Perempuan di Nusantara yang pernah memiliki posisi yang tinggi—dengan dominasi dan otonomi seksualnya—direndahkan posisinya, seiring dengan semakin kuatnya dominasi budaya luar. Opini Zaky Yamani.
Iklan
Indonesia, saya pikir, punya masalah yang serius dengan kejahatan seksual. Dalam catatan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2017 saja ada 2.979 kasus kejahatan seksual yang dilaporkan. Jumlah yang sebenarnya bisa jadi lebih tinggi lagi, karena biasanya korban tidak berani melapor. Dengan jumlah kasus yang tercatat di Komnas Perempuan saja, kita bisa menghitung rata-rata setiap hari terjadi 8 kasus kejahatan seksual di Indonesia.
Persoalan ini membuat saya bertanya, apakah sejak dulu lelaki di negeri ini melihat perempuan sebagai objek seksual dan sasaran unjuk kekuasaan?
Di dalam buku-buku kajian sejarah tercatat, perempuan Nusantara pernah memiliki kedudukan yang egaliter bersama kaum lelaki—jika tidak bisa dikatakan pihak dominan—dalam urusan seks. Situasi itu terjadi setidaknya antara abad 13 sampai abad 15 Masehi, seperti terungkap, misalnya, di buku "Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha” karya George Cœdés (pertama terbit pada 1964, edisi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada 2010 dan 2015), juga di buku "Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680” karya Anthony Reid (pertama terbit pada 1988, edisi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia pada 1992, 2011, dan 2014).
Dalam hal kesetaraan hubungan antara perempuan dan laki-laki, Cœdés mengutip catatan seorang penjelajah bernama Odorico dari Pordenone, yang melakukan kunjungan ke wilayah Lamori (Aceh) pada 1321 Masehi, yang menuliskan, "kaum perempuannya berhubungan bebas dengan kaum lelaki”. Dia juga menulis pengamatannya atas penduduk Sumoltra (diduga mengacu pada penduduk suatu daerah di Sumatera, atau mungkin penduduk Kerajaan Samudra-Pasai di Aceh), "yang penduduknya biasanya bertato, termasuk perempuan.”
Analisis mendalam tentang situasi hubungan antara perempuan dan laki-laki, serta kebiasaan seksual di Nusantara pada masa itu, dilakukan Anthony Reid. Dia melihat, di masa itu ada sistem nilai yang mendudukkan kaum perempuan sebagai pihak yang memiliki otonomi dan peran ekonomi yang relatif tinggi. Kaum perempuan Nusantara memiliki fungsi yang tidak hanya domestik tapi juga memiliki fungsi sosial yang mencakup kerja menyemai dan menuai padi, menenun, dan berniaga di pasar.
Makin banyak memiliki anak gadis, makin kaya?
Di atas semua itu, kaum perempuan Nusantara dianggap oleh masyarakatnya memiliki kekuatan magis karena peran reproduktifnya. Faktor itulah, menurut Reid, yang membuat perempuan Asia Tenggara tidak pernah dipertanyakan nilainya, malah sebaliknya masyarakat Asia Tenggara menganut prinsip "semakin banyak seseorang memiliki anak gadis, semakin kayalah dia” seperti yang dicatat seorang penjelajah Portugis pada 1544.
Kepemilikan harta dalam keluarga dibagi antara suami dan istri secara rata. Termasuk dalam hal warisan, di mana semua anak—laki-laki dan perempuan—mempunyai hak yang sama. Dalam hak seksual, perempuan bisa secara otomatis melepaskan diri dari ikatan perkawinan tanpa persetujuan siapa pun, jika suaminya pergi antara sepuluh hari sampai satu tahun.
Nilai-nilai seperti itu bertolak belakang dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat Eropa, Timur Tengah, India, dan Cina. Padahal kita ketahui di masa itu pengaruh Hindu dan Buddha sedang sangat kuat. Fakta itu, menurut saya, menunjukkan adanya pengabaian secara sengaja yang dilakukan masyarakat Nusantara terhadap standar nilai dan aturan agama yang mereka anut dalam hal relasi antara perempuan dan laki-laki.
Otonomi kaum perempuan Asia Tenggara, seperti dicatat Reid, sangat kentara dalam hubungan seksual. Dalam karya-karya sastra saat itu, adalah kewajaran jika perempuan digambarkan leluasa melihat lelaki sebagai objek seksual, tidak selalu sebaliknya.
Mengungkap Sejarah Mainan Seks
Di dunia modern, mainan seks seperti vibrator dianggap punya satu tujuan: membawa kenikmatan. Dahulu, vibrator diciptakan sebagai alat kontrol laki-laki atas seksualitas perempuan.
Foto: Getty Images/AFP/F. Guillot
Dildo pertama di dunia: Serba alami
Dari pisang mentah hingga kotoran unta kering dilapisi resin - inilah alat bantu seksual buatan orang Yunani kuno dan Mesir purbal. Bahan yang digunakan untuk membuat dildo di antaranya: batu, kulit atau kayu. Dildo pertama di dunia ditemukan di Jerman. Usianya sekitar 28.000 tahun. Objek batu sepanjang 20 cm itu tidak hanya digunakan sebagai mainan seks, tetapi juga untuk menyalakan api.
Foto: Phallus von der Hohle Fels/J. Lipták/Universität Tübingen
Terbuka lebar untuk kenikmatan
Dildo diperkirakan sudah ada sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Berasal dari kata Latin "dilatare", yang berarti "untuk membuka lebar" dan dalam bahasa Italia disebut "diLetto", yang berarti "menyenangkan." Pada zaman Renaisans, alat bantu seksual tersebut biasanya terbuat dari kulit. Sementara, minyak zaitun digunakan sebagai pelumas.
Foto: Vassil
Libido perempuan ? Ini histeria!
Hingga sekian lamanya. hubungan seksual diartikan sebagai upaya penetrasi sampai orgasme pria tercapai. Pandangan umum ini dulu mengabaikan kebutuhan seksual perempuan atas orgasme. Strategi pria? Mencap hasrat perempuan sebagai ‘penyakit jiwa’ yang disebut “histeria”. Resep yang ditawarkan: pernikahan dan harta. Makna “histeria” berubah seiring zaman.
Foto: Fleury/Siegfried Giedion
Meja Manipulator, pengendali orgasme perempuan
Histeria yang dianggap ‘penyakit jiwa’ saat itu mewabah. Kemana harus pergi ketika Anda’ sakit ‘ini? Ke dokter atau bidan. Mereka akan melakukan pijat genital untuk "menyembuhkan" histeria. Karena tidak ada yang benar-benar ingin memainkan jari jemari mereka pada alat kelamin perempuan, maka konsumsi "alat bantu“ pun melonjak.
Foto: George Henry Taylor
Dari kaku hingga bergetar: dildo dan vibrator
Perempuan kaya secara rutin “berobat“ mengatasi “penyakit“ histeria-nya. "Dokterpun menyadari kebutuhan untuk membuat “pengobatannya” lebih efisien dan manjur. Dr. Joseph Mortimer Granville dari Inggris, mempatenkan vibrator elektromekanis pertama pada tahun 1880-an. Dengan temuan itu, orgasme wanita bisa dicapai dalam tempo 10 menit.
Foto: Collections of The Bakken Museum, Minneapolis, USA
"Membantu Kesehatan" dan kebahagiaan ibu rumah tangga
Pada penghujung abad ke-20, perusahaan memproduksi vibrator untuk penggunaan pribadi. Di samping produk ceret teh, toaster roti dan mesin jahit, dildo diiklankan di majalah-majalah perempuan sebagai "alat bantu kesehatan". Dokter tidak mengembangkan dildo secara serius karena takut jika perempuan tak lagi membutuhkan lelaki untuk orgasme. Ternyata, priapun tidak membutuhkan perempuan untuk itu
Foto: Sears, Roebuck and Company Catalog
Takut kehilangan seksualitas perempuan
Sejak 1920, vibrator tak lagi disamarkan sebagai alat bantu kesehatan, setelah digunakan sebagai mainan seks di film porno. Tahun 1950, riset Kinsey membuktikan sesuatu yang saat itu tak terbantahkan: bahwa lebih dari 70% perempuan tidak mengalami orgasme murni melalui penetrasi pria. Ini menguntungkan produsen vibrator, yang dalam strategi iklannya menjanjikan 50 kali orgasme berturut-turut.
Foto: picture alliance/dpa/P. Grimm
Beragam mainan seks modern
Di masa kini, beragam mainan seks dijual dalam berbagai bentuk dan mudah ditemukan di toko-toko untuk orang dewasa. Peruntukannya secara umum adalah untuk membantu meningkatkan kepuasan seksual pasangan maupun diri sendiri.
Foto: Getty Images/AFP/F. Guillot
8 foto1 | 8
Laki-laki maupun perempuan saat itu setara dalam hubungan seksual
Apa yang ditulis dalam karya-karya sastra, tampaknya juga jadi gambaran kenyataan di masa itu, di mana hubungan seksual adalah sesuatu yang dianggap sangat wajar sebagai kebutuhan perempuan dan laki-laki, bahkan jika dilakukan sebelum pernikahan. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan, saat itu sama-sama memiliki otonomi untuk menentukan kapan dan bersama siapa mereka mau berhubungan seksual.
Keperawanan kaum perempuan Nusantara di masa itu sama sekali bukan persoalan bagi kaum lelakinya. Bahkan lelaki Asia Tenggara masa itu cenderung tidak mau menikahi perempuan yang masih perawan. Dalam berbagai catatan, yang tersebar dari wilayah Siam (Thailand), Jawa, sampai Filipina, ada ritual-ritual yang dilakukan para gadis untuk "memecah keperawanan” mereka. Menurut Reid, praktik seperti itu mungkin terjadi karena darah yang keluar dari persetubuhan pertama dianggap berbahaya oleh kaum lelaki, atau mungkin juga semata karena kaum lelaki hanya ingin menikahi perempuan yang berpengalaman secara seksual.
Gambaran paling ekstrem dari dominasi seksual kaum perempuan saat itu adalah tradisi kaum lelaki yang memasukkan bola-bola kecil ke bawah kulit penisnya. Proses memasukkan bola-bola kecil itu luar biasa menyakitkan, dan tujuannya hanya satu: meningkatkan kenikmatan erotis pada kaum perempuan.
Tradisi memasukkan bola-bola kecil ke dalam kulit penis itu benar-benar merata di seluruh kawasan Asia Tenggara saat itu, dan dilakukan oleh lelaki dari kalangan bawah sampai para raja sekali pun. Lelaki kebanyakan, biasanya menggunakan bola-bola yang terbuat dari timah, sedangkan para raja biasanya menggunakan bola-bola yang terbuat dari emas.
