Umat Beragama di Bangladesh Berpadu Perangi Wabah Corona
26 Oktober 2020
Ketika wabah corona merajalela, muslim Bangladesh bekerjasama dengan umat minoritas untuk meredam dampak pandemi. Hal itu terungkap dalam gelar wicara tentang agama dan corona yang digelar DW di Dhaka.
Iklan
Perwakilan dari berbagai agama, termasuk pegiat perempuan muslim, ikut berkecimpung dalam diskusi televisi yang digelar Deutsche Welle di Dhaka, tentang bagaimana agama memberikan sumbangan positif pada penanggulangan wabah corona di Bangladesh.
Pembatasan jarak sosial, higiene dan bantuan bagi mereka yang terdampak merupakan tanggungjawab keagaamaan selama krisis, tutur para panelis. Dan darurat kesehatan berdampak kepada semua penduduk, terlepas dari keyakinan masing-masing.
Di pekan pertama Maret silam, Bangladesh mencatat infeksi pertama virus corona. Saat ini, angka penularan sudah mencapai 400.000 kasus, dengan 5.500 angka kematian. Gelombang pertama sempat memaksa umat untuk melaksanakan ibadah di rumah masing-masing, meski hanya untuk sementara waktu.
Awalnya, penduduk kebingungan dan ketakutan, tutur seorang panelis. Hal ini mempersulit tugas pemerintah mengimplementasikan aturan kesehatan, menurut AKM Shamsuzzaman, Direktur Institut Nasional Patologi di Bangladesh.
“Ketika pasien pertama diidentifikasi pada 8 Maret, dan satu atau dua pekan kemudian ketika pasien pertama meninggal dunia, semua orang merasa terenyuh.”
Mufti Waliur Rahman Khan, salah seorang ulama yang aktif di Yayasan Islam, sebuah lembaga keagamaan setara MUI, menyuarakan pandangan serupa.
Iklan
Peran Islam
“Di desa-desa, warga sedemikian takut mereka malah semakin sering datang ke masjid,” kata dia. “Kami menghadapi tren ini dengan pendidikan moral dan motivasi,” imbuh Rahman Khan sembari menunjukkan sebuah poster yang bertuliskan hadith Nabi Muhammad untuk mengajak warga taat pada aturan pandemi.
Khan mengaku pihaknya sudah mendistribusikan poster-poster itu ke semua masjid di Bangladesh. Menurutnya hal itu diperlukan untuk menghadang kabar palsu yang disebar imam-imam lokal yang mencibir aturan pembatasan sosial atau menentang aturan penutupan masjid.
“Kami mengelola hampir 300.000 masjid di seluruh negeri. Kami mampu membagikan informasi kepada mereka dalam hitungan jam,” kata Khan lagi. Dia juga mengaku pihaknya juga menggunakan layanan pesan online, WhatsApp, untuk menerima dan menyebarkan perintah dari Kementerian Agama.
Saat ini Bangladesh menghimpun tokoh-tokoh Islam, termasuk dari berbagai sekte, untuk membentuk komite agar bisa mencari solusi pandemi di komunitasnya sendiri.
Peran khusus perempuan
Pandemi corona sejauh ini mencuatkan peran kritis perempuan dalam isu kesehatan publik, kata Azizun Nahar, Asisten Guru Besar Hukum dan HAM di Universitas Asia Pasifik, Dhaka. Perempuan memikul beban terbesar karena mereka mendominasi populasi pekerja kesehatan.
“Sekitar 70% tenaga kerja kesehatan adalah perempuan. Artinya ketika warga ketakutan dan berlindung di rumah masing-masing, para perempuan ini keluar rumah untuk memerangi wabah corona,” kata Nahar.
Menurutnya sejarah sudah mencatat peran khusus kaum perempuan di masyarakat muslim ketika perang atau bencana kesehatan, di mana mereka ikut berkecimpung sebagai tenaga kesehatan. ”Perempuan sudah melakukan pekerjaan ini sejak 1.400 tahun lalu.”
Kajal Debnath, anggota Dewan Persatuan Hindu Buddha dan Kristen Bangladesh, mengatakan kebanyakan tenaga perawat berasal dari kelompok minoritas agama. “Mereka tidak berhenti bekerja atas nama agama.”
