Peran Penting Denmark dalam Rencana Energi Angin Eropa
Oliver Ristau
25 Juli 2022
Eropa membutuhkan pelabuhan untuk memenuhi ambisinya dalam meningkatkan produksi energi angin lepas pantai, dan Esbjerg adalah salah satu yang terbesar. Kota di Denmark ini jadi model produksi energi yang terencana.
Iklan
Pada 18 Mei 2022 menjadi hari yang tak terlupakan bagi Jesper Frost Rasmussen, hari empat Kepala Negara Eropa dan Presiden Komisi Uni Eropa datang ke Esbjerg, Denmark, untuk menandatangani proposal strategi ambisius tentang perluasan energi angin lepas pantai.
Bersama-sama, negara-negara tersebut ingin meningkatkan produksi energi angin di Laut Utara menjadi 65 gigawatt (GW) pada tahun 2030 dan bertambah menjadi 150 GW pada tahun 2050. Salinan berbingkai Deklarasi Esbjerg yang ditandatangani oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, dan Perdana Menteri Belgia dan Belanda, Alexander de Croo dan Marc Rutte, telah digantung di dinding kantor Rasmussen.
Bilah rotor di dermaga
Rasmussen merupakan Wali Kota Esbjerg. Dia tahu bahwa kotanya memiliki peran penting dalam perencanaan tersebut. Esbjerg adalah salah satu dari sedikit pelabuhan Eropa yang menyediakan perindustrian energi angin lepas pantai.
Industri raksasa seperti Vestas dan Siemens Gamesa mengirimkan turbin angin dari sini, dan produsen listrik pertama kali memasok sekitar 25 ladang turbin angin lepas pantai dengan suku cadang seperti gearbox, generator, dan hub. Per bagiannya masing-masing memiliki berat hingga beberapa ton.
Dermaganya cukup besar, bahkan untuk bilah rotor turbin raksasa, yang ditumpuk dan menunggu untuk diberangkatkan. Tanpa infrastruktur seperti ini, impian Eropa tersebut tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Di sisi lain, pelabuhan Jerman tengah lesu. Di Bremerhaven, perselisihan yang berlangsung selama bertahun-tahun mengenai pengembangan pelabuhan tenaga angin lepas pantai berakhir di pengadilan. Sementara itu, beberapa perusahaan di sektor tersebut, seperti Prokon, Senvion dan Windreich, justru gulung tikar. Sedangkan di pelabuhan Jerman lainnya, tidak banyak hal terjadi. Hanya pelabuhan kecil Eemshaven di Belanda yang lebih terlibat. Pondasi untuk turbin angin lepas pantai raksasa di sana juga sudah dikirim dari Denmark.
'Kita semua harus bersatu'
Selama beberapa dekade, pembangkit energi di Laut Utara didominasi oleh pembangunan anjungan minyak dan gas. Kini, energi angin yang mengambil alih. Satu dari sembilan pekerjaan di Esbjerg sudah sangat bergantung pada tenaga angin, totalnya mencapai sekitar 5.000.
"Kita semua harus bekerja sama untuk energi angin," kata Wali Kota Rasmussen, anggota Partai Liberal Denmark. "Sebagai kota pemodelan, kami memastikan industri mendapatkan lokasi yang dibutuhkan."
Sebagai contoh, Rasmussen menjelaskan bahwa pemerintah kota baru-baru ini memutuskan untuk memperluas pelabuhan menjadi 500.000 meter persegi, dengan total 4,5 juta meter persegi. Kelompok lingkungan juga ikut terlibat dalam perencanaan: "Tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah ini," tambah Rasmussen.
Iklan
Perencanaan hidrogen gigawatt
Perencanaan lokasi yang akan menghasilkan hidrogen hijau berjalan dengan baik. Bagian untuk meningkatkan volume energi angin yang tiba di Esbjerg melalui kabel bawah laut, akan digunakan untuk elektrolisis hidrogen.
Sebagai contoh, pengembang proyek Swiss, H2Energy, berencana untuk membangun sebuah elektroliser 1 GW di pinggiran pelabuhan pada tahun 2024, yang akan membagi air menjadi elemen-elemen komponennya, hidrogen, dan oksigen. Elektroliser ini akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia.
Dan masih ada lagi. Perusahaan investasi Denmark, CIP, tengah berencana untuk membangun pabrik 1 GW lainnya tak jauh dari sana. Ketika beroperasi, pabrik ini akan menggunakan hidrogen yang dihasilkan oleh energi angin untuk mensintesis 600.000 ton pupuk "hijau" per tahun.
