1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Padam Listrik, Lemahnya Mitigasi Jaringan Listrik Nasional

Rizki Akbar Putra
5 Agustus 2019

Mengingat vitalnya listrik bagi aktivitas masyarakat, Indonesia dinilai tidak bisa hanya mengandalkan satu jenis pembangkit dan satu lokasi sentral. Sumber pembangkit listrik harus dimitigasi.

Indonesien Jakarta großer Stromausfall
Foto: Reuters/F. Nangoy

Pemadaman listrik yang terjadi di wilayah Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Barat pada hari Minggu (04/08) dimulai sekitar pukul 11.48 WIB. Setelah lebih dari enam jam, listrik di sebagian wilayah yang padam akhirnya menyala kembali.

Nyala listrik di wilayah-wilayah terdampak diketahui tidak berlangsung secara serentak. Padamnya aliran listrik disebabkan adanya gangguan pada jalur transmisi Ungaran dan Pemalang 500 kilovolt (KV) di Jawa Tengah.

Akibatnya, pasokan energi dari timur ke barat gagal dialirkan sehingga terjadi gangguan di semua pembangkit listrik di sisi barat Pulau Jawa. Lantas apa dampak kejadian ini terhadap perekonomian di Indonesia? Simak wawancara DW Indonesia dengan pengamat ekonomi dari Institute for Develompent of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati.

Deutsche Welle: Apa saja kerugian yang ditimbulkan dari padamnya listrik di sebagian wilayah Pulau Jawa? Sektor mana saja yang paling terdampak?

Pengamat Ekonomi INDEF, Enny Sri Hartati.Foto: Privat

Enny Sri Hartati: Listrik itu tidak hanya terkait dengan ekonomi. Sekarang hampir seluruh kegiatan masyarakat bergantung pada listrik. Kemarin itu akhirnya tidak hanya dari sisi kebutuhan penerangan dan sebagainya, tetapi juga transportasi dan telekomunikasi. Terutama kalau di Jakarta transportasi tidak hanya commuter line tapi juga MRT. Bayangkan MRT itu di bawah tanah, ternyata tidak ada back up energi, hanya bergantung listrik. Ketika listrik padam bisa dibayangkan. Itu MRT baru satu jalur, bagaimana kalau banyak jalur? Transportasi tidak hanya kereta, termasuk juga lampu lalu lintas. Lampu merah tidak bisa berfungsi karena bergantung listrik. Pengisian bahan bakar juga, hampir semua pom bensin susah untuk melayani karena meterannya pun menggunakan listrik. Yang terdampak langsung yaitu perekonomian masyarayakat di pertokoan. Tidak hanya pusat pertokoan, toko-toko kecil juga tutup karena gelap. Yang paling untung ya penjual lilin, semua orang antre sore-sore cari lilin. Ini memang menujukkan betapa vitalnya energi listrik bagi kehidupan masayarakat.

Apakah hal ini memberikan citra buruk terhadap iklim ekonomi kita?

Ini menunjukkan betapa mudahnya melakukan sabotase ekonomi di Indonesia. Dengan satu jaringan saja bisa melumpuhkan seluruh jaringan yang ada. Itu 'kan satu mitigasi yang lemah dan buruk sekali. Menurut saya bukan hanya masalah kerugian langsungnya tapi stigma atau kepercayaan dan keyakinan. Kita ‘kan ingin menumbuhkan kepercayaan investasi di Indonesia. Jadi kalau orang tahu betapa lemahnya sistem jaringan listrik kita, bagaimana orang mau percaya, mau investasi.

Menurut Anda berapa kerugian yang dialami negara akibat kejadian ini?

Sekarang itu, di era kompetisi ini beberapa industri sudah mengeluhkan daya saing tarif listrik kita, ini boro-boro bicara soal daya saing tarif. Kalau kita melihat dan merunut persoalan misalnya kemarin di dunia tekstil, seluruh sektor tekstil kita kalah saing dengan Vietnam, karena apa? Karena listrik. Tekstil ini melahap energi listrik. Ketika listrik tidak kompetitif ya kalah bersaing, sehingga jangankan kita mengejar itu, sekarang untuk kepastian pasokan kita dikejutkan dengan padam massal kemarin. Saya yakin secara dampak ekonominya tidak mudah dihitung, perkiraan triliunan, tapi itu belum tentu segitu juga karena aktivitas ekonomi hampir semuanya lumpuh.