“Di tengah Bangladesh yang diyakini konservatif, atau terjebak di antara disiplin-disiplin keagamaan, perempuan-perempuan kita menunjukkan revolusi,” kata Debnath.
Peran masyarakat dibutuhkan
Saat ini, sejumlah lembaga Islam menawarkan bantuan pemakaman bagi korban virus corona di Bangladesh. Menurut para panelis, inisiatif tersebut menegaskan solidaritas untuk menghadapi krisis kesehatan di semua komunitas agama bersama-sama.
Meski demikian, mereka mengakui ada banyak elemen di dalam agama yang justru memperlemah upaya penanganan pandemi. “Jika Anda berbicara tentang agama, maka akan selalu ada perdebatan,” kata Debnath. “Tapi yang penting adalah bahwa kekuatan positif lebih dominan ketimbang yang negatif.”
Menurut Azizun Nahar, akan ada kelompok masyarakat yang menolak inisiatif-inisiatif kesehatan untuk meredam wabah, tapi ada lebih banyak yang menaatinya. Dia menambahkan rasa kemanusiaan akan selalu didahulukan ketimbang identitas keagamaan milik seseorang.
“Orang-orang ini datang untuk membantu, digerakkan oleh rasa cinta atau empati kemanusiaan. Pada akhirnya, dukungan bagi hal-hal baik akan datang dari dalam masyarakat sendiri,” kata dia.
Diskusi televisi tentang bagaimana “agama menanggulangi virus corona,” diselenggarakan Deutsche Welle Bengali dan disiarkan Jumat (23/10) oleh stasiun televisi Channel I.
Isu yang dibahas membias dari tanggungjawab agama sebagai salah satu kekuatan dunia, untuk ikut membantu menangani masalah global kekinian, antara lain virus corona. Proyek ini dibiayai oleh Kementerian Luar Negeri Jerman, dan diselenggarakan dengan bantuan organisasi hak sipil lokal, Article 19.
(rzn/vlz)
Konferensi "Eco-Islam" di Karachi: Bersama Berbagi Gagasan Perlindungan Lingkungan
Setelah Jakarta, giliran Karachi, Pakistan. yang disambangi DW untuk perhelatan konferensi "Eco-Islam". Para pemuka agama mengembangkan ide-ide segar bagaimana umat beragama mampu menjaga kelestarian alam.
Foto: DW
Kehadiran Media di konferensi “Eco Islam“
Di Karachi, konferensi “Eco-Islam“ yang diselenggarakan di bawah slogan "Mengasihi Manusia – Mengasihi Alam" berada di bawah proyek DW Mukalama. Seminar ini bekerja sama dengan organisasi lokal T2F dan PeaceNiche. Para ilmuwan, cendekiawan agama dan aktivis bertukar pandangan dan pengalaman dengan para peserta. Perwakilan media lokal juga hadir untuk meliput acara ini.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Peter Limbourg, Direktur Jenderal DW
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg menyambut para peserta konferensi dan menekankan bahwa DW ingin membantu orang-orang dari latar budaya, agama dan negara yang berbeda untuk terlibat dalam dialog dan untuk bertukar pandangan tentang isu-isu perdamaian dan lingkungan.
Foto: DW
Debarati Guha, Direktur DW Asia
Direktur Departemen Asia DW Debarati Guha mengatakan tidak hanya Pakistan yang menghadapi masalah lingkungan tetapi juga negara-negara lain di kawasan itu. Dia menekankan pentingnya perlindungan lingkungan dilakukan berbagai pihak. Konferensi "Eco Islam" ketiga DW akan berlangsung di Dhaka Bangladesh, demikina diumumkan Debarati Guha.
Foto: DW
Murtaza Wahab (tengah), Penasihat Lingkungan untuk Kepala Menteri Provinsi Sindh dan Saeed Ghani (kanan), Menteri Informasi Provinsi Sindh
Menteri Informasi Provinsi Sindh, Saeed Ghani (kanan di gambar) dan Penasihat Kepala Menteri Provinsi untuk lingkungan di provinsi yang sama, Murtaza Wahab (tengah) juga diundang ke konferensi. Peserta konferensi menanyakan program pemerintah untuk menyelesaikan masalah air, limbah, dan lingkungan di Karachi. Mereka mengakui bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan.
