1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Pentingnya Meningkatkan Imunitas Tubuh dengan Vitamin

11 Mei 2020

Sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baik sangat penting dalam memerangi COVID-19. Dalam rangka mempertahankan diri dari virus, tubuh seharusnya membutuhkan vitamin dan nutrisi lain yang cukup.

Ikon gambar lemon, limau, vitamin C.
Foto: picture-alliance/ImageBroker/E. Bömsch

Pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Itulah beberapa peraturan yang kini berlaku di seluruh dunia. Banyak yang mengira bahwa tidak banyak yang bisa kita lakukan lagi, kecuali menunggu obat yang efektif melawan COVID-19 berhasil dikembangkan. Benarkah seperti itu? Rasanya tidak juga.

Ada satu hal lain yang kini menjadi lebih penting dari sebelumnya, dan seharusnya menjadi sama pentingnya dengan kebersihan tangan. Sesuatu yang jarang dikemukakan dalam debat publik atau dalam katalog rekomendasi pemerintah, yaitu sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baik.

Ahli biokimia Adrian Gombart, yang tengah meneliti relevansi nutrisi dengan sistem kekebalan tubuh di Linus Pauling Institute, Oregon State University, ingin mengubah situasi ini. Bersama rekan-rekannya, ia mulai membuat sebuah makalah ulasan yang merangkum hasil studi tentang beragam nutrisi dan pengaruhnya terhadap sistem kekebalan tubuh manusia.

Tidak berfungsi tanpa vitamin

“Langkah-langkah yang diambil (untuk mencegah virus corona) semuanya penting. Tetapi penting juga bagi kita memperhatikan status gizi kita sehingga sistem kekebalan tubuh kita bisa berfungsi dengan baik,” kata Gombart. Ini sangat penting dalam masa-masa penuh tekanan seperti sekarang, ketika kita cenderung menghibur diri dengan junk food, katanya. Pada akhirnya, bagaimana mendapatkan nutrisi yang cukup telah melenceng dari fokus perhatian kita saat ini.

Dalam kasus terburuk, kekurangan nutrisi dapat membuka pintu bagi virus karena ketidakmampuan tubuh mempertahankan diri. Bagi orang-orang yang termasuk dalam kelompok risiko, bahaya terkena penyakit yang lebih parah pun menjadi sangat tinggi.

Pada dasarnya ini adalah biokimia sederhana: “Setiap sel dalam tubuh kita menggunakan beragam mikronutrien untuk berfungsi,” kata Gombart. Mikronutrien tersebut di antaranya, vitamin, mineral, dan asam lemak omega.

Berbeda dengan makronutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein, mikronutrien tidak menyediakan energi bagi tubuh, tetapi mereka tetap penting untuk fungsi dasar suatu organisme – tidak hanya untuk metabolisme sel, tetapi juga untuk sistem pertahanan tubuh.

Berpegangan garis pertahanan melawan virus

Penelitian Adrian Gombart berfokus terutama pada vitamin D. “Beberapa tahun lalu, kami menemukan bahwa vitamin D mengatur ekspresi gen yang mengkode peptida antimikroba,” ujarnya. Peptida semacam itu terlibat dalam mekanisme pertahanan non-spesifik tubuh. “Vitamin D juga terlibat dalam pengaturan gen terkait kekebalan lainnya,” tambah Gombart.

Di sisi lain, kekurangan vitamin D dapat meninggalkan celah pada pertahanan tubuh kita, sehingga virus menjadi lebih mudah untuk masuk.

Tetapi dalam skenario terbaik, manusia dapat melakukan banyak hal untuk mempertahankan diri. Kuman yang menyusup ke dalam tubuh pertama-tama harus melewati kulit dan selaput lendir. Jika kuman berhasil mengatasi garis pertahanan pertama ini, tubuh bereaksi terhadap kuman tersebut dengan fagosit, protein antimikroba, dan peradangan. Ini adalah beberapa proses yang termasuk dalam mekanisme pertahanan non-spesifik tubuh. Tetapi, jika pertahanan umum semacam ini tidak juga berhasil, maka segala sesuatunya harus menjadi lebih spesifik.

SARS-CoV-2 hanya dapat dilawan dengan sebuah respon imun yang sangat spesifik. Limfosit mendeteksi mikroorganisme asing dan molekul asing di dalam tubuh, seperti halnya virus. Limfosit kemudian dapat menghasilkan antibodi dan menggunakannya melawan virus seperti layaknya penembak jitu.

Vitamin C versus patogen

Proses-proses ini dapat berfungsi dengan baik hanya jika tubuh dilengkapi dengan baik juga, seperti misalnya dengan vitamin C. “Vitamin C diperlukan, antara lain, untuk membentuk spesies oksigen reaktif, yang juga dikenal sebagai radikal oksigen. Radikal ini adalah senjata lain dari tubuh dalam melawan patogen,” kata Gombart. Vitamin C juga terlibat dalam produksi antibodi, yang tanpanya tubuh tidak dapat mengendalikan COVID-19.

Vitamin C dosis tinggi digunakan untuk mengobati pasien COVID-19 yang menjalani perawatan medis intensif, kata Isabelle Schiffer.

Schiffer adalah ahli genetika dan gerontologi yang juga merupakan juru bicara ilmiah dari Forever Healthy Foundation. Ketika tidak ada pandemi, Schiffer dan rekan-rekannya meneliti tentang bagaimana orang bisa menjadi sesehat mungkin seiring bertambahnya usia.

Rekomendasi mereka didasarkan pada temuan dari berbagi disiplin ilmu.

Naturopati dari sudut pandang ilmiah

Pendekatan holistik oleh Schiffer itu juga termasuk naturopati. Dalam rangka “memberikan kontribusi” selama krisis virus corona, menurut Schiffer, tim Forever Healthy berangkat mencari tanaman obat yang keefektifannya telah dikonfirmasi dalam studi klinis.

“Kami telah menemukan bahwa ada sangat sedikit pengetahuan perihal zat tanaman yang mungkin berpotensi membantu mengurangi gejala atau jalannya infeksi,” kata Schiffer. Menurutnya, penting menekankan bahwa naturopati tidak dapat menggantikan obat konvensional, tetapi justru dapat melengkapinya.

“Banyak orang setelah mendengar istilah ‘naturopati’ langsung memiliki gambaran dalam benaknya bahwa ada penyembuh ajaib yang ingin menyembuhkan kanker. Hal itu, tentu saja tidak bisa dilakukan naturopati,” kata Schiffer. Ini lebih kepada bagaimana memperkuat sistem kekebalan tubuh, tambahnya.

Schiffer dan rekan-rekannya telah mengidentifikasi elderberry sebagai salah satu zat tanaman yang mungkin dapat membantu melawan COVID-19. “Studi klinis menunjukkan bahwa ekstrak elderberry mampu mengurangi kemungkinan pasien masuk angin, dan mempersingkat durasi masalah pernapasan pada pasien influenza,” kata Schiffer.

Makanan atau suplemen makanan?

Efek positif dari elderberry bukan berarti tanaman tersebut ‘ajaib’ tapi justru ada hubungannya dengan biokimia, bahwa tanaman tersebut mengandung banyak vitamin dan elemen pelacak. Baik Isabelle Schiffer dan Adrian Gombart percaya bahwa saat ini sangat disarankan untuk meningkatkan dosis vitamin dan mikronutrien lainnya dengan bantuan suplemen. Secara khusus, kebanyakan orang kekurangan asupan vitamin D.

Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (BfR) tidak sependapat dengan Schiffer dan Gombart tentang kemanjuran dari suplemen. “Pada prinsipnya, diet seimbang dan bervariasi lah yang memberi semua zat penting bagi tubuh,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Namun, lembaga itu mengakui ada pengecualian untuk aturan ini: Bahwa selama kehamilan dan menyusui, kebutuhan akan nutrisi harus ditingkatkan. Orang lanjut usia, yang merupakan kelompok risiko teratas dalam situasi saat ini, juga disebutkan cenderung tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. 

Ada banyak yang menyarankan bahwa pertanyaan tentang sistem kekebalan tubuh yang berfungsi baik, layak mendapat prioritas yang lebih tinggi dalam debat politik tentang kesehatan masyarakat. Makan sehat tidak harus menjadi gaya hidup tetapi sebuah tindakan untuk pencegahan penyakit. Sama halnya seperti mencuci tangan secara menyeluruh. (gtp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait