1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penghormatan dan Demonstrasi Sambut Kunjungan Presiden Yudhoyono

1 November 2012

Pemerintah dan kerajaan Inggris memberikan penghormatan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi kunjungan ini juga diwarnai aksi demonstrasi.

Foto: AP

Puluhan demonstran mengecam dugaan terjadinya penyiksaan di Indonesia dan menuduh pemerintah Inggris menempatkan kepentingan komersial di atas hak asasi manusia. Kecaman ini mewarnai hari pertama kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di negara itu.

Kunjungan Presiden Yudhoyono ini merupakan yang pertama sejak 30 tahun yang lalu, namun para aktivis mengkritik pemerintah Inggris yang lebih menghargai hubungan komersial diatas hak kelompok minoritas Indonesia.

Kedatangan Presiden Indonesia disambut oleh Ratu Elizabeth II. Sang Ratu menerima Presiden Yudhoyono dan istrinya Ani Yudhoyono dengan parade pasukan penjaga kehormatan di lapangan parade besar yang terletak di tengah ibukota London, di mana Presiden Yudhoyono melakukan inspeksi atas pasukan yang mengenakan seragam merah dan topi beruang.

Tamu Kehormatan

Ratu Elizabeth, 86 tahun bersama suaminya Pangeran Philip kemudian menemani tamunya dengan prosesi kereta negara melewati mal menuju Istana Buckingham, di mana Presiden Indonesia itu akan tinggal selama kunjungan di Inggris.

Sang Ratu, yang pernah mengunjungi Indonesia 33 tahun yang lalu bersama Philip, akan menjadi tuan rumah sebuah pesta mewah kenegaraan untuk menghormati Presiden Yudhoyono pada Rabu malam.

Menteri Luar Negeri William Hague dan Menteri Dalam Negeri Theresa May juga ikut menyambut Presiden Indonesia.


Indonesia Semakin Dianggap Penting

“Selain memiliki ekonomi yang paling berkembang di dunia, Indonesia juga berada di garda depan dalam perubahan politik di Asia,” kata Menteri Luar Negeri Hague di hadapan parlemen Inggris pada hari Selasa.

“Kunjungan ini akan menjadi sebuah kesempatan bagi kita untuk mengembangkan kemitraan yang kuat dan sudah terbentuk selama dekade terakhir.”

Presiden Yudhoyono akan menggelar pembicaraan dengan Perdana Menteri David Cameron pada hari Kamis (1/11) dan menghadiri sebuah pertemuan tingkat tinggi PBB yang akan membahas sebuah strategi tentang bagaimana membangun tujuan pembangunan millennium.

Yudhoyono yang merupakan satu-satunya kepala negara yang dulunya pernah menjadi kepala pengamat militer Indonesia dari angkatan penjaga perdamaian PBB di Bosnia, juga akan memberikan pidato di Royal College of Defence Studies.

Sejumlah perjanjian di bidang perdagangan diharapkan bakal tercapai dalam kunjungan tiga hari, di mana Inggris tertarik untuk mendapatkan akses ke ekonomi Indonesia yang tumbuh cepat dengan pasar besar.


Inggris Ingin Mendekat ke Indonesia

Kunjungan kenegaraan ini adalah bagian dari upaya Inggris untuk memperkuat diplomasinya di Asia Tenggara, dengan Indonesia yang oleh para pejabat Inggris disebut sebagai pemain paling berpengaruh di kawasan.

Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar dunia, Indonesia juga dilihat sebagai sebuah aliansi strategis di dunia Islam.

Seorang sumber di Departemen Luar Negeri Inggris menilai Indonesia adalah sebuah negara yang punya potensi di masa mendatang untuk menjadi tuan rumah bagi kampus luar negeri, sebagaimana di Malaysia, di mana sejumlah kampus Inggris termasuk Nottingham, Southampton dan Newcastle membuka Universitas.

Presiden Yudhoyono adalah satu-satunya kepala negara yang diterima di Inggris tahun ini. Negara itu membatasi kunjungan kenegaraan hanya dua kali setiap tahun.

Disambut Demonstrasi

Jika pemerintah Inggris menerima dengan tangan terbuka, maka berbeda halnya dengan kelompok hak asasi manusia. Kunjungan Presiden Yudhoyono ini diwarnai sebuah aksi demonstrasi.

“Orang Papua Barat dipenjara, disiksa dan dibunuh. Dan yang dilakukan Inggris serta semua Uni Eropa adalah mendukung di belakang (Presiden Yudhoyono-red), mereka melakukannya hanya karena uang,“ kata seorang demonstran bernama Nal Pattinama sambil menangis.

Indonesia kini menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia dan dilihat sebagai salah satu negara paling demokratis di Asia Tenggara, namun kelompok militer masih terus mengontrol dengan ketat Papua, yang menjadi sumber pertambangan dengan cadangan emas terbesar di dunia.

Pemerintah dan militer Indonesia sejak lama dikritik oleh para aktivis atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat, setelah Indonesia mengambil alih provinsi itu pada tahun 1969 lewat sebuah referendum para pemimpin suku yang dikritik penuh kecurangan.

Sejak berpuluh tahun, pemberontakan berskala rendah terjadi di wilayah ujung timur Indonesia tersebut.

Para demonstran, beberapa mengenakan kostum dan topeng Halloween dan wajah yang dicat menyeramkan berkumpul di depan kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street dan mengibarkan poster dengan bercak merah yang menyerukan pembebasan tahanan politik di Papua yang dipenjara karena menuntut merdeka dari Indonesia.

Sementara demonstran lainnya termasuk perwakilan Amnesty International dan LSM asal Indonesia, melambaikan bendera Papua Barat, sebuah tindakan yang yang mereka sebut bisa berakibat penjara 15 tahun di Indonesia.

AB/VLZ (afp)