Peran Monarki Inggris selama Pemerintahan Ratu Elizabeth II
Sertan Sanderson
Opini
21 September 2022
Setelah kematian Ratu Elizabeth II, apakah gerakan republikanisme yang menolak monarki di Inggris akan menguat? Bagaimanapun, monarki berperan penting sebagai faktor pemersatu. Opini editor DW Sertan Sanderson.
Iklan
Setelah kematian Ratu Elizabeth II, ada seruan baru untuk republikanisme dan perubahan yang bergaung dari Australia sampai ke Skotlandia. Pemikiran semacam ini adalah latihan yang sehat untuk demokrasi di seluruh dunia. Namun, monarki konstitusional adalah satu-satunya jalan ke depan bagi Inggris — dan mungkin juga bagi negara-negara lain.
Jelaslah bahwa kita telah kehilangan jenis pemimpin yang hampir tidak bisa dijumpai akhir-akhir ini: seorang perempuan yang selama puluhan tahun menandai peristiwa-peristiwa politik sebagai kepala negara; seorang perempuan yang mendefinisikan kembali kekuatan soft diplomacy.
Ratu Elizabeth II melakukan perjalanan ke lebih dari 100 negara semasa hidupnya dan dengan setiap tangan yang dia jabat, sang ratu memberikan senyum ramahnya ke semua wilayah persemakmuran dan sekitarnya dalam upaya untuk mulai membahas — dan memperbaiki — masa lalu.
Memimpin dengan penuh dedikasi
Dia membuka jalan bagi modernisme dan monarki untuk bertemu, memimpin dengan penuh dedikasi, pengabdian, dan martabat, selalu berusaha untuk menjadi kekuatan pembangunan bangsa, ketika seluruh dunia pascakolonial mengalami perubahan dan gejolak.
Iklan
Dengan masing-masing koloni pertama mendeklarasikan kemerdekaan, peran Inggris hampir menyusut dari sebuah imperium menjadi sedikit lebih dari seorang wasit. Meskipun demikian, sang ratu tentu memiliki peran penting mengawasi proses transformasi sosial ini di dalam dan luar negeri selama 70 tahun.
Ketika "imperium, di mana matahari tidak pernah terbenam" memasuki tahun-tahun senja imperialisme, ia membuka lebih banyak aspek kehidupannya sendiri kepada publik, karena "eksotisisme" imperial harus diganti citra keluarganya sendiri untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada monarki.
Dia kemudian setuju untuk membayar pajak atas pendapatan pribadinya. Ketika rumah tercintanya, Kastil Windsor, menjadi abu pada tahun 1992, dia memutuskan untuk mencari cara baru guna mendanai perbaikan dari kantongnya sendiri.
Akan berlebihan untuk mengatakan bahwa dia adalah "salah satu dari kita" — tetapi setidaknya dia berhasil menunjukkan bahwa dia tidak lebih suci dari warga biasa.
Potret Kehidupan Sang Ratu Elizabeth II
Raja terlama kedua dalam sejarah setelah Louis XIV, Ratu Elizabeth II mangkat pada usia 96 tahun. Berikut catatan kehidupan sang Ratu.
Foto: Kirsty O'Connor/empics/picture alliance
Kepergian Elizabeth II
“Kesedihan adalah harga yang kita bayar untuk cinta,” itulah salah satu perkataan Ratu Elizabeth II. Sekarang dunia berduka untuknya, Ratu Inggris Raya dan Irlandia Utara meninggal pada Kamis (08/09) setelah 70 tahun berdaulat. Elizabeth II melintasi ragam sejarah mulai dari kehancuran imperium Inggris, menunjuk 15 perdana menteri, dan melewati berbagai masa sulit dalam keluarga kerajaan.
Foto: Michael Ukas/Getty Images
Sang Ratu saat berusia 25 Tahun
Raja Inggris Raya George VI meninggal pada 6 Februari 1952. Putrinya yang berusia 25 tahun, Elizabeth, tengah melakukan lawatan ketika itu dan menerima berita duka di Kenya. Dia tidak punya waktu untuk berkabung dalam diam, sekarang Elizabeth adalah Ratu. Dia dilantik sebagai raja hampir satu setengah tahun kemudian, pada Juni 1953 di Westminster Abbey London, yang menjadi Gereja Para Raja.
Foto: picture-alliance/dpa
Persiapan untuk perannya di masa depan
Elizabeth Alexandra Mary lahir di London pada 21 April 1926, adalah anak pertama dari Duke dan Duchess of York. Ayahnya, George VI naik takhta Inggris pada 1936, menjadikan putri sulungnya sebagai pewaris takhta. Selama bertahun-tahun, dia secara sistematis dipersiapkan untuk perannya di masa depan.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Ratu dan perannya sebagai ibu
Pada November 1947, Elizabeth menikah dengan Pangeran Philip dari Yunani, yang lima tahun lebih tua darinya dan keturunan Jerman. Putra pertamanya, Charles lahir pada tahun berikutnya, diikuti dua tahun kemudian oleh putri pertama pasangan itu, Anne. Secara keseluruhan, Elizabeth memiliki empat anak, Andrew lahir pada tahun 1960 dan Edward pada tahun 1964.
Foto: picture-alliance/akg-images
Ratu di hati rakyat?
Tahun 2022, perayaan Platinum Jubilee menandai 70 tahun pengabdian Ratu Elizabeth II kepada rakyat. Dia dihormati dan dipuja, populer, dan disukai. Namun, dia bukan Ratu di hati rakyat, sebutan itu adalah nama panggilan yang kemudian diberikan kepada anggota keluarga kerajaan lainnya.
Foto: Paul Grover/REUTERS
Tahun-tahun yang sulit
Bagi banyak orang di Inggris, Lady Diana, mendiang istri Pangeran Charles saat itu, dan menantu perempuan raja, adalah Ratu di hati rakyat. Pernikahan dengan pewaris takhta akhirnya berujung bercerai pada 1995. Ketika Diana meninggal dalam kecelakaan mobil dua tahun kemudian, reaksi Ratu Elizabeth II yang agak dingin memicu kritik publik yang sengit.
Foto: Ryan Remiorz/empics/picture alliance
Pernikahan bak di negeri dongeng
Putra sulung Diana, Pangeran William, menikahi Kate Middleton pada April 2011, dan jutaan orang merayakan pesta itu. Kabarnya, Ratu Elizabeth II memberi Kate beberapa tips sebelum pertunangan, dan cucu menantunya dengan cepat mengambil peran besar di tengah keluarga kerajaan. Kate juga dianggap mampu menyenangkan Ratu dengan pernikahan yang bahagia dan tiga cicit.
Foto: dapd
Cucu pemberontak
Putra bungsu Diana, Pangeran Harry, menikah dengan aktris AS, Meghan Markle, pada 2018, dan Ratu Elizabeth II memberinya restu. Namun, kehidupan kerajaan tidak cocok untuk pasangan itu. Dalam wawancara dengan Oprah Winfrey, keduanya berbicara secara terbuka tentang kesulitan mereka dengan institusi monarki. Pasangan itu akhirnya mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan kerajaan dan pindah ke AS.
Foto: Harpo Productions/Joe Pugliese/REUTERS
Hidup dalam sorotan
Mahkota bisa menjadi beban karena disertai dengan tanggung jawab besar. Menjadi monarki juga berarti kehidupan di bawah pengawasan publik yang permanen. Masalah keluarga, perceraian, kematian, skandal telah dilalui oleh Elizabeth. Ia mengatasinya dengan caranya sendiri yang tenang. Itulah yang disukai kebanyakan orang di Inggris tentang sang Ratu.
Foto: picture-alliance/dpa
Monarki untuk 15 negara persemakmuran
Dia menunjuk 11 pria dan 3 perempuan sebagai perdana menteri Inggris, yang terakhir adalah Liz Truss pada September 2022. Sebagai Kepala Monarki Konstitusional, selain Inggris, Elizabeth memiliki fungsi simbolis di 14 wilayah persemakmuran, yang meliputi Australia, Kanada, Jamaika, dan Selandia Baru.
Foto: Jane Barlow/REUTERS
Takhta yang bermartabat
Pada tahun 1952, Elizabeth mengatakan penobatannya seharusnya tidak menjadi tanda kekuasaan dan kebesaran masa lalu, melainkan ekspresi harapan selama bertahun-tahun dia akan diizinkan untuk melayani dan memerintah dengan kasih karunia Tuhan. Beberapa dekade kemudian, dia adalah kepala negara terlama di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/UPpa camera press/rota
'Pembela iman' dan ikon fesyen
Gelar lengkapnya adalah Elizabeth II, yang oleh Rahmat Tuhan menjadi Ratu dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara serta wilayah lainnya, Kepala Persemakmuran, Pembela Iman. Ia juga dikenal dengan setelan rok monokrom dan topi yang serasi.
Foto: picture-alliance/dpa
Duka mendalam
Pada April 2021, suami Ratu Elizabeth, Pangeran Philip, meninggal dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-100. Mereka menikah selama 73 tahun dan menavigasi segala macam krisis, termasuk krisis perkawinan. Namun, kehilangan suami dan pendampingnya tidak menghalangi Ratu dari tugasnya dan dia terus menjabat sebagai kepala negara.
Foto: Victoria Jones/REUTERS
Selamat tinggal, Ratuku
Dunia mengucapkan selamat tinggal kepada Elizabeth II, Ratu Inggris selama hampir tujuh dekade, ibu dari empat anak, salah satu tokoh penentu abad ke-20 dan saat ini. Takhta penguasa Inggris kini akan diambil oleh putranya, Raja Charles III.
Foto: Getty Images/C. Jackson - WPA Pool
14 foto1 | 14
Menjaga persatuan dan perdamaian
Sang ratu menonjol karena pendekatannya yang terukur dan seimbang di dalam negeri, yang sangat kontras dengan kekosongan kepemimpinan politik yang andal di Inggris; negara yang telah menyaksikan kabinet jatuh bangun dari empat perdana menteri dalam satu dekade terakhir saja.
Selama 10 tahun itu ditandai oleh perpecahan dan perselisihan sosial di bawah masing-masing pemimpin itu — mulai dari referendum kemerdekaan Skotlandia, referendum Brexit, hingga respons COVID-19, tampaknya di Inggris tidak ada lagi konsensus atau kohesi sosial.
Namun, di luar semua itu sang ratu tetap menjadi konstanta yang langka yang berfungsi sebagai perekat yang menyatukan Inggris.
Pada saat yang sama, tidak diragukan lagi bahwa ada masalah di dalam dan dengan keluarga kerajaan, dengan beberapa anggota klannya yang kurang anggun dan tersandung dari satu kesalahan ke kesalahan berikutnya. Tentu saja, ada disfungsi dalam keluarga kerajaan. Bagaimanapun, itu adalah sebuah keluarga.
Mereka yang menggunakan kematian ratu sebagai platform untuk menyerukan revolusi tampaknya lupa betapa banyak transformasi telah terjadi semasa hidup Ratu Elizabeth II, dan bagaimana dia mengendalikan perubahan itu sebagai kepala negara, pemimpin persemakmuran, pembela kerajaan, dan ibu dari klan keluarga.
Berkat komitmennya yang teguh, penguasa masa depan harus menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat. Bagi saya, janji untuk mengabdi ini adalah tindakan terakhirnya untuk demokrasi, tetapi bagi Raja Charles III ini mungkin menjadi beban yang lebih berat daripada mahkota di atas kepalanya.