Pengusiran Warga Afganistan Sulitkan Daur Ulang di Pakistan
S. Khan (Islamabad)
29 Desember 2023
Deportasi pengungsi Afganistan berdampak besar pada industri daur ulang dan plastik di Pakistan, yang sangat bergantung pada pekerja Afganistan.
Iklan
Bisnis daur ulang dari Raja Mohammed Akhtar Khan yang sedang booming terhenti beberapa minggu lalu. Usahanya punya omset 1 juta rupee Pakistan (sekitar USD3540) setiap bulannya, namun eksodus pengungsi Afganistan dari Pakistan dalam beberapa minggu terakhir memberikan pukulan telak bagi bisnisnya.
Dia telah berkecimpung dalam bisnis daur ulang selama lebih dari 22 tahun. Khan mengatakan pengungsi Afganistan di Pakistan adalah pekerja keras. Banyak dari mereka juga memulai beberapa bisnis di kotanya.
"Pengungsi Afganistan di daerah saya mengumpulkan sekitar 200 kilogram plastiksetiap hari dan mengirimkannya ke toko saya,” kata Khan kepada DW. "Sekarang saya hanya menerima pasokan 35 kilogram plastik setiap hari, yang berdampak buruk pada bisnis saya – menyebabkan saya mengalami kerugian hampir 700.000 rupee per bulan,” ujarnya. "Bukan hanya saya yang menderita, sekitar 200 toko di wilayah saya mengalami situasi yang sama.”
Sejak pertengahan September 2023, pihak berwenang Pakistan telah mendeportasi sekitar 20.000 warga Afganistan ke negara asal mereka. Ancaman penahanan dan deportasi telah memaksa 355.000 warga Afganistan lainnya keluar dari negara itu, menurut Human Rights Watch.
Kebijakan itu kini berdampak buruk pada industri daur ulang plastik, yang sangat bergantung pada pekerja Afganistan. Pakistan menghasilkan sekitar 49,6 juta ton limbah padat per tahun, sekitar 9% di antaranya terdiri dari plastik.
Pakistan: Up to 1.7 million Afghans face expulsion
03:07
Industri daur ulang dalam kekacauan?
Waleed Hameed, direktur perusahaan Five Star Polymer Private Limited, sebuah pabrik daur ulang di Lahore, mengatakan kepada DW bahwa beberapa pabrik daur ulang sangat bergantung pada pekerja Afganistan. Sejak keputusan pemerintah untuk mendeportasi pengungsi Afganistan, katanya, pengumpulan plastik telah turun sebesar 43% dan produksi poliester sebesar 50%. Biaya tenaga kerja juga meningkat, sehingga menyulitkan industri daur ulang untuk bertahan. "Jika situasi yang sama terus berlanjut, maka industri ini kemungkinan akan menderita kerugian finansial yang besar,” katanya.
Iklan
Seorang inspektur dari Capital Development Authority di Islamabad, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan daur ulang sampah di Pakistan menjadi sangat sulit sejak deportasi pengungsi Afganistan dimulai. "Dengan keterbatasan sumber daya manusia, kami sama sekali tidak mungkin melakukan penyortiran seperti itu,” katanya.
Para pemerhati lingkungan telah memperingatkan bahwa melemahnya industri daur ulang di Pakistan dapat memperburuk degradasi lingkungan.
Konferensi "Eco-Islam" di Karachi: Bersama Berbagi Gagasan Perlindungan Lingkungan
Setelah Jakarta, giliran Karachi, Pakistan. yang disambangi DW untuk perhelatan konferensi "Eco-Islam". Para pemuka agama mengembangkan ide-ide segar bagaimana umat beragama mampu menjaga kelestarian alam.
Foto: DW
Kehadiran Media di konferensi “Eco Islam“
Di Karachi, konferensi “Eco-Islam“ yang diselenggarakan di bawah slogan "Mengasihi Manusia – Mengasihi Alam" berada di bawah proyek DW Mukalama. Seminar ini bekerja sama dengan organisasi lokal T2F dan PeaceNiche. Para ilmuwan, cendekiawan agama dan aktivis bertukar pandangan dan pengalaman dengan para peserta. Perwakilan media lokal juga hadir untuk meliput acara ini.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Peter Limbourg, Direktur Jenderal DW
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg menyambut para peserta konferensi dan menekankan bahwa DW ingin membantu orang-orang dari latar budaya, agama dan negara yang berbeda untuk terlibat dalam dialog dan untuk bertukar pandangan tentang isu-isu perdamaian dan lingkungan.
Foto: DW
Debarati Guha, Direktur DW Asia
Direktur Departemen Asia DW Debarati Guha mengatakan tidak hanya Pakistan yang menghadapi masalah lingkungan tetapi juga negara-negara lain di kawasan itu. Dia menekankan pentingnya perlindungan lingkungan dilakukan berbagai pihak. Konferensi "Eco Islam" ketiga DW akan berlangsung di Dhaka Bangladesh, demikina diumumkan Debarati Guha.
Foto: DW
Murtaza Wahab (tengah), Penasihat Lingkungan untuk Kepala Menteri Provinsi Sindh dan Saeed Ghani (kanan), Menteri Informasi Provinsi Sindh
Menteri Informasi Provinsi Sindh, Saeed Ghani (kanan di gambar) dan Penasihat Kepala Menteri Provinsi untuk lingkungan di provinsi yang sama, Murtaza Wahab (tengah) juga diundang ke konferensi. Peserta konferensi menanyakan program pemerintah untuk menyelesaikan masalah air, limbah, dan lingkungan di Karachi. Mereka mengakui bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan.
