1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Harga Minyak Melonjak Akibat Serangan Kilang Minyak Saudi

16 September 2019

Produksi minyak Kerajaan Saudi anjlok 5,7 juta barel satu hari pasca serangan drone terhadap dua fasilitas produksi minyak Aramco, Sabtu (14/09). Riyadh dan Washington salahkan Iran, harga minyak pun diprediksi naik.

Saudi-Arabien Drohnenangriffe
Foto: picture-alliance/AP Photo/Al-Arabiya

Harga minyak global diprediksi akan meningkat tajam setelah serangan dua kilang produksi minyak Arab Saudi pada Sabtu (14/09). Penyerangan ini mengakibatkan terpangkasnya produksi minyak Saudi lebih dari setengahnya, berdasarkan perkiraan pengamat energi. 

Aliansi Iran, Kelompok Houthi, yang berperang melawan koalisi pemimpin Saudi di Yaman, mengklaim bertanggung jawab atas "operasi skala besar melibatkan 10 pesawat nirawak" yang menyerang kilang Abqaiq dan Khurais, dua fasilitas produksi minyak yang dikelola perusaan milik kerajaan Saudi, Aramco.

"Setiap serangan terhadap Arab Saudi tentu saja bertujuan untuk mengguncang pasar minyak karena mereka saat ini memegang mayoritas pasokan minyak mentah," ujar Bernadette Johnson, wakil presiden intelijen pemasaran sebuah konsultan energi, Enverus.

Dia menambahkan, pemangkasan produksi akan berlangsung lama, "Kita akan melihat melonjaknya harga hingga kondisi kilang normal."

Stasiun televisi ekonomi dan bisnis, CNBC, mengutip beberapa analis energi yang mengatakan harga minyak dapat segera melonjak $5 - $10 (sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta rupiah) ketika pasar dibuka Minggu malam waktu Amerika, sementara analis lainnya memprediksi kenaikan harga menjadi $100 atau €90 (sekitar 1,4 juta rupiah) per barel. Jumat (13/09), minyak mentah Brent terakhir diperdagangkan di harga $60,22 (sekitar 850 ribu rupiah) per barel.

Serangan Sabtu lalu tidak menimbulkan korban tetapi menyebabkan berhentinya proses produksi di kedua kilang, di mana terdapat kerusakan berat akibat ledakan besar yang dipicu dari pesawat nirawak.

Baca juga: Arab Saudi: 'Serangan Sabotase' Rusak Kapal Tanker Minyak

Pengurangan produksi

Penghentian produksi menyebabkan eksportir minyak terbesar di dunia ini memangkas produksi minyak dan gas sebanyak 5,7 juta barel minyak dan 2 miliar kaki kubik gas per hari.

"Kilang Abqaiq mungkin adalah fasilitas paling krusial bagi pasokan minyak dunia," terang Jason Bordoff, pendiri Pusat Kebijakan Energi Global Universitas Columbia, New York.

Bordoff juga memprediksi melonjaknya harga minyak sebagai respon atas serangan tersebut, dan mengatakan jika pemangkasan produksi akan berlangsung lama. Beberapa negara pun perlu menggunakan cadangan darurat minyak mereka.

Dua kilang minyak Saudi Aramco terbakar.Foto: Reuters

Namun International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional, yang berbasis di Paris, mengutarakan dampak pemangkasan produksi terbilang kecil, yakni 5 persen dari pasokan minyak dunia.

Stok cukup

"Untuk saat ini, pasar masih dipasok dengan stok komersial yang cukup," jelas IEA dalam pernyataannya, Sabtu (14/09).

Aramco mengatakan membutuhkan waktu 48 jam untuk melakukan evaluasi kapan produksi minyak dapat kembali normal.

Riyadh dan Washington dengan cepat mengklaim Iran atas serangan drone tersebut. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, bersikeras tidak menemukan bukti penyerangan yang dilakukan oleh Yaman.

Lokasi Kilang Abqaiq dan Khurais milik Aramco.

Kepala diplomat Washington bahkan menyebut insiden ini sebagai "serangan pasokan energi dunia yang belum pernah terjadi."

Kecamannya ini menimbulkan keraguan akan ekspektasi pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan Presiden Iran Hassan Rouhani di Sidang Majelis Umum PBB mendatang, yang diharapkan mampu menurunkan tensi kedua negara dalam beberapa bulan terakhir.

Sumpah Riyadh

Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, menegaskan bahwa "keinginan dan komitmen Saudi sangatlah kuat untuk menggagalkan berbagai agresi teroris semacam ini, dengan apapun konsekuensinya," berdasarkan pernyataan yang dilansir dari kantor berita Saudi.

Kelompok Houthi telah melakukan serangkaian serangan rudal lintas perbatasan dan serangan drone dengan target pangkalan udara Saudi dan fasilitas-fasilitas negara lainnya sebagai bentuk pembalasan pemboman yang selama ini dilakukan pemimpin Riyadh di area mereka di Yaman.

Bulan lalu, Kelompok Houthi juga mengklaim bertanggung jawab atas serangan di fasilitas likuifaksi gas alam Aramco, di Shaybah.

Drone juga menyerang dua stasiun pompa minyak di jalur pipa utama timur-barat Arab Saudi pada bulan Mei lalu yang menyebabkan kedua stasiun ditutup selama beberapa hari.

rap/na (AFP, AP, dpa, Reuters)