Pengesahan Amandemen Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan di majelis tinggi India menuai protes. Kericuhan terjadi di beberapa wilayah di timur laut India. UU baru itu dianggap mendiskriminasi pengungsi muslim.
Iklan
Polisi India menembakkan peluru hampa pada hari Kamis(12/12) ketika ribuan pengunjuk rasa di timur laut negara itu berdemonstrasi menentang undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial tersebut.
Puuhan orang terluka dalam aksi protes dalam beberapa hari terakhir, kendaraan dibakar dan polisi menembakkan gas air mata serta memukuli massa yang berunjuk rasa dengan tongkat kayu.
Lima ribu anggota pasukan paramiliter dikerahkan di kota Guwahati di negara bagian Assam, sementara banyak jalan diblokir untuk mencegah penyebaran aksi protes.
Semua layanan kereta api ke Tripura dan Assam ditangguhkan dan beberapa penerbangan dibatalkan. Beberapa pertandingan kriket dan sepak bola yang dijadwalkan berlangsung di Assam juga dibatalkan.
Perdana Menteri India, Narendra Modi berusaha menenangkan situasi dalam serangkaian tweet atau cuitan di Twitter yang tidak dapat dibaca oleh banyak orang di wilayah itu karena internet seluler diblokir di beberapa daerah.
RUU Amendemen Kewarganegaraan disahkan oleh majelis tinggi pada hari Rabu (11/12). Undang-undang ini memungkinkan untuk pelacakan cepat aplikasi kewarganegaraan dari kelompok minoritas non-muslim dari tiga negara tetangga. Dalam pemungutan suara di parlemen, 125 anggota setuju dan 105 menolak. RUU ini juga telah melewati persetujuan di majelis rendah.
Tuduhan dan bantahan terkait RUU
Bagi kelompok-kelompok Islam, oposisi, kelompok-kelompok hak asasi dan lainnya, pengesahan RUU ini adalah bagian dari agenda nasionalis Hindu di bawah Modi untuk memarginalkan 200 juta kaum muslim India, sebuah tuduhan yang dibantah Modi.
"Saya ingin meyakinkan saudara dan saudari saya di Assam bahwa mereka tidak perlu khawatir setelah berlakunya #CAB (RUU Amendemen Kewarganegaraan)," demikian cuitan Modi di Twitter.
Liga Muslim Uni India mengajukan petisi di pengadilan tinggi melawan RUU tersebut. "Konstitusi menyatakan tidak akan ada perbedaan berdasarkan kasta, agama atau apa pun. Tapi di sini, kewarganegaraan malah diberikan berdasarkan agama," ujar salah seorang pemimpin oposisi PK. Kunhalikutty mengatakan kepada AFP. Petisi itu menyatakan bahwa mereka "tidak memiliki keluhan dalam memberikan kewarganegaraan kepada migran tetapi keluhan para pemohon lebih pada soal diskriminasi dan klasifikasi tidak masuk akal berdasarkan agama."
Derita Warga Kashmir Akibat Konflik Politik India-Pakistan
India dan Pakistan terus berseteru karena Kashmir, wilayah bergejolak yang telah dilanda pemberontakan bersenjata selama hampir tiga dekade. Banyak warga Kashmir yang sudah muak dengan Islamabad dan New Delhi.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
Bahaya yang belum pernah ada sebelumnya?
Pada tanggal 27 Februari 2019, militer Pakistan mengatakan bahwa mereka telah menembak jatuh dua jet tempur India. Seorang juru bicara militer Pakistan mengatakan jet itu ditembak jatuh setelah mereka memasuki wilayah udara Pakistan. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, di mana dua negara, yang memiliki senjata nuklir melakukan serangan udara terhadap satu sama lain.
Foto: Reuters/D. Ismail
India menjatuhkan bom di Pakistan
Militer Pakistan merilis gambar ini untuk menunjukkan bahwa pesawat tempur India menyerang wilayah Pakistan untuk pertama kalinya sejak kedua negara terlibat perang tahun 1971. India mengatakan serangan udara itu sebagai tanggapan terhadap serangan bom bunuh diri baru-baru ini terhadap pasukan India yang berbasis di Jammu dan Kashmir.
Foto: AFP/ISPR
Militer bukan solusi
Warga sipil India percaya bahwa pemerintah India tidak dapat membebaskan dirinya dari tanggung jawab dengan menuduh Islamabad menciptakan kerusuhan di lembah Kashmir. Sejumlah organisasi HAM menuntut agar pemerintahan Narendra Modi mengurangi jumlah pasukan di Kashmir dan membiarkan rakyat menentukan nasib mereka.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
Kekerasan tiada akhir
Pada 14 Februari 2019, setidaknya 41 polisi paramiliter India tewas dalam serangan bom bunuh diri di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Kelompok militan yang berbasis di Pakistan, Jaish-e-Mohammad, mengaku bertanggung jawab. Serangan itu meningkatkan ketegangan dan memicu kekhawatiran konfrontasi bersenjata antara dua negara yang memiliki kekuatan senjata nuklir.
