“Perang” antara Trump dan media AS mencapai puncaknya ketika Rabu (17/01/18), Presiden AS itu mengumumkan 10 media pemenang “Fake News Awards”. Media pun bereaksi dengan merilis cuitan serangan Trump selama 52 minggu.
Iklan
The New York Times berada di urutan pertama "pemenang” Fake News Awards versi Presiden Trump lewat tulisan ekonom pemenang hadiah nobel, Paul Krugman. Trump menyebutkan bahwa pria yang kerap menulis kolom opini di The New York Times tersebut, berhak mendapuk posisi pertama karena pernah menuliskan "pada hari bersejarah Presiden Trump, kemenangan pemilihan di mana ekonomi tidak akan pernah pulih.” Pada laman situs yang ditautkan Trump pada cuitannya, ia mencantumkan bahwa bursa saham menyentuh rekor tertinggi di era-nya.
CNN mendapatkan empat penghargaan sekaligus lewat berbagai pemberitaan mulai dari informasi bahwa Trump dan putranya, Donald Trump Jr. yang memiliki akses ke dokumen di WikiLeaks hingga bantahan mantan direktur FBI James Comey terkait klaim Trump yang menyebutnya tidak diselidiki. Seluruh daftar media beserta acuan tulisan yang dimaksudkan Trump sebagai berita bohong diumumkan lewat akun Twitternya. Cuitan tersebut disertai tautan ke laman milik Partai Republik, yang sempat sulit diakses setelah 90 menit diterbitkan.
6 Kabar Hoax yang Menyulut Perang
Ia bisa memicu konflik, menggulingkan pemerintahan dan memecah belah satu bangsa: kabar bohong alias Hoax sejak lama ikut menggerakkan sejarah peradaban manusia. Inilah kisahnya:
Foto: Fotolia
Fenomena Beracun
Kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hakikatnya, berita palsu yang marak di media-media sosial saat ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah berita
Foto: Fotolia/svort
Oplah Berganda buat Hearst
Pada 1889 pengusaha AS William Hearst ingin agar AS mengobarkan perang terhadap Spanyol di Amerika Selatan. Untuk itu ia memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, buat menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, antara lain tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis. Karena sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda
Kebohongan Memicu Perang Dunia
Awal September 1939, Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendiri yang membunuh pasukan perbatasan Polandia. Karena sejak 1938 Jerman sudah mempersiapkan pendudukan terhadap jirannya itu.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Kampanye Hitam McNamara
Kementerian Pertahanan AS mengabarkan bahwa kapal perang USS Maddox ditembaki kapal Vietnam Utara pada 2 dan 4 Agustus 1964. Insiden di Teluk Tonkin itu mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum buat Presiden Lyndon B. Johnson untuk menyerang Vietnam. Tapi tahun 1995 bekas menhan AS, Robert McNamara, mengakui insiden tersebut adalah berita palsu.
Foto: NATIONAL ARCHIVES/AFP/Getty Images
Kesaksian Palsu Nariyah
Seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, bersaksi di depan kongres AS pada 19.10.1990 tentang kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita. Kesaksian tersebut ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye perusahaan iklan, Hill & Knowlton atas permintaan pemerintah Kuwait.
Foto: picture alliance/CPA Media
Operasi Tapal Besi
April 2000 pemerintah Bulgaria meneruskan laporan dinas rahasia Jerman tentang rencana pembersihan etnis ala Holocaust oleh Serbia terhadap etnis Albania dan Kosovo. Buktinya adalah citra udara dari lokasi kamp konsentrasi. Laporan tersebut menggerakkan NATO untuk melancarkan serangan udara terhadap Serbia. Rencana yang diberi kode "Operasi Tapal Besi" itu tidak pernah terbukti hingga kini.
Foto: Yugoslav Army/RL
Bukti Kosong Powell
Pada 5 Februari 2003 Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB. Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, akhirnya tetap menginvasi Irak buat meruntuhkan rejim Saddam Hussein. Hingga kini senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak tidak pernah ditemukan.
Foto: AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Disebut palsu, media daftar 'serangan Trump'
Bukan hal yang mengejutkan ketika nama-nama media mainstream ini masuk dalam daftar "Fake News Awards” versi Trump. Sejak awal memerintah, Trump sudah menabuh genderang perang dengan media-media yang mengkritik pemerintahannya. Selain menuduh secara langsung pada saat konferensi pers, Trump juga pernah mencuit tentang media yang disebutnya bohong pada Februari 2017 lalu sebagai musuh warga Amerika Serikat.
Komite Perlindungan Wartawan (CPJ) bereaksi dengan menyebutkan bahwa 'ancaman' dari wartawan dan adanya kebebasan pers bukan alasan bersenang-senang. Lewat akun Twitternya, CPJ turut merilis daftar serangan Trump kepada media yang dicuitnya nyaris setiap minggu, sambil mengomentari bahwa "Atas kinerja yang meremehkan kebebasan pers global, PEMENANGNYA adalah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump."
Trump ikuti gaya Stalin
Tak hanya media yang bereaksi, Senator Arizona, Jeff Blake turut mengecam Trump karena secara berulang-ulangnya menyerang media dan menggunakan ungkapan yang mengingatkan pada diktator Soviet Josef Stalin. Kritik ini disampaikan menanggani niat Trump yang ingin mengumumkan "Fake News Award“ sejak 8 Januari lalu. Ia menyebut "Ketika seorang tokoh berkuasa secara refleks menyebut setiap pers yang tidak sejalan dengannya sebagai 'berita palsu', pihak tersebutlah yang seharusnya dicurigai, bukan pers," kata senator Republik dihadapan Senat seperti dikutip dari AFP.
"Ini adalah bukti kondisi demokrasi kita bahwa presiden kita sendiri menggunakan kata-kata yang dengan cerdik diucapkan oleh Joseph Stalin untuk menggambarkan musuh-musuhnya," ungkap Blake lebih lanjut mengacu penggunaan frase "musuh rakyat" yang digunakan Trump untuk menggambarkan pers.
Diktator Paling Brutal dalam Sejarah
Betapa ambisi kekuasaan bisa menyulap neraka di muka Bumi. Jika digabungkan, jumlah warga yang mati di tangan delapan pria ini bisa memusnahkan populasi sebuah negara kecil.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
1. Mao Zedong
Tangan Mao Zedong bersimbah darah rakyat Cina. Salah satu program politiknya, "Lompatan Jauh ke Depan" yang dilancarkannya tahun 1958 buat menyontek model ekonomi Uni Sovyet menewaskan hingga 45 juta orang. Seakan tidak kapok, hampir sepuluh tahun kemudian ia mendeklarasikan Revolusi Kebudayaan buat memberangus budaya borjuis. Hasilnya sekitar 30 juta orang meninggal dunia.
Foto: picture-alliance/AP Photo
2. Adolf Hitler
Tidak terhitung kejahatan yang dilakukan Adolf Hitler. Penguasa NAZI Jerman ini tidak cuma memerintahkan pembantaian 11 juta orang, 6 juta di antaranya kaum Yahudi, ia juga menyeret dunia ke dalam perang yang merenggut hingga 70 juta korban jiwa. Ironisnya setelah takluk, Hitler bunuh diri karena takut ditangkap pasukan Uni Sovyet.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
3. Josef Stalin
Bahkan oleh Vladimir Lenin, salah seorang pendiri Uni Sovyet, Josef Stalin dicap sering berperilaku "kasar." Pria yang kemudian memimpin Sovyet melawan NAZI di Perang Dunia II itu terkenal kejam terhadap musuh politiknya. Tercatat hingga 20 juta orang mati di kamp konsentrasi alias Gulag selama 31 tahun kekuasaan Stalin.
Foto: picture-alliance/akg-images
4. Pol Pot
Pemimpin gerakan Khmer Merah ini cuma butuh waktu empat tahun untuk melumat satu juta nyawa penduduk Kamboja. Korban sebagian besar meninggal karena bencana kelaparan, siksaan di penjara, kamp kerja paksa atau pembunuhan. Setelah dilengserkan dari jabatan perdana menteri oleh Vietnam, Pol Pot melancarkan perang gerilaya dari hutan Kamboja hingga kematiannya tahun 1998.
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
5. Saddam Hussein
Kebencian diktatur Irak Saddam Hussein terhadap etnis Kurdi nyaris tak mengenal batas. Selama kekuasaannya sejak tahun 1979 hingga 2003, tercatat hingga 300.000 warga Kurdi meregang nyawa di tangan pengikutnya. Secara keseluruhan Saddam bertanggungjawab atas kematian hampir satu juta penduduk Irak. Ia dihukum gantung tahun 2006 setelah digulingkankan Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa
6. Idi Amin
Selama tujuh tahun kekuasaannya, presiden ketiga Uganda ini membunuh lebih dari 250.000 penduduk lewat penyiksaan, asasinasi dan pembersihan etnis. Tidak heran jika ia kemudian mendapat julukan "jagal Uganda." Setelah lengser, Amin melarikan diri ke Arab Saudi. Hingga kematiannya, Idi Amin selama bertahun tahun tinggal di kamar terbaik di sebuah hotel mewah di Jeddah
Foto: Getty Images
7. Mengistu Haile Mariam
Setelah menjatuhkan kerajaan Ethiopia bersama Partai Komunis, Mengistu Haile Mariam, melancarkan kampanye berdarah bernama "teror merah" terhadap musuh politiknya. Selama dua tahun antara 1977 dan 1978, ia membunuh hampir setengah juta penduduk. Mengistu lalu dihukum mati tahun 2006 oleh pemerintah Ethiopia dengan dakwaan melakukan Genosida. Ia kabur ke jiran Zimbabwe untuk meminta perlindungan.
