1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBangladesh

Peraih Nobel Perdamaian Muhammad Yunus Terancam Dipenjara

1 Januari 2024

Peraih nobel perdamaian Bangladesh, Muhammad Yunus, terancam hukuman enam bulan penjara. Pengadilan akan memutuskan hari Senin (1/1) kasus hukum perburuhan, yang digambarkan para pendukungnya bermotif politik.

Muhammad Yunus diapit pengacaranya menuju pengadilan di Dhaka, November 2023
Muhammad Yunus diapit pengacaranya menuju pengadilan di Dhaka, November 2023Foto: Rehman Asad/AFP

Muhammad Yunus, 83 tahun, dipuji karena berhasil mengentaskan kemiskinan dari hidup jutaan orang melalui bank keuangan mikro Grameen Bank. Namun Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina menuduh dia telah "menghisap darah" orang miskin.

Sheikh Hasina, 76 tahun, sedang mempersiapkan pemilihan umum yang dijadwalkan pada akhir Januari. Dia hampir pasti memenangkan masa jabatan kelima dalam pemilu nasional minggu depan setelah boikot oposisi.

PM Sheikh Hasina telah berulangkali melancarkan serangan verbal yang pedas terhadap Muhammad Yunus, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2006, dan dianggap sebagai rival politiknya.

Muhammad Yunus dan tiga rekannya dari Grameen Telecom, salah satu perusahaan yang ia dirikan, dituduh melanggar undang-undang ketenagakerjaan karena tidak menciptakan dana kesejahteraan pekerja di perusahaan tersebut. Keempatnya menyangkal tuduhan tersebut.

PM Bangladesh Sheikh HasinaFoto: Saiful Islam Kallal/AP/picture alliance

Dituduh melanggar UU ketenagakerjaan

Jaksa penuntut di pengadilan perburuhan menganggap Muhammad Yunus terbukti bersalah. "Kami membuktikan bahwa Profesor Muhammad Yunus dan yang lainnya telah melanggar persyaratan wajib undang-undang ketenagakerjaan,” kata Khurshid Alam Khan, jaksa penuntut utama, kepada kantor berita AFP hari Senin (1/1) sebelum sidang pengadilan.

Dia mengatakan, Yunus bisa terancam hukuman hingga enam bulan penjara jika terbukti bersalah. "Kami berharap pengadilan menjatuhkan hukuman setinggi-tingginya,” ujarnya.

Muhammad Yunus menghadapi lebih dari 100 dakwaan lain atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan dugaan suap. Dia mengatakan kepada wartawan lalu bahwa dia tidak mengambil keuntungan dari lebih dari 50 perusahaan bisnis sosial yang dia dirikan di Bangladesh. "Itu bukan untuk kepentingan saya pribadi,” kata Yunus.

Salah satu pengacaranya, Khaja Tanvir, mengatakan kepada AFP bahwa kasus tersebut "tidak berdasar, palsu dan tidak beralasan". "Satu-satunya tujuan dari kasus ini adalah untuk melecehkan dan mempermalukannya di depan dunia,” katanya.

Tokoh internasional kecam "pelecehan" terhadap Yunus

Pada bulan Agustus lalu, 160 tokoh internasional, termasuk mantan presiden AS Barack Obama dan mantan sekretaris jenderal PBB Ban Ki-moon, menerbitkan surat bersama yang mengecam "pelecehan hukum yang terus-menerus” terhadap Muhammad Yunus. Para penandatangan, termasuk lebih dari 100 rekan peraih Nobel, mengatakan mereka mengkhawatirkan "keselamatan dan kebebasannya”.

Kritikus menuduh pengadilan Bangladesh dikendalikan oleh pemerintahan Sheikh Hasina, yang semakin tegas dalam memberangus perbedaan pendapat politik. Amnesty International bulan September lalu menuduh pemerintah "mempersenjatai undang-undang ketenagakerjaan" untuk mengadili Yunus dan menyerukan agar "pelecehan" yang dilakukannya segera diakhiri. Proses pidana terhadap Yunus adalah "suatu bentuk pembalasan politik atas pekerjaan dan perbedaan pendapatnya”, katanya.

Kubu oposisi telah menggelar serangkaian demonstrasi yang menuntut agar Sheikh Hasina digantikan oleh pemerintahan sementara yang netral untuk memimpin pemilu. Ratusan pemimpin senior oposisi politik telah ditangkap, dengan tokoh-tokoh penting didakwa melakukan pembunuhan, setelah seorang polisi terbunuh dalam protes massal anti-pemerintah.

hp/as (afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait