1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mempromosikan Budaya Indonesia di Jerman

Anggatira Gollmer
1 Juni 2019

Rumah Budaya Indonesia adalah salah satu alamat utama bagi masyarakat Berlin yang ingin berkenalan dengan budaya Indonesia. Birgit Steffan yang sudah 20 tahun bekerja untuk KBRI mengelola institusi ini.

Birgit Steffan
Foto: DW/A.Gollmer

"Yang paling memikat hati saya adalah orang-orang di Indonesia. Saya senang dengan sifat ramah orang-orangnya dan bahwa segala hal dilihat dengan humor, bahwa orang-orang banyak tertawa. Dalam hal ini saya juga belajar banyak dari Indonesia,” ujar Birgit Steffan, koordinator Rumah Budaya Indonesia di Berlin.

Perjumpaan dengan Indonesia terjadi di awal masa kuliahnya tahun 1991 silam. Ketika itu Birgit ingin mencari pengalaman di Asia Tenggara. Atas saran seorang teman, ia pergi ke Bandung untuk magang di Goethe Institut. Sejak itu hidup perempuan kelahiran selatan Jerman ini selalu terhubung dengan Indonesia.

Di penghujung masa kuliahnya, Birgit yang mengambil jurusan musik di Universitas Bonn, Jerman mendapat beasiswa Darmasiswa untuk belajar karawitan dan gamelan di Jogjakarta dan Denpasar selama satu tahun. Selesai kuliah, Birgit ingin menulis tesis mengenai pengaruh gamelan terhadap musik barat dan sering mencari informasi di perpustakaan KBRI Jerman, yang dulu masih berlokasi di Bonn.

Mulai bekerja di KBRI

Pada  tahun 1997 atase kebudayaan ingin mempunyai anggota staf orang Jerman yang bisa berbahasa Indonesia. Berbekal pengalamannya dan ketertarikannya atas Indonesia, Birgit melamar dan berhasil mendapatkan pekerjaannya di sana. "Saya senang pekerjaan ini karena bisa mengorganisisasikan berbagai acara budaya dan dalam waktu bersamaan menyebarkan pengetahuan dan antusiasme saya terkait Indonesia,” tutur Birgit.

Di KBRI, Birgit juga semakin mempelajari Bahasa Indonesia karena ia sering harus menerjemahkan percakapan atau teks, sering kali secara simultan. Sampai sekarang, Birgit setiap hari menggunakan Bahasa Indonesia. Kecuali di akhir pekan, ketika ia sedang tidak bekerja, akunya sambil tertawa.

Membangun Wisma Jerman di Surabaya

Pada tahun 2011, Birgit mengambil jeda dari pekerjaan di KBRI dan pergi ke Surabaya sebagai tenaga ahli dari organisasi kerjasama internasional pemerintah Jerman GIZ. Bersama-sama dengan Goethe Institut dan Kamar Dagang Indonesia-Jerman EKONID, ia bertugas untuk menghidupkan sebuah yayasan kebudayaan di ibu kota Jawa Timur, yang waktu itu sudah terancam mungkin akan ditutup.

Di masa penugasan Birgit, yayasan ini mendapat format baru dengan fokus di bidang kebudayaan, pendidikan dan ekonomi, dan akhirnya menjadi sangat maju. Sekarang Wisma Jerman, yang ide namanya datang dari Birgit, menawarkan kursus Bahasa Jerman bagi orang-orang Indonesia serta loka karya atau pelatihan bagi pegawai-pegawai perusahaan-perusahaan Jerman yang berada di Surabaya. Mereka tidak lagi harus jauh-jauh ke Jakarta untuk hal ini. Acara budaya pun tentu tidak ketinggalan: Wisma Jerman menyelenggarakan Oktoberfest setiap tahunnya.

Ibu dari satu anak ini sangat bangga atas prestasi membangun Wisma Jerman. Dan walaupun diakui cuacanya agak terlalu panas untuknya, Birgit sangat senang tinggal di Surabaya. "Saya ingat, kalau dulu ada masalah di kantor, saya kesal. Di jalan pulang saya masih harus belanja dan petugas kasirnya selalu ramah. Saya selalu berpikir, karena inilah saya senang di sini karena orang-orangnya ramah sekali. Setelah itu semuanya menjadi lebih baik,” kenang Birgit. "Senyuman atau perbuatan baik antar manusia bisa menghapus banyak pengalaman buruk.”

Tantangan komunikasi antar budaya

Tetapi kadang sifat ramah orang Indonesia juga bisa membingungkan bagi Birgit. "Jika mereka tidak suka dengan sesuatu, orang Jerman mengungkapkannya secara langsung . Lalu kami akan membahasnya dan jika beruntung, kami akan mencapai level yang sama (saling mengerti).” jelasnya.

"Ketika saya bekerja di Indonesia, saya kadang merasa, ada sesuatu yang salah. Tetapi tidak ada yang bilang apa-apa ke saya. Semua ramah ke saya tetapi saya tetap merasa sebenarnya ada yang salah, tapi saya tidak tahu pasti,” lanjut Birgit.

Untungnya di sana ia kerap dibantu oleh seorang rekan kerjanya yang berdarah campuran Belanda-Indonesia. Baginya sangat penting mempunyai seorang yang bisa dipercayai, yang kenal baik dengan dua budaya dan bisa memberi nasihat apa yang harus dilakukan.

Memperkalkan budaya Indonesia kepada masayarakat Jerman

Sekembalinya di Jerman, Birgit kembali bekerja di KBRI selama satu tahun, sampai Rumah Budaya Indonesia, yang sempat ditutup, kembali dibuka di sebuah lokasi baru. Sejak akhir 2017, perempuan yang senang dengan segala manisan Indonesia ini bekerja di Rumah Budaya Indonesia sebagai koordinator.

Birgit bertanggung jawab atas perencanaan tahunan dan bersama timnya, ia memastikan, bahwa Rumah Budaya Indonesia selalu hidup dengan berbagai acara. Secara berkala di sini diadakan acara Temu Sastra dengan sastrawan dari Indonesia dan Sarasehan dengan berbagai pakar Indonesia yang berbagi ilmunya tentang beragam topik. Musik tradisional juga merupakan bagian besar dari program Rumah Budaya Indonesia: Berbagai kelompok gamelan, angklung atau keroncong latihan dan mengadakan pertunjukan di sini. Kursus bahasa dan perpusatakaan juga tidak ketinggalan di program Rumah Budaya.

Birgit sangat menyenangi acara-acara yang melibatkan kerjasama, seperti jika orang Indonesia dan orang Jerman mengembangkan sesuatu yang baru atau jika seni klasik bertemu seni kontemporer, seperti ketika pemain wayang Agus Bimo Prayitno menampilkan seni wayang modern hasil garapannya dengan sejumlah seniman lain. Salah satu impian Birgit adalah untuk menyelenggarakan sebuah konser jazz Indonesia di Rumah Budaya suatu saat nanti.

Ketika ditanya, mengapa ia senang menyebarkan kebudayaan Indonesia, wanita berusia 55 tahun ini mengatakan, karena orang Jerman bisa belajar banyak dari Indonesia. "Bisa belajar lebih santai,” kata Birgit, disambung tawa. "Indonesia juga merupakan tujuan wisata yang hebat. Ada kebudayaan yang luar biasa menarik yang bisa ditemukan di berbagai pulau. Ini adalah sebuah kekayaan yang jarang ditemukan di tempat lain di dunia,” paparnya lebih lanjut.

 

(ck/ap)