Di dalam catatan Pigafetta, orang Eropa yang mencatat praktik bola-bola pada penis di tahun 1524—seperti dikutip Reid—diketahui, perempuan Asia Tenggara bahkan tidak mau melakukan hubungan seksual jika pasangannya tidak memasang bola-bola kecil di penisnya. Dan jika seorang lelaki menginginkan hubungan seksual, maka sang perempuan yang akan berinisiatif memasukkan penis ke vaginanya, dan memastikan penis itu tidak keluar sebelum perempuan itu mendapatkan kepuasan.
Dengan dominasi hubungan seksual berada di tangan perempuan, sulit untuk membayangkan di masa itu banyak kasus perkosaan oleh laki-laki terhadap perempuan. Karena dari pemaparan di atas, terlihat justru kaum lelaki yang mau mengorbankan dirinya demi kenikmatan erotis perempuan, bukan sebaliknya.
6 Mitos Keperawanan
Apakah keperawanan seorang perempuan bisa diketahui lewat bentuk fisiknya? Berikut beberapa mitos tentang keperawanan yang sudah berkembang sejak lama dan dipercaya banyak orang.
Foto: Colourbox/L. Dolgachov
Tidak Berdarah
Jika seorang perempuan tidak mengeluarkan darah saat berhubungan seks untuk pertama kalinya bukan berarti bahwa ia tidak perawan lagi. Tebalnya selaput dara pada setiap perempuan berbeda. Menurut penelitian, bahkan ada juga perempuan yang tidak memiliki selaput dara. Selaput dara bisa robek bukan saja karena hubungan seksual, tapi juga bisa dikarenakan kecelakaan atau olahraga.
Foto: mekcar - Fotolia.com
Wajah Kusam
Perempuan yang tidak perawan berwajah kusam? Tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa perawan atau tidaknnya seorang perempuan bisa dilihat dari wajahnya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wajah tidak berseri, seperti pola makan, perkembangan hormon yang tidak seimbang, pemakaian kosmetik yang tidak sesuai dengan jenis kulit dan juga kekurangan vitamin A dan B.
Foto: Fotolia/evgenyatamanenko
Jalan Mengangkang
Bahwa seorang perempuan jalannya mengangkang karena sudah tidak perawan adalah mitos belaka. Cara jalan seseorang dipengaruhi banyak faktor, seperti bentuk tulang kaki, tulang pinggul dan juga lingkar paha.
Foto: Colourbox/L. Mouton/AltoPress/Maxppp
Pinggul Membesar
Hubungan seks tidak membengaruhi bentuk badan perempuan. Selain kehamilan, perubahan ukuran pinggul perempuan dipengaruhi oleh gaya hidup dan faktor makanan.
Foto: Colourbox/marin
Payudara atau Pantat Kendur
Hubungan antara perawan dan tidak perawan tidak bisa diukur dari ukuran dan bentuk payudara atau pantat. Jadi jika seorang perempuan memiliki payudara yang kendur bukan berarti ia tidak perawan. Ukuran dan bentuk payudara dipengaruhi ukuran tubuh seseorang dan juga faktor keturunan, hormon serta gizi.
Foto: Fotolia/Forgiss
Urin Lebih Keruh
Kehamilan bisa diketahui lewat tes urin. Tapi tidak ada teori bahwa warna urin bisa dijadikan patokan apakah seorang perempuan masih perawan atau tidak. Warna urin dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang kita konsumsi, juga oleh beberapa jenis obat-obatan.
Foto: Imago
6 foto1 | 6
Otonomi kaum perempuan Asia Tenggara dalam urusan seksual, ternyata juga berkaitan dengan sangat rendahnya tingkat pelacuran di kawasan itu. Daripada melacur, kaum lelaki yang belum mau menikah lebih suka menjalin hubungan dengan perempuan lajang, karena kaum perempuan lanjang di Nusantara saat itu dikenal sangat longgar dalam hubungan seksual, namun sangat ketat dalam menjaga kesetiaan setelah mereka menikah.
Jika kemudian urusan seksual dianggap bisa menimbulkan nilai ekonomi, maka praktik yang dilakukan adalah melalui pergundikan dan/atau "kawin kontrak”. Dalam pergundikan dan "kawin kontrak”, ketika masa kontraknya selesai, lelaki dan perempuan itu akan berpisah sebagai sahabat. Kalau sampai terlahir anak, nasib anak itu akan jadi urusan mereka berdua: apakah dipelihara, digugurkan, atau dibunuh ketika lahir.
Urusan keperawanan, pergundikan, dan anak yang lahir dari hubungan di luar nikah, di tengah masyarakat Nusantara, bertolak belakang dengan nilai yang diyakini orang Timur Tengah, Eropa, India, dan Cina. Misalnya, dalam berbagai catatan sejarah, banyak ditemukan pedagang asal Timur Tengah dan Eropa yang memiliki budak perempuan, dan melakukan hubungan seksual dengan mereka. Jika terjadi kehamilan, biasanya anak yang terlahir akan jadi hak lelaki—di mana hanya lelaki yang memutuskan nasib anak yang lahir itu—sedangkan sang perempuan bisa dijual kembali sebagai budak jika si lelaki merasa bosan atau tidak membutuhkannya lagi.
Kembali ke masalah pelacuran, menurut Reid, masyarakat Asia Tenggara secara umum baru mengenal pelacuran di akhir abad 16, ketika perniagaan dengan pedagang-pedagang internasional meningkat tajam, dan agama-agama baru mulai masuk ke Nusantara. Saat itu, semua yang dijadikan pelacur adalah budak-budak perempuan milik raja dan kalangan bangsawan, juga perempuan-perempuan yang didakwa karena kejahatan.
Pelacuran muncul setidaknya karena dua alasan. Pertama, demi keuntungan ekonomi para raja, bangsawan, dan pedagang. Kedua, adanya tekanan dari kaum agamawan Islam dan Kristen untuk menghapus perilaku seks di luar nikah—yang sebenarnya adalah salah satu wujud dari otonomi seksual perempuan Asia Tenggara yang sudah ada sejak lama.
Kisah Perempuan Muslim Melawan Diksriminasi di Myanmar
Minoritas Muslim di Myanmar biasanya menutup diri lantaran mengkhawatirkan intimidasi kelompok Buddha garis keras. Namun Win Lae Phyu Sin, seorang blogger Muslim, justru memilih sebaliknya.
Foto: Reuters/A. Wang
Perempuan Muslim Modern
Perempuan muda berusia 19 tahun ini menjadi pusat perhatian saat peluncuran produk kecantikan di Yangon. Pasalnya dia termasuk segelintir blogger kecantikan yang mengenakan jilbab. "Saya tidak menyesali keputusan mengenakan jilbab" kata Win. "Jilbab adalah kunci buat saya. Saya bisa berpergian kemanapun dan melakukan apapun yang saya suka."
Foto: Reuters/A. Wang
Rentan Diskriminasi
Kaum Muslim hanya berjumlah 5% dari 50 juta penduduk Myanmar. Kebanyakan mengeluhkan tidak bisa membangun masjid baru selama satu dekade terakhir dan kesulitan menyewa rumah dari pemilik beragama Buddha. Diskriminasi dan persekusi sistematis terhadap minoritas Muslim sedang marak di Myanmar. Lebih dari 700.000 anggota etnis Rohingya misalnya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh.
Foto: Reuters/A. Wang
Persekusi Tanpa Akhir
Kaum muslim di Myanmar juga mengeluhkan tidak mendapat kartu identitas penduduk dan ditolak masuk ke sejumlah rumah ibadah. Demikian laporan Human Rights Network tahun lalu. Akibatnya kebanyakan kaum Muslim tidak bisa menikmati fasilitas yang disediakan pemerintah Myanmar.
Foto: Reuters/A. Wang
Pemberdayaan Perempuan
Buat sebagian murid Win Lae Phyu Sin, perawatan wajah dan kecantikan lebih dari sekedar urusan penampilan, tetapi juga membangun rasa percaya diri di tengah mayoritas Buddha. "Saya melihat perempuan berjilbab merias wajahnya dan dia terlihat sangat cantik," kata Hay Mann Aung tentang Win Lae Phyu Sin. "Saya ingin terlihat cantik seperti dia," imbuhnya.
Foto: Reuters/A. Wang
Jembatan Kebudayaan
Upaya Win Lae menghadirkan warna muda dan modern pada wajah Muslim Myanmar dengan mengenakan busana yang berpadu serasi dengan warna jilbabnya atau dengan dandanan yang menekankan kecantikan wajahnya, sukses menyedot penggemar non partisan. Ia mampu menonjolkan sisi positif kaum minoritas yang sering disalahpahami oleh masyarakat Myanmar.
Foto: Reuters/A. Wang
Meniti Sukses di Medsos
Win kini memiliki 6.000 pengikut di Facebook dan ribuan penggemar di kanal media sosial yang lain. Lebih dari 600 murid ikut serta dalam program pelatihan tentang bagaimana mengenakan kosmetika atau membangun studio kecantikan di rumah sendiri. Sejak awal tahun, sekitar 150 kursus yang ditawarkan Win selalu penuh pengunjung.
Foto: Reuters/A. Wang
Mengundang Permusuhan
Tapi upaya Win bukan tanpa cela. Ia berulangkali mendapat ejekan atau serangan verbal di media sosial ketika ketahuan ia seorang Muslimah. Sebaliknya kelompok Islam konservatif mengritiknya karena dianggap merusak moral perempuan Muslim di Myanmar. Namun Win tidak peduli. "Saya cuekin saja. Ada banyak pekerjaan yang harus saya tuntaskan," tukasnya. (rzn/as: Reuters)
Foto: Reuters/A. Wang
7 foto1 | 7
Hilangnya dominasi dan otonomi seksual perempuan
Dua alasan itu mengarah pada satu fakta lain: pedagang/pelaut internasional, raja, bangsawan maupun agamawan adalah identitas kaum lelaki, sehingga bisa dilihat di masa itu pola hubungan seksual di Nusantara mulai mengarah pada dominasi seksual laki-laki, dan hilangnya dominasi dan otonomi seksual perempuan.
Pelacuran kira-kira lahir dari situasi ini: meningkatnya perniagaan internasional masa itu, melahirkan kota-kota kosmopolitan yang jadi persinggahan para pedagang dan pelaut. Para pedagang—bersama para raja dan bangsawan—kemudian melihat potensi ekonomi yang besar untuk memperdagangkan budak perempuan sebagai pemuas kebutuhan seks bagi para pedagang dan pelaut internasional, yang berujung pada bisnis pelacuran. Namun, di saat yang sama, juga terjadi peningkatan "kesalehan” baik di kaum pribumi maupun di antara para pedagang internasional, sebagai hasil dari penyebaran Islam dan Kristen, yang mewujud dalam penegakan hukum agama secara keras.
