wajah salah satu pengajar di taman kanak-kanak Muslim, Mirela Dedajic. Daftar tunggu untuk bisa diterima di TK Muslim sangat panjang. Banyak yang langsung mendaftarkan anaknya setelah baru dilahirkan.
Foto: DW/N. Steudel
Pendidik berbahasa Jerman
Şeyma Bozkurt sudah bekerja di TK Halima sejak awal berdirinya TK Halima. Ia keturunan Turki dan menguasai bahasa Jerman dengan sempurna.
Foto: DW/N. Steudel
Menguasai minimal dua bahasa
Berikut foto kedua pendidik bersama anak-anak TK yang lucu-lucu. Anak-anak lain di TK Halima biasanya menguasai bahasa Arab dan Jerman. TK Halima berikut akan segera dibuka. Anak-anak mulai umur 1 tahun bisa diterima di sana. Para pengelola berharap, dengan demikian akan semakin banyak anak beragama Kristen yang didaftarkan.