Penghormatan terakhir terhadap Paus / Hasil Pemilu Zimbabwe / Peran militer di Aceh
5 April 2005Puluhan ribu orang telah menunggu berjam-jam lamanya di Lapangan Santo Petrus untuk terakhir kali melihat jenazah Sri Paus, dan memberikan penghormatan terakhir . Pemakaman Paus akan dihadiri oleh sekitar 200 kepala negara dan kepala pemerintahan , para diplomat, pejabat pemerintahan, wakil gereja, staf Vatikan, wartawan, dan sekitar 2 juta peziarah dari seluruh dunia. Penghormatan yang luar biasa itu oleh harian Perancis Le Monde dikomentari:
Yohanes Paulus II bukan hanya seorang paus namun juga tokoh politik yang luar biasa, yang melintasi perbatasan , guna mengupayakan dialog antaragama. Warga non-Katolik yang kini menunjukkan rasa duka mengenang hal itu. Kepala Gereja Katolik dengan tangan terbuka mendekati orang-orang lain. Kini seluruh dunia mengikuti caranya dan menghormati Yohanes Paulus secara universal.
Sementara suratkabar Dernières Nouvelles yang terbit di Strassburg menyoroti pemberitaan media massa tentang Sri Paus:
Sejak perjuangan Paus melawan maut, penonton TV di seluruh dunia lewat siaran langsung dapat mengikuti kejadian di Vatikan. Tampaknya tidak ada hal yang disembunyikan oleh kamera televisi. Baik Paus di saat-saat terakhir menjelang wafat mau pun prosesi jenazahnya ke Katedral Santo Petrus, di mana dengan jelas diperlihatkan wajah tenang Bapak Suci yang disemayamkan di gereja itu. Peristiwa tsb mengalahkan semua rekor sebelumnya dalam skala televisi internasional. Bahkan televisi Arab pun praktis secara non stop dan secara langsung memberitakan dari Roma. Politik komunikasi ini yang menghapuskan tabu Vatikan, mengantar agama ke zaman globalisasi. Penonton non-Kristen memperoleh kesan, sedang menyaksikan sebuah super-production a la Hollywood, dibumbui dengan rasa haru yang menyayat hati ,yang didemonstrasikan ratusan ribu umat di Lapangan Santo Petrus.
Tema berikutnya: Hasil pemilihan umum di Zimbabwe. Partai Presiden Robert Mugabe, Uni Nasional Afrika Zimbabwe-Front Patriotik (ZANU-PF), kembali memenangkan Pemilu. Mengenai kemenangan Presiden Robert Mugabe, harian Denmark Jyllands-Posten berkomentar:
Pengakuan hasil pemilihan umum di Zimbabwe oleh segelintir pengamat , antara lain dari Afrika Selatan , melengkapi sandiwara politik. Namun tidak mengubah kenyataan bahwa sepersepuluh pemilih ditolak, bahwa para lawan Presiden Robert Mugabe diancam secara sistematis, bahwa distrik-distrik pemilu diubah demi kepentingan partainya Mugabe, dan ratusan ribu nama orang yang sudah meninggal , dicantumkan dalam daftar pemilih. Semua itu dilakukan hanya dengan satu tujuan, yakni memastikan kemenangan yang dituntut oleh Mugabe. Orang merasa kasihan dengan mayoritas warga Zimbabwe yang menderita di bawah rejim otoriter. Yang karena takut tidak berani menentangnya. Memalukan sekali bila dunia diam saja menyaksikan kehancuran salah satu negara terkaya di Afrika menjadi negara paling miskin , dibawah pimpinan yang tidak bertanggung jawab.
Setelah ditariknya pasukan asing dan setelah pulangnya banyak sukarelawan asing, Aceh kembali berada di bawah pengawasan TNI. Berikut ulasan suratkabar Swiss Neue Zürcher Zeitung yang menyoroti peran militer di Aceh:
Tidak jelas, apakah perundingan antara Gerakan Aceh Merdeka GAM dan pemerintah Republik Indonesia akan menghasilkan perdamaian. Namun menurut pengamat yang kritis, militer di Indonesia siap menghadapi kedua kemungkinan. Bila perundingan gagal, TNI akan segera memulai operasi militernya, bila hasilnya positif, akan disabotase dan digagalkan dengan tindakan provokasi. Menurut pengamat, dewasa ini militer di Aceh berposisi lebih kuat daripada pemerintah. Dengan misi kemanusiaannya di pantai barat Aceh, TNI hendak menunjukkan bahwa pihaknya mampu membangun kembali Aceh, dan merupakan faktor penting di propinsi tsb. Namun isyarat dari pemerintah juga jelas, yang hanya dapat menerima otonomi khusus sebagai penyelesaian konflik. Dengan pengiriman kapal perang dan pesawat tempur ke pulau kecil Ambalat sehubungan dengan konflik perbatasan dengan Malaysia, Indonesia mendemonstrasikan kesediaannya untuk menggunakan kekerasan militer , yang juga akan berlaku dalam kasus Aceh.