Dalam tekanan kepentingan perniagaan dan agama itulah posisi sosial dan seksual perempuan Nusantara direndahkan melalui domestifikasi, dan hal itu seiring dengan munculnya wujud paling tragis dari pemusnahan dominasi dan otonomi seksual perempuan Nusantara: bisnis pelacuran.
Salah satu contoh kerasnya penegakkan hukum agama, tercantum di buku "Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII” karya Claude Guillot (Kepustakaan Popuper Gramedia, 2008). Dijelaskan, ada satu kasus di mana seorang pedagang Eropa yang tinggal bersama seorang perempuan pribumi dan memiliki anak dari hubungan itu, dipaksa meninggalkan perempuan tersebut. Tanpa persetujuan si lelaki, sang perempuan dikirim ke biara untuk dididik jadi seorang Kristen, lalu dikawinkan dengan lelaki lain yang didefinisikan sebagai "lelaki Inggris Katolik”. Sementara anak dari hubungan perempuan itu dengan lelaki sebelumnya dilaporkan mati karena cacar.
Menengok Hak Perempuan di Arab Saudi
Arab Saudi sudah mengumumkan akan mengizinkan perempuan untuk memiliki surat izin mengemudi tanpa harus ada izin dari "penjaga legal". Untuk itu perjuangannya panjang.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Ammar
1955: Sekolah pertama buat anak perempuan, 1970: Universitas pertama
Dulu, anak perempuan Arab Saudi tidak bisa bersekolah seperti murid-murid sekolah di Riyadh. Penerimaan murid di sekolah pertama untuk perempuan, Dar Al Hanan, baru dimulai 1955. Sementara Riyadh College of Education, yang jadi institusi pendidikan tinggi untuk perempuan, baru dibuka 1970.
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
2001: Kartu identitas untuk perempuan
Baru di awal abad ke-21, perempuan bisa mendapat kartu identitas. Padahal kartu itu adalah satu-satunya cara untuk membuktikan siapa mereka, misalnya dalam cekcok soal warisan atau masalah properti. Kartu identitas hanya dikeluarkan dengan dengan izin dan diberikan kepada muhrim. Baru tahun 2006 perempuan bisa mendapatkannya tanpa izin muhrim. 2013 semua perempuan harus punya kartu identitas.
Foto: Getty Images/J. Pix
2005: Kawin paksa dilarang - di atas kertas
Walaupun 2005 sudah dilarang, kontrak pernikahan tetap disetujui antara calon suami dan ayah pengantin perempuan, bukan oleh perempuan itu sendiri.
Foto: Getty Images/A.Hilabi
2009: Menteri perempuan pertama
Tahun 2009, King Abdullah menunjuk menteri perempuan pertama. Noura al-Fayez jadi wakil menteri pendidikan untuk masalah perempuan.
Foto: Foreign and Commonwealth Office
2012: Atlit Olimpiade perempuan pertama
2012 pemerintah Arab Saudi untuk pertama kalinya setuju untuk mengizinkan atlit perempuan berkompetisi dalam Olimpiade dengan ikut tim nasional. Salah satunya Sarah Attar, yang ikut nomor lari 800 meter di London dengan mengenakan jilbab. Sebelum Olimpiade dimulai ada spekulasi bahwa tim Arab Saudi mungkin akan dilarang ikut, jika mendiskriminasi perempuan dari keikutsertaan dalam Olimpiade.
Foto: picture alliance/dpa/J.-G.Mabanglo
2013: Perempuan diizinkan naik sepeda dan sepeda motor
Inilah saatnya perempuan untuk pertama kalinya diizinkan naik sepeda dan sepeda motor. Tapi hanya di area rekreasi, dan dengan mengenakan nikab dan dengan kehadiran muhrim.
Foto: Getty Images/AFP
2013: Perempuan pertama dalam Shura
Februari 2013, King Abdullah untuk pertama kalinya mengambil sumpah perempuan untuk jadi anggota Syura, atau dewan konsultatif Arab Saudi. Ketika itu 30 perempuan diambil sumpahnya. Ini membuka jalan bagi perempuan untuk mendapat posisi lebih tinggi di pemerintahan.
Foto: REUTERS/Saudi TV/Handout
2015: Perempuan memberikan suara dalam pemilu dan mencalonkan diri
Dalam pemilihan tingkat daerah di tahun 2015, perempuan bisa memberikan suara, dan mencalonkan diri untuk dipilih. Sebagai perbandingan: Selandia Baru adalah negara pertama, di mana perempuan bisa dipilih. Jerman melakukannya tahun 1919. Dalam pemilu 2015 di Arab Saudi, 20 perempuan terpilih untuk berbagai posisi di pemerintahan daerah, di negara yang monarki absolut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Batrawy
2017: Perempuan pimpin bursa efek Arab Saudi
Februari 2017, untuk pertama kalinya bursa efek Arab Saudi mengangkat kepala perempuan dalam sejarahnya. Namanya Sarah Al Suhaimi.