Foto: picture alliance/dpa
8. Kim Jong Il
Cuma Kim Jong Il yang tahu bagaimana cara membunuh jutaan orang dan tetap dipuja bak dewa. Lantaran militerisasi ekonomi dan korupsi yang merajalela, hingga 2,5 juta penduduk Korea Utara mati akibat kemiskinan dan bencana kelaparan di pertengahan dekade 1990an. Di tangan sang pemimpin besar, satu generasi Korea Utara mengalami gangguan pertumbuhan lantaran malnutrisi.
Foto: dapd
8 foto1 | 8
Serangan Flake atas Trump menyusul kritik pedas yang disampaikan Senator Arizona dari Partai Republik lainnya, John McCaim. "Trump melanjutkan serangannya yang tak henti-hentinya terhadap integritas wartawan Amerika dan outlet berita, "ujar McCain pada kolom opini yang dituliskannya di Washington Post. "Ini menjadi perlindungan bagi rezim represif yang mengikutinya."
Pengikut Trump di Suriah dan Filipina
Pasca seruan 'Fake News' gencar disuarakan Trump, beberapa pemimpin dunia juga menggunakan metode yang sama. Presiden Suriah, Basyar al-Assad pernah mengatakan bahwa tuduhan media yang menyebutkan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia di sebuah penjara militer di Suriah sebagai "berita palsu".
Selasa (16/01), Presiden Rodrigo Duterte mengomentari penutupan berita online Rappler yang disebut Securities and Exchange Commission (SEC) telah melanggar Konstitusi dan peraturan perusahaan. Duterte menyebut situs tersebut sebagai "berita palsu" yang menerbitkan kisah "penuh dengan sindiran dan kepalsuan."
"Karena Anda adalah outlet berita palsu, maka saya tidak terkejut bahwa artikel Anda juga palsu," katanya. "IKLAN Anda (Rappler) tidak hanya melempar kertas toilet. Anda membuang kotoran pada kami. Kamu sudah pergi terlalu jauh," tambahnya.
Inilah Pemimpin Dunia dengan 'Follower' Terbanyak di Facebook
Dengan 'follower' lebih dari 40 juta orang,PM India, Narendra Modi adalah pemimpin negara dengan pengikut Facebook terbanyak. Peringkat kedua ditempati Presiden AS Donald Trump. Siapa lagi yang populer di Facebook?
Foto: picture alliance/dpa/T.Maury
PM India Narendra Modi
Menurut hasil studi perusahaan PR Burson-Marsteller, PM Modi memiliki lebih dari 40 juta follower pada laman pribadinya. Ini mungkin hal yang tidak aneh, mengingat India memiliki lebih dari 1,2 milyar penduduk. Tapi CEO Facebook Zuckerberg tetapi menganggapnya sebagai contoh bagaimana media sosial membantu untuk mendekatkan pemerintah dengan warga.
Foto: Getty Images/K.Frayer
Presiden AS Donald Trump
Trump memiliki sekitar 20 juta follower pada laman pribadinya. Akun Twitter-nya lebih populer lagi dengan 25 juta pengikut. Studi Burson-Marsteller menganalisa aktivitas 590 laman Facebook kepala pemerintahan dan menteri luar negeri selama tahun 2016 menggunakan data agregat dari Crowdtangle Facebook.
Foto: Getty Images/AFP/N. Kamm
Ratu Rania dari Yordania
Ratu Rania, istri Raja Abdullah II, memiliki lebih dari 10 juta follower. Ini lebih banyak dari populasi keseluruhan Yordania. Ratu yang sangat populer ini menampilkan imej kebaratan perempuan Muslim Arab yang menarik bagi media barat,
Foto: picture alliance/dpa/Balkis Press
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Erdogan memiliki 9 juta follower. Tahun lalu ia adalah pemimpin dunia dengan follower terbanyak ketiga di Facebook. Setelah mantan presiden AS Barack Obama dan Modi.
Foto: Reuters/T. Schmuelgen
Presiden Mesir Abdel el-Sissi
Laman Facebook Presiden el-Sissi followernya mencapai 7 juta. Laporan studi berfokus pada seberapa sering ada postingan dan berapa banyak "interaksi total" (suka, komentari, dan bagikan) pada setiap posting.
Foto: Getty Images/AFP/M. El-Shahed
PM Kamboja Hun Sen
Studi juga menganalisa interaksi media sosial para pemimpin dunia dengan orang lain. Menurut laporan studi, akun Facebook PM Kamboja Hun Sen menggalang lebih dari 58 juta interaksi, dan menempatkannya di posisi ketiga setelah Modi.
Foto: Getty Images/AFP/T.C.Sothy
Obama Tetap Terpopuler
Walau tidak lagi menjadi pemimpin negara di tahun 2017, akun Facebook mantan Presiden AS Barack Obama masih memiliki 54 juga follower - hampir setara dengan jumlah keseluruhan follower semua pemimpin dunia saat ini.