Foto: DW
Tofiq Pasha Mooraj, pakar lingkungan
Ahli lingkungan, Tofiq Pasha Mooraj menjelaskan masalah pasokan air di kota-kota Pakistan dan masalah pengelolaan air. Menurutnya jutaan liter air terbuang sia-sia setiap hari, meski air semakin hari semakin sedikit. Dia memperingatkan hari ketika "orang-orang kehabisan air".
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Mohsin Naqvi, Cendikia muslim
Akademisi Dr. Mohsin Naqvi mengutip pernyataan dari Al-Qur'an yang menyatakan bahwa muslim yang taat tidak boleh melukai diri mereka sendiri maupun terhadap lingkungan.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Muhammad Akmal, perwakilan Universitas Agrikultur Khyber Pashtunkhwa
Muhammad Akmal dari Universitas Khyber Pashtunkhwa, Pakistan berbicara tentang perubahan iklim di negaranya. Dia mengutip angka-angka dan penelitian yang menunjukkan bahwa musim panas dan musim dingin di Pakistan jadi semakin ekstrem setiap tahunnya.
Foto: DW/A.W. Achakzai
Dr. Waqal Yousuf Azeemi, Editor Roohani Digest
Waqal Yousuf Azeemi, penerbit Roohani Digest menyebut bumi sebagai seorang ibu. Menurutnya, setiap agama meminta umat untuk menghormati ibu mereka.
Foto: DW
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah
Ahmad Shabbar, pengusaha pengelolaan sampah, berbicara tentang masalah sampah kota di ‘megacity’. Dia menyerukan pengelolaan limbah yang lebih baik dan arti pentingnya dalam lebih banyak melakukan aksi daur ulang. Menurutnya, ada banyak cara untuk mengelola sampah secara ekologis dan ekonomis yang lebih baik daripada yang sudah dikerjakan sekarang.
Foto: DW
Afia Salam, jurnalis dan penasihat untuk Forum Nasional untuk Lingkungan dan Kesehatan Pakistan
Afia Salam, seorang jurnalis dan penasihat Forum Nasional Lingkungan dan Kesehatan di Pakistan, mendesak semua orang untuk tidak memperlakukan Bumi sebagai milik mereka sendiri, tetapi untuk melihat dan melindunginya sebagai warisan bagi generasi mendatang.
Foto: DW
Raj Kumar, aktivis sosial
Raj Kumar, aktivis perdamaian dan sosial, menjelaskan bagaimana pengelolaan air yang lebih baik dapat mengubah kehidupan di daerah-daerah terpencil. Dia memberi contoh kota asalnya, Tharparkar, di mana ia bekerja untuk membangun kesadaran warga akan apa yang dapat mereka lakukan sendiri untuk menyelesaikan masalah lingkungan.
Foto: DW
Peter Jacob, pekerja profesional hak asasi manusia
Peter Jacob, aktivis HAM berbicara tentang bagaimana agama Kristen dan agama lain berbagi ajaran yang berhubungan dengan perdamaian yang sama dan bahwa semua agama mengajarkan untuk tidak melukai orang dan tidak merusak lingkungan.
Foto: DW
Prof. Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi
Saeed Ahmad, penerjemah puisi Sufi Punjabi, menyajikan contoh-contoh puisi Sufi yang membahas topik-topik tentang lingkungan.
Foto: DW
Dr. Ammar Khan Nasir, akademisi
Ammar Khan Nasir, seorang akademisi menyerukan lebih banyak kontak antara Timur dan Barat untuk mengelola masalah lingkungan bersama secara lebih baik.
Foto: DW
Aprida Sondang, Wahid Foundation
Aprida Sondang dari Wahid Foundation Indonesia menyajikan hasil laporan konferensi “Eco Islam” sebelumnya di Jakarta dan bagaimana kontribusinya untuk meningkatkan kesadaran warga tentang pentingnya topik ini.
Foto: DW
Muhammad Mustafa, pengasuh Pondok pesantren Annuqayah
Muhammad Mustafa, seorang pengasuh pondok pesantren di Madura melaporkan tentang proyek-proyek lokal di mana perempuan setempat bekerja meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan lingkungan, termasuk pengembangan tanaman herbal lokal. (Ed: Ahmad Wali Achakzai /ap/rzn)