Foto: pictur- alliance/abaca/Balkis Press
2018: Perempuan akan diijinkan mengemudi mobil
September 26, 2017, Arab Saudi mengumumkan bahwa perempuan akan segera diizinkan untuk mengemudi mobil. Mulai Juni 2018, perempuan tidak akan perlu lagi izin dari muhrim untuk mendapat surat izin mengemudi. Dan muhrim juga tidak harus ada di mobil jika mereka mengemudi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Jamali
2018: Perempuan akan diijikan masuk stadion olah raga
29 Oktober 2017, Badan Olah Raga mengumumkan perempuan akan boleh menonton di stadion olah raga. Tiga stadion yang selama ini hanya untuk pria, juga akan terbuka untuk perempuan mulai 2018.
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
2019: Perempuan Saudi akan mendapat notifikasi melalui pesan singkat jika mereka diceraikan
Hukum baru dirancang untuk lindungi perempuan saat pernikahan berakhir tanpa sepengetahuan mereka. Perempuan dapat cek status pernikahannya online atau dapat fotokopi surat tanda cerai dari pengadilan. Hukum ini tak sepenuhnya lindungi perempuan karena cerai hanya dapat diajukan dalam kasus terbatas dengan persetujuan suami atau jika suami lakukan tindak kekerasan. (Penulis: Carla Bleiker, ml/hp)
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Ammar
12 foto1 | 12
Contoh lainnya tertulis di buku Reid, di mana seorang bangsawan Melayu di Patani harus mencekik anak perempuannya sendiri, dan bangsawan lainnya harus menikam anak lelakinya sendiri, karena si anak perempuan yang telah bersuami itu menerima tanda cinta dari anak lelaki bangsawan lain.
Ketika hubungan lelaki dan perempuan serta hubungan seksual diatur sangat ketat dengan alasan agama, pelacuran jadi satu-satunya "jalan aman” untuk memenuhi hasrat seksual para pedagang dan pelaut. Karena mereka bisa melakukannya dengan sembunyi-sembunyi di sebuah tempat/kawasan khusus, dan secara langsung jadi bagian dari perputaran roda ekonomi di kawasan itu.
Sedangkan bagi orang Islam, kawin kontrak dan hubungan seksual luar nikah memang ditentang dengan keras sejak awal. Ketika agama ini menyebar, terlebih ketika sudah dianut para raja dan bangsawan di Nusantara, kaum perempuan mulai diposisikan tergantung secara ekonomi dan hukum pada suaminya, dan hal itu secara bertahap mengakhiri dominasi seksual perempuan Asia Tenggara terhadap kaum lelakinya. Hubungan seksual luar nikah pun dihukum dengan sangat berat—dengan pemberlakuan hukuman mati di beberapa kerajaan—yang pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk menghapus otonomi seksual perempuan.
Jangan Lakukan Ini Sebelum Berhubungan Seks
Ada beberapa kesalahan yang kadang-kadang tidak disadari pasangan suami istri saat berhubungan intim. Akibatnya bisa mengganggu kesehatan. Hal-hal berikut ini sebaiknya dihindari sebelum melakukan hubungan seksual.
Foto: Fotolia/fotogestoeber
Buang air kecil
Buang air kecil sesudah berhubungan intim dapat membuat semua bakteri penyebab infeksi keluar. Namun jangan lakukan itu sebelum berhubungan seks, karena penyebab utama infeksi saluran kencing adalah kebiasaan 'pipis' sebelum berhubungan seksual. Demikian saran Urolog New York, David Kaufman.
Foto: imago/mm images/Berg
Minum antihistamin (anti alergi)
Antihistamin baik untuk meredakan efek alergi, karena mengeringkan selaput lendir di hidung yang berair, namun obat ini juga mengeringkan organ intim. Tentu, vagina yang kering membuat hubungan seks terasa tidak nyaman. Selain itu, secara umum, antishistamin juga menurunkan libido.
Foto: Colourbox/Syda Productions
Mabuk-mabukan (kebanyakan alkohol)
Alkohol kadang bisa membantu memicu gairah seksual. Namun minuman beralkohol dalam takaran berlebihan justru mengakibatkan hambatan bagi pria untuk ereksi.
Foto: Fotolia/eyetronic
Salah ukuran kondom
Ukuran karet pengaman dalam berhubungan seksual amat penting. Pemilihan ukuran kondom yang pas mengurangi risiko selip dan terlepas disaat sedang melakukan hubungan seksual.
Foto: Fotolia/Sergejs Rahunoks
Mencukur rambut di sekitar organ intim
Bebas bulu halus di sekitar area intim mungkin sedang tren, tapi dapat berisiko infeksi akibat luka gesekan saat berhubungan badan. Pakar klinis juga memperingatkan, area intim yang dicukur menjadi salah satu penyebab infeksi herpes, sebab luka kecil pun dapat menularkan virus.
Foto: Fotolia/PhotographyByMK
Lupa bersihkan alat permainan seks
Selain tubuh yang bersih, alat permainan seks pun sebaiknya dalam kondisi bersih sebelum digunakan. Jangan pernah lupa membersihkan sex toy sebelum berhubungan seks, karena dapat menyebabkan infeksi. Untuk melindungi diri, cucilah dulu alat permainan itu dan bersihkan dulu dengan tisu anti bakteri.
Foto: picture-alliance/dpa
Menggunakan pelumas mengandung mentol
Perempuan yang telah menopause mengalami penipisan jaringan vagina. Memakai pelumas yang mengandung mentol bisa menyebabkan iritasi. Khusus untuk perempuan sekitar usia menopause, menurut ginekolog Cheryl Iglesia, sebaiknya gunakan pelumas berbasis air tanpa mentol untuk menghindari ketidaknyamanan.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Wuestenhagen
7 foto1 | 7
Sebagai akibat dari hukum yang keras itu, menurut Reid, di Nusantara mulai banyak terjadi perkawinan anak-anak—yang tentunya dilakukan dengan paksaan kepada anak-anak itu—karena para orang tua khawatir anak-anak mereka akan terjerumus ke perilaku seks luar nikah dan bisa dihukum mati. Seperti telah disebutkan sebelumnya, perempuan Asia Tenggara sangat ketat dalam menjaga kesetiaan mereka terhadap suami, dan sejak masa pra-Islam pun hubungan seksual dengan perempuan bersuami selalu diancam hukuman mati. Karena itu, ketika perempuan dan laki-laki mulai banyak dikawinkan sejak usia anak-anak, hubungan seksual luar nikah dalam pola suka sama suka nyaris tidak mungkin dilakukan.
Di titik ini, agama-agama yang masuk ke Nusantara—baik Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu—saling berbagi kemenangan dalam menghancurkan posisi sosial, dominasi seksual, dan otonomi seksual perempuan Asia Tenggara. Namun di saat yang sama—persis seperti alasan para pedagang dan pelaut—pelacuran kemudian jadi jalan paling aman bagi lelaki Nusantara yang ingin melakukan hubungan seks tanpa menikah.
Dari situasi itulah, perempuan di Nusantara yang pernah memiliki posisi yang tinggi—dengan dominasi dan otonomi seksualnya—direndahkan posisinya, seiring dengan semakin kuatnya dominasi budaya yang datang dari luar Nusantara. Kita juga bisa melihat paradoks: meningkatnya kondisi ekonomi dan meningkatnya kesalehan penduduk di Nusantara, ternyata berkorelasi dengan munculnya bisnis pelacuran—yang bisa dilihat sebagai bentuk perkosaan secara sistematis oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan.
Zaky Yamani
Novelis dan jurnalis
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Silakan bagi komentar Anda atas opini di atas pada kolom di bawah ini.
Kekerasan Terdokumentasi dalam 16 Benda Sehari-Hari
Berkaitan dengan 16 hari kampanye PBB demi pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, Dana Penduduk PBB (UNFPA) mengumpulkan 16 benda dari kasus kekerasan dan penganiayaan di berbagai negara.
Foto: UNFPA Yemen
"Ini Patahan Gigi Saya, Setelah Suami Memukuli Saya"
Ameera (bukan nama asli) baru 13 tahun ketika ia dinikahkan dengan seorang pria tua di Yaman. Suatu hari, karena ia terlambat membangunkan suaminya yang sedang tidur siang, suaminya memukulinya dengan sapu, hingga hidungnya retak dan sebagian giginya patah. Ameera kini tinggal di rumah penampunya yang didukung dana UNFPA. Ia menyimpan patahan gigi sebagai bukti di pengadilan.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Diteruskan ke Generasi Berikutnya
Omar (bukan nama sebenarnya) di Maroko merusak piano mainannya ini, saat berusaha menjaga ibunya dari pukulan tangan ayahnya. Ketika itu Omar baru berusia enam tahun. Ibunya mengatakan dengan keselamatan anaknya. "Saya ingin masa depan lebih indah bagi anak-anak saya."
Foto: UNFPA Morocco
"Kami Pertaruhkan Nyawa Tiap Hari Karena Kumpulkan Kayu untuk Memasak"
Di kawasan yang dilanda krisis kemanusiaan, perempuan jadi target empuk. Zeinabu (22) diserang milisi Boko Haram ketika mengumpulkan kayu bakar di dekat kamp pengungsi di bagian timur laut Nigeria. Banyak perempuan lainnya juga diperkosa, diculik atau dibunuh ketika mengumpulkan kayu bakar untuk memasak. Ini foto seikat kayu kering yang dikumpulkan Zeinabu.
Foto: UNFPA Nigeria
Tali Yang Digunakan Ayah Setiap Kali Memperkosa Anaknya
Inilah tali yang digunakan ayah Rawa (bukan nama asli) setiap kali memperkosanya. Perang bisa sebabkan kondisi berbahaya bagi perempuan, bahkan di rumah sendiri. Di Yaman, salah satu negara dengan bencana kemanusiaan terbesar di dunia, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat lebih dari 60%. Salah satu penyebabnya stres berat. Sementara kasus Rawa tidak bisa dimengerti sama sekali.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Sebabkan Sakit, Trauma atau Berbuntut Kematian
Martha dirawat dengan obat dan perban untuk pertolongan pertama setelah dipukuli suaminya di Lusaka, Zambia. "Wajahnya babak belur," kata pembimbing di tempat penampungan. "Ia juga menderita luka di punggung. Martha mengatakan, kalau ia tidak melarikan diri, suaminya kemungkinan akan membunuhnya." Dua pertiga korban kekerasan rumah tangga adalah perempuan dan anak perempuan.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Bayangan Gelap Kekerasan Berdampak pada Seluruh Keluarga
Keluarga Tatiana di Ukraina terpecah belah akibat suaminya yang meneror dengan kekerasan. Sekarang Tatiana sudah terlepas dari suaminya. Tetapi ia dan enam anaknya masih berusaha membangun hidup baru di rumah yang sempit. "Saya sekarang hidup bagi anak-anak saya," katanya.
