1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peralihan Energi Jepang Belum Pasti

8 Maret 2012

Bencana reaktor nuklir di Fukushima sudah berlalu satu tahun. Saat ini di Jepang, hampir semua dari 54 reaktor nuklir untuk sementara dihentikan. Tapi belum ada pernyataan tentang keluar dari energi nuklir.

Protes Anti Atom di Tokyo JepangFoto: AP

Mantan PM Jepang Naoto Kan adalah satu dari sedikit politisi yang mendukung peralihan sumber energi. Pada masa jabatannya, ia menginstruksikan untuk membuat konsep energi baru bagi Jepang.

"Kebijakan energi saat ini bertujuan menjamin 50% lebih produksi listrik dengan bantuan pembangkit tenaga nuklir, tahun 2030. Hanya 20% yang dihasilkan oleh energi terbarukan. Adalah penting untuk meninjau ulang rencana ini."

Warga Jepang gencar menolak energi nuklirFoto: REUTERS

Tak lama sebelum mundur, Kan masih membawa rancangan undang-undang tentang energi terbarukan ke parlemen. Tapi aturan lanjutan tentang tarif sampai saat ini belum ada. Konsep energi yang baru seharusnya selesai sampai pertengahan tahun ini. Sebelum itu, kata Akiko Yoshida dari organisasi lingkungan Friends of the Earth, akan diajukan tiga pilihan altervatif bagi kebijakan energi. Salah satunya adalah berhenti menggunakan energi nuklir dengan segera.

"Pilihan ini tidak terlalu positif, karena jika ada tiga alternatif, maka kemungkinan besar yang di tengah yang dipilih, yaitu berhenti secara bertahap.Tetapi, seberapa cepat itu dilakukan? Itulah masalahnya", kata Yoshida.

Banyak penolakan

PM Jepang saat ini, Yoshihiko Noda, memang menekankan tidak akan membangun reaktor nuklir baru. Namun ia memandang penting dioperasikannya kembali reaktor yang sudah ada. Untuk itu harus terlebih dulu dilakukan uji keamanan. Ada peraturan tak tertulis bahwa reaktor nuklir di Jepang tidak boleh beroperasi tanpa persetujuan masyarakat sekitar. Dan penolakan sudah banyak disuarakan.

"Saya tidak bisa mendukung pengoperasian kembali reaktor nuklir, selama keamanannya tidak betul-betul dijamin", kata seorang warga.

Di kalangan partai-partai politik besar ada konsensus bahwa energi nuklir masih belum bisa dilepaskan. Mantan PM Naoto Kan tidak punya peranan lagi. Sampai saat ini di Jepang ada kekuatiran akan keterbatasan persediaan listrik. Dalam kondisi terburu-buru, pembangkit listrik tenaga uap akan dioperasikan lagi. Biaya untuk minyak dan gas bumi membuat harga listrik yang sudah tinggi makin melonjak.

Reaktor nuklir Fukushima, Desember 2011Foto: picture alliance/Kyodo

Orang-orang yang sama

Agar dapat menutupi kebutuhan tertinggi di musim panas, rakyat Jepang didorong untuk menghemat listrik. Baru-baru ini sebuah komisi menghitung ulang harga sumber-sumber energi. Harga listrik naik, tampaknya karena bencana di Fukushima. Tetapi untuk jangka panjang, harga listrik akan signifikan lebih murah daripada harga bensin, demikian perhitungan sebuah dewan penasehat.

Perhitungan itu dikritik organisasi-organisasi lingkungan. Profesor Hajimu Yamana, anggota komisi harga listrik, harus mengakui bahwa "komunitas nuklir" (genshiryoku-mura), sebutan bagi kelompok-kelompok yang saling berhubungan dari perusahaan energi, politik dan ilmuwan, sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Meski begitu, kata Profesor Yamana, "Di dalam dewan yang menetapkan kebijakan energi masih duduk orang-orang yang sama seperti dulu". Orang-orang yang, walaupun ada bahaya gempa bumi, tetap menganggap penting prosentase tertentu bagi listrik yang dihasilkan dari reaktor nuklir bagi Jepang."

Peter Kujath/ Renata Permadi