1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEropa

Peran Detektif Amatir di Twitter dalam Perang Ukraina

Louisa von Richthofen
3 Mei 2022

Ribuan detektif amatir berbagi temuan mereka tentang kejahatan perang dan pergerakan pasukan. Mereka berharap apa yang mereka lakukan, suatu hari nanti bisa digunakan di pengadilan. Mungkinkah menjadi kenyataan?

Rekaman drone aksi penyergapan di Kyiv pada 10 Maret 2022
Para detektif amatir menelusuri materi online untuk memverifikasi keakuratan videoFoto: Ukrainian Military Defense/ZUMA/picture alliance

Justin Peden tinggal di Birmingham, Alabama, Amerika Serikat. Invasi Rusia ke Ukraina telah mengguncang hidupnya. Dan sekarang, sosok Peden adalah seseorang yang para jurnalis ingin wawancarai.

Bukan anak kuliah biasa

"Ini nyata, aku hanya anak kuliahan biasa dari Alabama!" Peden terus mengulang. Selain bergaul dengan saudara-saudaranya dan mempersiapkan ujian yang akan datang, pria berusia 20 tahun itu merupakan salah satu detektif Twitter yang paling menonjol.

Peden belum pernah ke Eropa Timur, tapi tidak menyurutkan minatnya mengetahui seluk-beluk informasi kawasan tersebut. Sejak berusia 13 tahun, ketika Rusia mencaplok semenanjung Krimea pada 2014, dia tertarik mendalami konflik Ukraina. Dia menghabiskan sebagian besar waktu luangnya "terbang menggunakan Twitter" di atas wilayah yang disengketakan di Ukraina timur tersebut.

"Jika saya memainkan kuis Jeopardy tentang geografi Ukraina, saya pikir saya akan melakukannya dengan sangat baik!" katanya sambil tertawa.

Justin Peden telah tergerak hatinya untuk membantu UkrainaFoto: privat

Sumber yang dapat diakses secara gratis

Peden, yang menggunakan "Intel Crab" di Twitter, menjelajahi internet untuk mencari citra satelit, lintasan penerbangan, dan video TikTok. Dia kemudian berbagi temuan tersebut dengan 255.000 pengikutnya, memposting analisis pergerakan pasukan atau koordinat yang tepat dari serangan rudal Rusia.

Selain Peden, ada Kyle Glen. Pada siang hari, orang Wales itu bekerja di bidang penelitian medis. Di malam hari, ia menjadi detektif Twitter dengan melakukan OSINT atau Open Source Intelligence, praktik mengumpulkan informasi dari sumber yang dipublikasikan atau tersedia untuk umum.

Bagian inti dari pekerjaan detektif amatir ini adalah geolokasi. Setiap kali mendapatkan video atau gambar konflik, mereka yang menggemari OSINT akan menyisir bahan tersebut untuk menentukan lokasi yang tepat dari kejadian yang ditampilkan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memverifikasi keakuratan materi atau untuk menyanggah laporan palsu.

Kembali pada tahun 2014, jaringan OSINT, Bellingcat, hanya menggunakan sumber yang dapat diakses secara bebas seperti gambar satelit dan ponsel untuk membuktikan bahwa pesawat penumpang MH17 ditembak jatuh oleh unit anti-pesawat Rusia.

Menggali informasi di Twitter

Sejak saat itu, komunitas "Sherlocks Twitter" menjadi lebih banyak akal. Pada awal perang Rusia di Ukraina, penggemar OSINT melacak pergerakan konvoi militer Rusia menggunakan video dari Tiktok. Sementara 'detektif' lainnya mendaftarkan diri di aplikasi kencan seperti Tinder untuk memancing anggota militer Rusia di dekat perbatasan di Belgorod. Mereka menggunakan profil pribadi palsu untuk menipu agar bisa mencari informasi.

"OSINT benar-benar berkembang pesat dalam enam bulan terakhir," kata Glen, yang mencatat bahwa setelah delapan tahun menekuni kegiatan ini dia tidak pernah dimintai wawancara oleh media arus utama, tetapi sekarang hal itu terjadi setiap hari.

Pemerintah dan badan-badan intelijen juga menghargai masukan dari jenis intelijen yang baru ini. Melalui aplikasi pemerintah Ukraina bernama Diia, warga sekarang dapat mengunggah gambar dan video yang diberi tag geo dari pergerakan pasukan Rusia.

"Kami menerima puluhan ribu pesan setiap hari," kata Menteri Transformasi Digital Ukraina Mikhailo Fedorov kepada The Washington Post. "Mereka sangat, sangat berguna."

Salah satu alat yang paling sering digunakan oleh para detektif Twitter adalah situs web pelacakan penerbanganFoto: Flighttracker

Jadi bukti persidangan?

Apa yang memotivasi para penyelidik digital tersebut? Sulit untuk mengatakannya. Peden menyebut komunitas itu "terdesentralisasi dan kolaboratif, tetapi juga agak kacau." Banyak anggota memiliki keahlian militer atau mantan tentara. Sedangkan yang lain tetap merahasiakan identitas mereka yang sebenarnya.

Bagaimanapun, Peden merasa sangat terhubung dengan rakyat Ukraina. "Saya melihat video-video ini dan mereka terlihat seperti ibu saya, seperti saudara perempuan saya, dan teman-teman saya," katanya. Dia bermimpi suatu hari nanti bisa melihat cuitannya digunakan sebagai bukti dalam pengadilan kriminal internasional.

Itu bukan mimpi yang mustahil. "Kelompok-kelompok di Pengadilan Kriminal Internasional, apakah mereka pengacara pengadilan atau penyelidik, telah benar-benar mulai mengeksplorasi potensi investigasi open source,” kata Alexa Koenig, Direktur Eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia di University of California, Berkeley, dalam wawancara dengan DW.

Tantangan bagi para penyelidik, katanya, adalah banyaknya informasi. Dalam perang Ukraina, Facebook dan Twitter telah bergabung dengan platform lain: Tiktok, Telegram, situs media sosial Rusia VKontakte, dan banyak lagi.

Siapa yang bertanggung jawab?

"Siapa pun dapat menyebut diri mereka akun OSINT dan memposting informasi apa pun yang mereka inginkan," kata Glen. "Tidak seperti media arus utama, tidak ada konsekuensi untuk menerbitkan informasi palsu atau menyesatkan."

Namun, cuitan palsu berpotensi memiliki konsekuensi di kehidupan nyata. Peden menceritakan bahwa dia pernah menerima video dari Kherson, Ukraina selatan, pada awal Maret lalu. Seorang wanita merekam aktivitas patroli polisi pendudukan Rusia dari balkonnya dan membagikan videonya.

"Saya terkesima bahwa 'oh Tuhan, ini adalah seorang wanita, orang yang nyata.' Saya mengutip cuitannya," katanya. Setelah enam menit, postingan itu tersebar dan telah dibagikan ratusan kali. Bagi Peden, itu hanya satu klik, tetapi untuk wanita di Kherson, menjadi masalah hidup dan mati.

Sejak saat itu, Peden lebih memikirkan konsekuensi dari pekerjaannya, untuk dirinya sendiri dan orang lain. Itulah alasan lain dia ingin tampil dengan nama aslinya. Terlepas dari tanggung jawab besar untuk seorang anak berusia 20 tahun, Peden tidak berpikir untuk berhenti.

"Bahkan jika saya kehilangan semua pengikut saya, saya akan melanjutkan," katanya. Dia ingin menjadi saksi — dan membuat kabut perang setidaknya sedikit berkurang.

(ha/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait