1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sepekan PSBB DKI Jakarta, Mengapa Ibu Kota Masih Ramai?

17 April 2020

PSBB DKI Jakarta sudah diberlakukan selama sepekan, namun sejumlah titik di ibu kota masih dipenuhi dengan aktivitas warga. Pengamat menyebut alasannya karena ambiguitas regulasi yang membingungkan publik.

Bildergalerie: Denkmäler mit Corona-Maske
Foto: picture-alliance/A. Putra

Satu minggu sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta, pada Jumat (10/04), masih banyak warga yang melakukan aktivitas maupun yang lalu lalang di jalanan ibu kota. Kebanyakan dari mereka adalah pegawai kantoran yang perusahaannya belum memberlakukan sistem bekerja dari rumah. 

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih tegas mendorong pelaku bisnis di beberapa sektor usaha menutup kantornya dan menaati aturan PSBB. Ia mengatakan selama perusahaan masih beroperasi maka akan tetap ramai warga yang pergi ke luar rumah. 

 "Sepanjang masih buka ya dari hulunya masih mengalir. Tapi kan peraturan gubernur Nomor 33 sebenarnya melarang kantor buka kan selama PSBB nah itu kan ada sanksinya,” ujar Budi. 

Dualisme kebijakan bingungkan publik

Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio mengatakan, "mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang PSBB seharusya sudah tidak ada lagi perkantoran, industri, sekolah dan lain-lain yang masih buka serta memunculkan kerumunan apapun alasannya”.

Dari keterangan tertulis yang diterima DW Indonesia, Agus menyampaikan bahwa hingga Kamis (16/04) lalu lintas di jalanan belum berubah dan di beberapa tempat masih ramai. 

"Penumpang KRL pagi ini dari semua jurusan menurun dibanding kemarin, tetapi masih ramai dan masih berdempetan di dalam KRL Jabodetabek. Pengaturan jarak masih belum efektif,” ujar Agus melalui pernyataan tertulisnya.

Pada Rabu (15/04), penumpang  yang "tap masuk” di gerbang masuk seluruh stasiun yang ada hingga pukul delapan pagi WIB berjumlah 64.649 orang. Sementara, Kamis (16/04) berjumlah 53.284 orang. Agus menyebut ada penurunan, tetapi masih padat untuk implementasi kebijakan PSBB.

Foto: Reuters/Antara Foto/N. Wahyudi

Ia menambahkan munculnya dualisme kebijakan di tingkat Peraturan Menteri telah membingungkan publik dan pelaksana lapangan termasuk pemerintah daerah. Persoalan ambiguitas regulasi itu adalah antara Permenkes No. 9 Tahun 2020 dengan Permenhub No. 33 Tahun 2020. 

"Ambiguitas kebijakan pemerintah bertambah rumit lagi setelah munculnya Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Operasional Pabrik Dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019. Berkat SE Menperin, banyak pabrik atau industri termasuk 200 industri non esensial tetap  beroperasi. Bagaimana PSBB mau berhasil?” jelas Agus melalui rilisnya kepada DW Indonesia.

Menurutnya, sumber kesalahan gagalnya sistem regulasi PSBB berimbas kepada sektor transportasi, khususnya KRL Jabodetabek. "Bagaimana penumpang KRL Jabodetabek akan bisa mengatur jarak jika kepadatan penumpang masih ratusan ribu di peak hour, sebagai akibat sektor lain tidak berhenti beroperasi,” tanya pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen itu. 

Agus juga mempertanyakan, bagaimana pemprov DKI Jakarta bisa menerapkan sanksi untuk menutup industri, jika industri tersebut masih beroperasi karena ada izin dari Menteri Perindustrian. "Jangan salahkan KRL Jabodetabek di sektor hilir jika sektor hulunya masih beroperasi.”

"Jika pemerintah masih terus membuat aturan dan kebijakan pelaksanaan yang ambigu serta saling bertabrakan, disertai dengan begitu banyak pasal pengecualian, PSBB tidak akan berhasil dan menekan jumlah COVID-19,” jelas Agus lewat pernyataan tertulis yang diterima DW Indonesia. 

Dinasker DKI Jakarta tutup sementara perusahaan "bandel”

Hingga Kamis (16/04), Pemprov DKI Jakarta melakukan sidak perusahaan-perusahaan yang tidak mematuhi aturan PSBB dan menutup sementara operasi perusahaan tersebut hingga PSBB berakhir. Perusahaan-perusahaan yang dikenai penutupan sementara adalah yang bergerak di sektor yang tidak dikecualikan dalam aturan PSBB.

Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, pada poin pengecualian pembatasan peliburan, secara umum berlaku bagi kantor atau instansi yang memberi pelayanan terkait, pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik dan kebutuhan dasar lainnya.  

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Dinaskertrans) DKI Jakarta telah menutup sementara sebanyak 23 perusahaan karena tidak mematuhi aturan PSBB. 

pk/as