Foto: DW
Tofiq Pasha Mooraj, pakar lingkungan
Ahli lingkungan, Tofiq Pasha Mooraj menjelaskan masalah pasokan air di kota-kota Pakistan dan masalah pengelolaan air. Menurutnya jutaan liter air terbuang sia-sia setiap hari, meski air semakin hari semakin sedikit. Dia memperingatkan hari ketika "orang-orang kehabisan air".
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Mohsin Naqvi, Cendikia muslim
Akademisi Dr. Mohsin Naqvi mengutip pernyataan dari Al-Qur'an yang menyatakan bahwa muslim yang taat tidak boleh melukai diri mereka sendiri maupun terhadap lingkungan.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Muhammad Akmal, perwakilan Universitas Agrikultur Khyber Pashtunkhwa
Muhammad Akmal dari Universitas Khyber Pashtunkhwa, Pakistan berbicara tentang perubahan iklim di negaranya. Dia mengutip angka-angka dan penelitian yang menunjukkan bahwa musim panas dan musim dingin di Pakistan jadi semakin ekstrem setiap tahunnya.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Waqal Yousuf Azeemi, Editor Roohani Digest
Waqal Yousuf Azeemi, penerbit Roohani Digest menyebut bumi sebagai seorang ibu. Menurutnya, setiap agama meminta umat untuk menghormati ibu mereka.
Foto: DW
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah, berbicara tentang masalah sampah kota di ‘megacity’. Dia menyerukan pengelolaan limbah yang lebih baik dan arti pentingnya dalam lebih banyak melakukan aksi daur ulang. Menurutnya, ada banyak cara untuk mengelola sampah secara ekologis dan ekonomis yang lebih baik daripada yang sudah dikerjakan sekarang.
Foto: DW
Afia Salam, jurnalis dan penasihat untuk Forum Nasional untuk Lingkungan dan Kesehatan Pakistan
Afia Salam, seorang jurnalis dan penasihat Forum Nasional Lingkungan dan Kesehatan di Pakistan, mendesak semua orang untuk tidak memperlakukan Bumi sebagai milik mereka sendiri, tetapi untuk melihat dan melindunginya sebagai warisan bagi generasi mendatang.
Foto: DW
Raj Kumar, aktivis sosial
Raj Kumar, aktivis perdamaian dan sosial, menjelaskan bagaimana pengelolaan air yang lebih baik dapat mengubah kehidupan di daerah-daerah terpencil. Dia memberi contoh kota asalnya, Tharparkar, di mana ia bekerja untuk membangun kesadaran warga akan apa yang dapat mereka lakukan sendiri untuk menyelesaikan masalah lingkungan.
Foto: DW
Peter Jacob, pekerja profesional hak asasi manusia
Peter Jacob, aktivis HAM berbicara tentang bagaimana agama Kristen dan agama lain berbagi ajaran yang berhubungan dengan perdamaian yang sama dan bahwa semua agama mengajarkan untuk tidak melukai orang dan tidak merusak lingkungan.
Foto: DW
Prof. Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi
Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi, menyajikan contoh-contoh puisi Sufi yang membahas topik-topik tentang lingkungan.
Foto: DW
Dr. Ammar Khan Nasir, akademisi
Ammar Khan Nasir, seorang akademisi menyerukan lebih banyak kontak antara Timur dan Barat untuk mengelola masalah lingkungan bersama secara lebih baik.
Foto: DW
Aprida Sondang, Wahid Foundation
Aprida Sondang dari Wahid Foundation Indonesia menyajikan hasil laporan konferensi “Eco Islam” sebelumnya di Jakarta dan bagaimana kontribusinya untuk meningkatkan kesadaran warga tentang pentingnya topik ini.
Foto: DW
Muhammad Mustafa, pengasuh Pondok pesantren Annuqayah
Muhammad Mustafa, seorang pengasuh pondok pesantren di Madura melaporkan tentang proyek-proyek lokal di mana perempuan setempat bekerja meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan, termasuk pengembangan tanaman herbal lokal. (Ed: Ahmad Wali Achakzai /ap/rzn)
Foto: DW
16 foto1 | 16
Kekurangan tenaga kerja yang 'parah'
Aktivis lingkungan hidup Afia Salam mengatakan kepada DW bahwa daur ulang plastik mulai mendapat perhatian dunia usaha, namun deportasi pengungsi Afganistan menimbulkan dampak negatif. "Dampak langsungnya sudah terlihat, dengan menurunnya produksi dan berkurangnya pasokan botol plastik", katanya, seraya menambahkan, hal ini kemungkinan akan berlanjut selama beberapa waktu sebelum kekosongan tersebut dapat diisi oleh buruh Pakistan.
Namun Muhammad Saad Saleem, pakar pembangunan berkelanjutan yang berbasis di Islamabad, yakin akan sangat sulit bagi buruh Pakistan mengisi kekosongan ini. "Ini adalah pekerjaan yang sangat padat karya, terutama di Punjab,” kata Saleem. Dia juga berpendapat Pakistan akan mengalami kekurangan tenaga kerja yang parah di sektor ini dalam beberapa bulan mendatang.
Waleed Hameed mengatakan, perusahaannya mendaur ulang lebih dari 18.000 metrik ton botol plastil tahun lalu. "Tetapi saya tidak yakin, apakah kita akan mampu mendaur ulang jumlah yang sama tahun depan setelah deportasi ratusan ribu pekerja Afganistan,” katanya.
(hp/as)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!