Foto: UNFPA Ukraine/Maks Levin
Penyiksaan Psikologis Juga Bentuk Kekerasan
Di Bolivia, pacar Carmen (bukan nama asli) selalu menertawakan penampilannya. Ia mengejek baju dan gaya Carmen. Oleh sebab itu, Carmen selalu bersembunyi di toilet di universitas, termasuk yang tampak pada foto. Perlakuan seperti itu dampaknya dalam, katanya. Itu berefek pada keyakinan diri dan bisa mengubah seseorang.
Foto: UNFPA Bolivia/Focus
Jejak Kaki Saat Melarikan Diri
"Saya ditampar kemudian diseret suami saya." Begitu cerita Sonisay (bukan nama sebenarnya) di Kamboja. Ini foto telapak kaki Sonisay di pekarangan rumah, saat lari dari suaminya. Secara global, sepertiga perempuan mengalami kekerasan, dalam bentuk apapun. Dan itu kerap disebabkan oleh seseorang yang dikenalnya.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Penn
"Ia Didorong ke Tempat Tidur kemudian Dicekik"
Kekerasan seksual bisa mengubah hidup perempuan sepenuhnya akibat teror, stigma, penyakit atau kehamilan. Di Yordania, seorang perempuan pergi ke klinik untuk minta bantuan medis. Di sana ia lega setelah diberitahu tidak hamil. "Tapi ia tetap syok dan sedih," kata Dr. Rania Elayyan. Seperti halnya banyak orang lain yang selamat dari serangan. Perempuan ini memilih tidak melaporkan nasibnya.
Foto: UNFPA Jordan/Elspeth Dehnert
Perempuan Berusaha Minimalisasi Kekerasan
Di kawasan krisis, perempuan juga menghadapi kesulitan mencari tempat yang bisa didatangi, juga berpakaian untuk minimalisasi ancaman kekerasan. Kekerasan seksual merajalela di kalangan Rohingya yang lari dari krisis di Myanmar. Ini foto gundukan pakaian di luar kamp pengungsi di Bangladesh, yang ditolak perempuan karena dianggap bisa menyulut perhatian yang tidak diinginkan dari pria.
Foto: UNFPA Bangladesh/Veronica Pedrosa
"Ia Membawa Saya Ke Rumahnya"
Di Zambia, Mirriam (14) mengunjungi pusat konseling setelah dipaksa menikah dengan pria berusia 78 tahun. "Rasa sakit hampir tidak tertahan," kata Mirriam. "Ia mengatakan saya harus melakukannya karena saya sekarang istrinya." Di negara berkembang, rata-rata satu dari empat anak perempuan dipaksa menikah. Namun pernikahan anak-anak juga bisa ditemukan di negara berkembang.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Mutilasi Berujung Penderitaan
Seorang perempuan yang biasa melakukan mutilasi genital atau FGM (Female Genital Mutilation) di Somalia kini menyadari bahayanya. “Anak perempuan saya jatuh sakit setelah melalui FGM,” demikian diakuinya. Tapi ia memperkirakan, FGM tidak bisa dihapuskan dengan mudah.
Foto: Reuters/S. Modola
Perampasan Hak Finansial Juga Suatu Kekerasan
Hakim di Nikaragua mengeluarkan keputusan hukuman terhadap ayah Sofia (bukan nama sebenarnya), yang memukuli istrinya, dan tidak memberikan dukungan finansial kepada Sofia. Ia menghentikan sokongan saat Sofia mengandung di usia 14. Hakim memutuskan, ayahnya harus memberikan sokongan sampai ia berusia 21 tahun.
Foto: UNFPA Nicaragua/Joaquín Zuñiga
"Kami Dikurung Sejak Kecil selama 20 Tahun"
Sejumlah kasus mengerikan menunjukkan bagaimana perempuan dan anak perempuan dirampas kebebasannya. Contohnya Balqees (bukan nama asli) di Yaman. Sejak berusia 9 tahun, ia dan saudara perempuannya dikurung di kamar ini. Saudara laki-laki mereka merasa, saudara perempuan mereka akan memalukan keluarga jika berbaur dengan masyarakat. Akhirnya, mereka ditinggalkan sepenuhnya dan ditolong tetangga.
Foto: UNFPA Yemen
Pria dan Anak Laki-Laki Harus Ikut Serta Menghapus Kekerasan
Ry di Kamboja mengatakan, ia sering melakukan kekerasan terhadap istrinya di rumah ini. Tapi ia kemudian ikut "Good Men Campaign" (Kampanye Pria Baik), yaitu inisiatif untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Sekarang ia bertekad bersikap lebih baik. "Kalau bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan bertengkar dengan istri saya. Malah lebih mencintai dan menghormatinya," kata Ry.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Pen
Kekerasan Tidak Boleh Diselubungi
Kisah kekerasan harus diungkap agar cakupan masalah bisa dilihat semua orang, dan jalan keluar bisa ditemukan. Di Belarus, seorang perempuan yang selamat dari KDRT menggambar bunga dalam kelas terapi. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproyeksikan dan menangani rasa takut, dan belajar dari pengalaman. Topik kelas ini adalah "open to live" (terbuka untuk hidup). Ed.: ml/hp (Sumber: UNFPA)