Foto: IANS
Konflik yang pahit
Sejak tahun 1989, gerilyawan Muslim telah memerangi pasukan India di bagian Kashmir yang dikelola India. Wilayah ini berpenduduk 2 juta orang, dan sekitar 70 persen di antaranya adalah Muslim. Dua dari tiga perang antara India dan Pakistan sejak kemerdekaan tahun 1947 adalah karena sengketa wilayah Kashmir.
India menumpas pemberontakan militan
Pada Oktober 2016, militer India melancarkan serangan terhadap pemberontak bersenjata di Kashmir, yang mengepung sedikitnya 20 desa di distrik Shopian. New Delhi menuduh Islamabad mendukung militan, yang melintasi "Line of Control" Pakistan-India dan menyerang pasukan paramiliter India.
Foto: picture alliance/AP Photo/C. Anand
Kematian seorang separatis Kashmir
Situasi keamanan di Kashmir bagian India memburuk setelah peristiwa pembunuhan Burhan Wani, seorang pemimpin muda gerakan separatis Kashmir pada Juli 2016. Protes terhadap pemerintahan India dan bentrokan antara separatis dan tentara telah merenggut ratusan nyawa sejak saat itu.
Foto: Reuters/D. Ismail
Serangan Uri
Pada September 2016, militan Muslim membunuh setidaknya 17 tentara India dan melukai 30 lainnya di Kashmir India. Tentara India mengatakan para pemberontak telah menyusup ke bagian Kashmir India dari Pakistan. Investigasi awal menunjukkan bahwa gerilyawan itu adalah anggota kelompok Jaish-e-Mohammad yang bermarkas di Pakistan, yang telah aktif di Kashmir selama lebih dari satu dekade.
Foto: UNI
Pelanggaran HAM
Pihak berwenang India memblokir sejumlah situs media sosial di Kashmir setelah video yang menunjukkan pasukan India melakukan pelanggaran HAM berat menjadi viral di internet. Video-video itu menimbulkan kemarahan di media sosial. Salah satu video menunjukkan pemrotes Kashmir diikat pada jip tentara India, diduga digunakan sebagai tameng hidup.
Foto: Getty Images/AFP/
Demiliterisasi Kashmir
Mereka yang mendukung Kashmir untuk merdeka ingin Pakistan dan India membiarkan rakyat Kashmir menentukan masa depan mereka. "Sudah saatnya India dan Pakistan menarik pasukan mereka dari wilayah yang mereka kendalikan dan mengadakan referendum yang diawasi secara internasional," kata Toqeer Gilani, Presiden Front Pembebasan Jammu dan Kashmir, kepada DW.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Singh
Tidak ada peluang untuk memisahkan diri
Sebagian besar pengamat Kashmir tidak melihat Kashmir merdeka dalam waktu dekat. Mereka mengatakan, meskipun sebagian strategi keras yang digunakan India untuk berurusan dengan militan dan separatis di Kashmir telah berhasil, cepat atau lambat New Delhi harus menemukan solusi politik untuk krisis ini. Perpisahan Kashmir, kata mereka, bukan bagian dari solusi. (Teks: Shamil Shams. Ed.: na/ap)
Foto: Getty Images/AFP/T. Mustafa
11 foto1 | 11
AI: RUU ini melanggar konstitusi dan HAM
RUU Amendemen Kewarganegaraan, mengusulkan untuk memberikan perlindungan kepada kaum Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan minoritas Kristen yang melarikan diri dari penganiayaan agama di negara-negara mayoritas muslim di Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan sebelum tahun 2015. Namun aturan ini tidak meluas ke pengungsi muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar.
Para kritikus RUU mengatakan RUU ini bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi konstitusi sekuler India dengan menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. Mereka juga mengatakan undang-undang itu mendiskriminasi umat Islam, karena tidak berlaku untuk muslim.
Amnesty India mengatakan undang-undang tersebut melegitimasi diskriminasi atas dasar agama dan dengan jelas melanggar konstitusi India serta hak asasi manusia internasional. "Langkah ramah terhadap para pencari suaka adalah langkah positif, tetapi negara sekuler negara seperti India, membanting pintu pada kaum muslim dan komunitas lainnya yang teraniaya karena agama, bakal memicu rasa ketakutan dan kefanatikan, " ujar kelompok hak asasi itu dalam sebuah pernyataan.
"Hari ini menandai hari yang gelap dalam sejarah konstitusi India," kata Sonia Gandhi dari partai oposisi utama kongres. "Bagian RUU Amendemen Kewarganegaraan itu menandai kemenangan orang yang berpikiran sempit dan kekuatan fanatik terhadap pluralisme India," tandasnya.