1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Pengusaha Ungkap Penyebab Harga Beras RI Tertinggi di ASEAN

24 September 2024

Salah satu alasan beras Indonesia mahal karena rantai pasok yang sangat panjang, kata Ketua Umum Perpadi. Panjangnya rantai pasok itu diperparah dengan kesulitan petani mendapatkan kebutuhan pupuk hingga bibit unggul.

Foto petani padi di Bandung, Jawa Barat, 1 Januari 2020
Foto petani padi di Bandung, Jawa Barat, 1 Januari 2020Foto: Timur Matahari/AFP/Getty Images

Bank Dunia (World Bank) sempat mengungkapkan harga beras Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Padahal menurut survei kesejahteraan petani Indonesia masih rendah.

"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN," ungkap Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9) lalu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum (Ketum) Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan salah satu alasan beras Indonesia mahal karena rantai pasok yang sangat panjang.

Panjangnya rantai pasok itu diperparah dengan kesulitan petani mendapatkan kebutuhan pupuk hingga bibit unggul. Hal ini diungkapkan Sutarto saat ditemui di Indonesia International Rice Conference (IIRC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat (20/9).

"Nah saya biasa di lapangan, memang betul panjang (rantai pasok). Jadi dari petani itu, petani yang bekerja 4 bulan sudah mendapatkan pupuknya susah, ya kan, mendapatkan benih yang berkualitas juga susah, sehingga ada yang beli melalui online, online kualitasnya tidak jelas. Yang begini harusnya dikontrol, sehingga produktivitas terganggu," kata dia, dikutip Senin (23/9/2024).

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Selain rantai pasok panjang di sisi produksi, saat pascapanen juga banyak tangan yang akan masuk. Dia mencontohkan banyak makelar yang bertingkat untuk mendistribusikan hasil produksi tersebut.

"Makelar ini misalnya saya penggilingan padi misalnya di Ngawi gitu ya, atau di Jombang. Itu saya punya makelar di Lampung, gitu kan. Nah makelar ini mengkoordinir makelar-makelar yang ada di bawah. Yang di bawah nanti, ini sudah berapa? Ini kan yang menyebabkan kita itu mahal, salah satunya (beras Indonesia termahal di ASEAN)," ungkap dia.

Sutarto menegaskan harga beras Indonesia bukan menjadi yang tertinggi pertama di ASEAN. Menurut dia harga beras tertinggi di atas Indonesia ada Singapura.

"Kalau saingannya dengan ASEAN itu biasanya dengan Filipina, jangan dibandingkan dengan Singapura. Kalau Singapura itu harganya kan pasti tinggi. Mungkin dengan Filipina itu agak imbang, karena kita impor yang terbesar di ASEAN itu kan sekarang ini Indonesia dan Filipina," ucapnya.

Sutarto menyebutkan selain Indonesia, negara-negara di ASEAN juga mulai meningkatkan impor berasnya seperti Malaysia dan Filipina.

"Meskipun Malaysia tahun ini juga impornya termasuk kayak, nggak tau, pokoknya juga karena takut juga. Tidak pernah 1,5 juta ton, sekarang 1,5 juta ton. Biasanya hanya sekitar 1 juta lebih. Filipina sekarang juga impornya 3 jutaan. Itu juga luar biasa gitu," tuturnya.

"Nah Indonesia, nampaknya tahun ini akan menjadi 3,7, akan hebat juga gitu kan," pungkasnya.

Bank Dunia prediksi produksi beras RI turun di 2030

Bank Dunia (World Bank) juga memprediksi produksi beras Indonesia akan mengalami penurunan pada 2030. Penurunan ini terjadi karena cuaca panas ekstrem.

"Ini adalah tantangan yang dapat mengurangi hasil panen beras di Indonesia sebesar 0,72% pada tahun 2030," kata Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024).

Carolyn mengungkapkan saat cuaca panas juga meningkatkan serangan hama dan penyakit. Tak hanya itu dipastikan kekeringan juga terjadi.

"Kami berpikir bahwa penting untuk terus menahan tekanan harga beras," ucapnya.

Carolyn mengkritik juga kurangnya anggaran untuk sektor pertanian di Indonesia. Dia menyebut saat ini pengeluaran Indonesia untuk pertanian tidak begitu meningkatkan produktivitas lahan pertanian.

"Telah terjadi pengeluaran besar untuk pupuk dan beberapa subsidi lainnya, tetapi tidak menghasilkan pertumbuhan produktivitas seperti yang kita harapkan. Pada saat yang sama, tentu saja, ada anggaran terbatas di sektor pertanian dan jika menghabiskan banyak uang untuk satu hal, misalnya pupuk, Anda memiliki lebih sedikit uang untuk dibelanjakan untuk hal lain," ungkapnya.

Menurut dia, seharusnya Indonesia bisa menggunakan anggaran pertanian untuk investasi lebih kepada penelitian dan pengembangan pertanian.

"Pengeluaran besar untuk satu elemen, pupuk, bisa didorong untuk kepentingan pertumbuhan produktivitas di sektor pertanian, termasuk investasi dalam penelitian dan pengembangan pertanian, dan penyuluhan, yang biasanya memiliki nilai tambah yang cukup tinggi," pungkasnya. (gtp/gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Paling Tinggi di ASEAN

Bank Dunia Prediksi Produksi Beras RI Turun di 2030

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait