Polisi Turki menyisir sebuah hutan kota di Istanbul sebagai bagian penyelidikan atas hilangnya wartawan Arab Saudi Jamal Khashoggi, media setempat melaporkan hari Jumat (19/10).
Iklan
Media pro-pemerintah di Turki memberitakan, para penyelidik memeriksa sebuah hutan kota Istanbul dalam upaya mengungkap nasib Jamal Khashoggi.
Khashoggi adalah seorang wartawan Arab Saudi yang lari ke AS dan menjadi kontributor Washington Post. Dia sering mengkritisi kebijakan Arab Saudi dan Putra Mahkota Pangeran Salman. Dia dinyatakan hilang sejak 2 Oktober lalu setelah mendatangai konsulat Arab Saudi di Istanbul untuk keperluan administratif.
Turki mengatakan, Jamal Khashoggi telah dibunuh di konsulat Istanbul oleh tim komando yang datang khusus dari Arab Saudi dan berangkat lagi meninggalkan Turki pada 2 Oktober. Menurut kepolisian Turki, tim komando itu terdiri dari 15 orang, termasuk ahli forensik dan pengawal pribadi Pangeran Salman. Pemerintah Arab Saudi menolak keras tuduhan itu.
Trump: Khashoggi sudah mati
Presiden AS Donald Trump hari Kamis (18/10) mengatakan, dia sekarang percaya bahwa Khashoggi telah mati.
Sejak Kamis kemarin, para penyidik Turki melakukan pencarian di Hutan Beograd di sisi Eropa kota Istanbul, kata harian Turki Cumhuriyet dan penyiar NTV.
Hutan dengan area yang cukup luas itu agak terpencil, bahkan penduduk setempat sering tersesat di dalam hutan. Hutan itu berjarak hampir 15 kilometer dari konsulat Saudi.
Daerah hutan itu menjadi target penyelidikan setelah polisi memusatkan perhatian pada kendaraan yang meninggalkan gedung konsulat pada hari Khashoggi menghilang, kata televisi NTV. Setidaknya satu kendaraan diduga telah pergi ke hutan.
Rumah konsul Arab Saudi digeledah
Polisi Turki minggu ini melakukan penggeledahan selama sembilan jam di rumah konsul jenderal Arab Saudi di Istanbul (foto artikel). Konsul Mohammed al-Otaibi dilberitakan sudah meninggalkan Istanbul menuju Riyadh hari Selasa (16/10).
Harian Sabah yang pro pemerintah hari Jumat menerbitkan gambar-gambar baru hasil rekaman CCTV yang menunjukkan beberapa anggota tim komando Saudi tiba di Istanbul tanggal 1 Oktober. Sebelumnya, media lokal mengatakan tim komando Saudi datang dengan dua pesawat pribadi pada hari Khashoggi menghilang. Mereka kemudian kembali ke Riyadh melalui Mesir dan Dubai.
Rekaman CCTV juga menunjukkan seroang yang diidentifikasi sebagai Maher Abdulaziz Mutreb, yang disebut-sebut sebagai pengawal pribadi Pangeran Salman, terlihat memasuki konsulat Arab Saudi di Istanbul, 2 Oktober 2018, sebelum jurnalis Jamal Khashoggi datang ke konsulat itu. Rekaman CCTV lain menunjukkan Mutreb sedang meninggalkan rumah konsul Arab Saudi yang terletak tidak jauh dari gedung konsulat.
Bayang-bayang Gelap Raja Salman
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)