Bagaimana dengan kompensasi, mengingat aktivitas masyarakat tergangu akibat kejadian ini?

Saya yakin kalau kompensasi masyarakat masih belum top urgent. Top urgent-nya yaitu bagaimana mengantisipasi dan memitigasi agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Karena kalau diberi kompensasi tapi kejadian ini berulang lagi, tetap menimbulkan ketidakpercayaan.

PLN dinilai lambat dalam memulihkan pasokan listrik setelah kejadian kemarin, Anda melihat demikian?

Begitu pentingnya listrik, mestinya untuk berbagai mitigasi risiko sudah harus dipersiapkan dengan sangat-sangat matang. Artinya pertama terhadap sumber pasokan. Kalau sumber pasokan ini ternyata saling terkait dan tergantung pada salah satu pembangkit, ini berisiko tinggi kalau kejadian seperti kemarin. Masih untung itu hari libur, kalau hari kerja seperti apa kejadiannya? Sumber pembangkit ini harus diselesaikan, harus dimitigasi betul. Tidak bisa hanya mengandalkan satu jenis pembangkit dan satu lokasi yang sentral. Kalau sentralnya di Suralaya dan begitu ada persoalan seluruh jaringan bisa padam, tidak hanya satu lokasi tapi kawasan. Dan ternyata kawasannya hampir satu pulau.

Bagaimana ke depan memperbaiki jaringan, ini mesti ada back up, ini sangat vital. Misalnya ada persoalan masih ada back up nya. Seandainya ada pemadaman tidak sepenuhnya, walaupun memang back up ini tidak bisa menjangkau (wilayah) seperti pembangkit utama. Tapi minimal bisa bergilir. Kita baru tersadar betul betapa lemahnya sistem mitigasi jaringan PLN kita.

Apakah bisa dikatakan PLN tidak profesional dalam menjalankan perannya?

Ini ‘kan multi variabel, PLN selama ini menjalankan kewajibannya, yang memberikan kewajiban harus bertanggung jawab. Kalau PLN harus mengurusi seluruh pasokan energi untuk seluruh rakyat ya PLN nya jangan diganggu juga, harus benar-benar profesional tidak diberikan target yang lain. Misalnya seperti kemarin kasus Eni Saragih (kasus PLTU Riau-1) menunjukkan intervensi politik, masuk ke sektor-sektor yang sangat private yaitu sektor energi yang betul-betul sangat vital. Harus dibersihkan karena risikonya terlalu tinggi, tidak hanya berdampak ekonomi tapi terkait kepercayaan dunia usaha, investor, dan investasi di Indonesia.

Apa yang harus dibenahi oleh PLN?

Harus benar-benar dilakukan tidak hanya sekadar audit biasa, artinya revitalisasi untuk PLN harus benar-benar dari fundamentalnya. Tidak hanya sekadar PLN mampu melakukan peningkatan rasio elektrifikasi atau rasio keteraksesan masyarakat terhadap listrik, tapi juga pemerintah harus membuat grand design atau suatu pemetaan bagaimana jaringan listrik yang selama ini digunakan untuk mensuplai itu aman. Kita belum tahu apakah itu terkait gempa bumi atau bagaimana. Tapi kejadian ini bukan yang pertama, kemarin diakui Plt. PLN ini sudah pernah terjadi. Kalau sudah pernah begitu mestinya tidak terulang lagi.

Wawancara dilakukan oleh Rizki Akbar Putra dan telah diedit sesuai konteks.

Dr. Enny Sri Hartati adalah direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) periode 2011 hingga sekarang. Wanita kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, ini pernah menjabat sebagai staf ahli Komisi X DPR RI (2007-2010). INDEF adalah lembaga riset independen dan otonom terkait kajian kebijakan publik, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan.

ae