Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap anak-anak? Apakah pengebirian bisa jadi solusi? Pendapat sahabat atas artikel DW kami rangkum di sini.
Iklan
Ada sahabat yang mempertanyakan keefektifan langkah itu.
Boas Mauline: Bagaimana dengan pelaku wanita? kita juga tidak bisa menutup mata ada juga wanita dewasa yg melakukan pelecehan seksual terhadap anak "bagai mana mengebirinya". (Facebook, 21 Oktober 2015)
Dewira Rahmat: Kalo dikebiri, nanti masih bisa menyiksa anak kecil dengan alat alat yang mengerikan karena untuk melampiaskan dendam mereka. Mengebiri sama saja dengan menciptakan dendam kepada korban yang tidak berdosa di masa mendatang, dan membuat si pelaku bertambah jahat. Yang terbaik dan terhemat adalah hukuman mati. Biaya penjara dan biaya mengebiri lebih baik digunakan untuk pendidikan gratis keluarga si korban dan bantuan kepada si korban dan keluarganya. (Facebook, 21 Oktober 2015)
Achir Arianto: Pedofilia adalah salah satu bentuk penyimpangan kejiwaan jadi hukuman fisik saja tidak cukup harus disertai pembinaan kejiwaan yang berkelanjutan, meski sdh dikebiri para pedofil masih melakukan tindakan penyimpangan seks selain dengan alat kelamin. Tapi jika direhabilitasi dan disembuhkan akan memutus mata rantai pedofilia. (Facebook, 22 Oktober 2015)
Anisa Wijaya: Dikasi penyuluhan agama? Anggota keluarga saya pernah jadi korban pedophilia,pelakunya malah seorang guru ngaji dan imam di masjid, pendidikannya juga sarjana. Hukun mati...itu adalah hal pantas utk predator anak supaya tidak mengancam anak-anak yg lain. (Facebook, 21 Oktober 2015)
Ada yang tidak setuju sepenuhnya.
Muna Lisa: Tdk setuju. Mending d hukum seumur hdup n d kasih penyuluhan ttg agama, jangan samai terjadi krisis moral d negara ini. (Facebook, 21 Oktober 2015)
Sebaliknya ada juga yang setuju.
Hendra Hermawan Chaniago: Setuju sekali,segera di sah kan jadi undang-undang... (Facebook, 21 Oktober 2015)
Arema Kpn: Ya sangat dan sangat setuju pak lek... cek kapok. (Facebook, 21 Oktober 2015)
Sejumlah tweet memberikan informasi tentang pengebirian sebagai langkah atasi pedofilia, juga pertimbangan lainnya
ml/as (Twitter, Facebook)
Kekerasan terhadap Anak
Jumlah kekerasan terhadap anak-anak di Indonesia mengkhawatirkan. Sebagian terjadi di sekolah-sekolah. Memang sudah ada upaya penanganan tindak kriminal tersebut, tetapi kendala pelaksanaannya banyak.
Foto: picture alliance/abaca
Tujuh dari 10 Anak Alami Kekerasan
Menurut organisasi Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW), tujuh dari 10 anak di Asia alami kekerasan di sekolah. Situasi anak Indonesia sangat mengkhawatirkan, sekitar 84% alami kekerasan. Kekerasan Yang terjadi berupa kekerasan fisik, seksual, emosional dan ancaman kekerasan oleh guru, pegawai sekolah, antar murid dan dari anggota keluarga.
Foto: Reuters/B. Yip
Belajar tanpa Ancaman
Menurut pakar komunikasi Irsyad Hadi dari Plan International, laporan tersebut didasari riset yang melibatkan 1.742 murid, perempuan dan laki-laki, usia antara 12 dan 15 dari 30 SMP negeri di Jakarta, Serang dan Banten, dari Januari sampai Maret 2014. Mark Pierce dari Plan International seksi Asia mengatakan, tiap anak punya hak atas pendidikan yang bebas kekerasan dan ancaman.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
Tidak Anggap Kekerasan Salah
Salah satu fakta menyedihkan yang juga disampaikan oleh Pierce dari Plan International: anak-anak kerap tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami. Salah satu alasannya adalah karena merasa takut. Tapi sering juga karena mereka tidak menganggap kekerasan yang mereka alami sebagai sesuatu yang salah.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Nath
Laporan Tidak Sesuai Kenyataan
Sebagai contoh dari yang disampaikan Pierce: 339 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Provinsi Gorontalo dalam rentang waktu 2013 hingga 2015. Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim mengatakan, angka tersebut belum mencerminkan kenyataan di lapangan, karena banyak kasus tak dilaporkan. Masyarakat belum sepenuhnya pahami dampak kekerasan terhadap anak, kata Idris Rahim.
Foto: Fotolia/Gina Sanders
Takut Tekanan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, mengungkapkan aspek lain: kendati banyak kasus dilaporkan, tidak semua kasus diusut hingga di bawa ke persidangan. Ia menduga, ada tekanan yang dialami korban maupun saksi. "Apalagi, tindak pidana yang melibatkan anak, biasanya dilakukan oleh kelompok atau disebut sebagai kejahatan terorganisir," sambung Haris.