Pompa panas sumber laut terbesar di dunia
Sementara itu, Christian Udby, CEO perusahaan utilitas lokal DIN Forsyning, sudah memikirkan langkah selanjutnya dalam rantai energi terbarukan. "Di masa depan, kami ingin menggunakan limbah panas dari elektroliser untuk pemanasan distrik," katanya.
Menurut Udby, perusahaannya perlu mengambil tindakan, karena pembangkit listrik tenaga batu bara di pelabuhan, yang hingga saat ini telah memasok setengah dari pemanas di seluruh kota, akan dimatikan pada 1 April 2023.
World Cities Day: Upaya Kota-kota Dunia Atasi Perubahan Iklim
Jumlah orang yang tinggal di perkotaan diperkirakan akan membengkak pada dekade mendatang, menambah tekanan pada kota metropolitan untuk mengurangi jejak karbon. Jadi, bagaimana upaya mengatasinya?
Foto: Reuters/S. Pamungkas
Tantangan pertumbuhan berkelanjutan
Menurut PBB, wilayah perkotaan menghabiskan lebih dari dua pertiga energi dunia dan bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Kota juga merupakan rumah bagi lebih dari separuh penduduk planet ini. Dengan perkiraan peningkatan populasi perkotaan, upaya kota-kota ini menangani air, polusi, limbah, transportasi dan energi menjadi sangat penting unguk mengatasi perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
Kopenhagen: Komitmen netralitas iklim
Kopenhagen berencana menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Untuk sampai pada tujuan ini, ibu kota Denmark ini ingin 75% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda atau dengan transportasi umum. Harga parkir mobil pun dinaikkan dan diinvestasikan untuk ratusan kilometer jalan sepeda. Sistem pemanas kota juga beralih menggunakan biomassa ramah lingkugnan.
Foto: Alexander Demianchuk/TASS/dpa/picture-alliance
Bogota: Mobilitas bagi jutaan orang
Data PBB menunjukkan bahwa sistem angkutan cepat bus di ibu kota Kolombia yang diluncurkan sejak tahun 2000 ini berhasil menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan kualitas udara. Jaringan TransMilenio di Bogota mengangkut 2,4 juta penumpang setiap harinya dan mencakup 85% wilayah kota. Pemerintah berencana membuka metro pada 2022 dan mengganti bus diesel dengan bus hybrid dan lsitrik pada 2024.
Foto: Transmilenio Colombia
Johannesburg: Bertani di kota
Afrika dengan pertumbuhan kota tercepatnya di dunia menjadi tatanngan baru terkait permasalahan iklim seperti kerawanan pangan dan air. Di Johannesburg, Afrika Selatan, penduduk seperti Lethabo Madela menanam tanaman obat dan sayuran. Pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa ada 300 pertanian semacam ini di kota berpenduduk 4,4 juta ini - di atap rumah, halaman belakang dan tanah kosong.
Foto: Guillem Sartorio/Getty Images
Singapura: Ruang hijau
Selain menyediakan makanan, taman juga dapat mendinginkan kota, menyerap CO2 dan mencegah banjir. Pusat bisnis Singapura terkenal akan jaringan area hijau dan taman yang mengesankan, termasuk Gardens by the Bay yang ikonik. Semua bangunan baru di negara-kota padat penduduk ini harus memiliki beberapa bentuk vegetasi, seperti taman gantung atau atap hijau.
Foto: picture-alliance/robertharding/B. Morandi
Oslo: Fokus kepada kualitas udara
Ibu kota Norwegia ingin mengatasi polusi udara dengan membuat semua mobil bebas emisi pada 2030. Oslo, dengan penduduk sekitar 690.000 orang, saat ini memiliki jumlah kendaraan listrik per kapita tertinggi di dunia. Pengemudi mendapatkan fasilitas seperti kredit pajak, akses jalur bus dan perjalanan gratis di jalan tol. Ketika polusi tinggi, kota dapat melarang sementara penggunaan mobil diesel.
Foto: DW/L.Bevanger
Seoul: Berurusan dengan sampah
Seoul berhasil kurangi limbah secara dramatis sejak tahun 1990-an dengan sistem "bayar saat membuang". Kota padat penduduk di Korea Selatan ini mendaur ulang 95% limbah makanannya, misalnya dengan tempat sampah otomatis yang menimbang dan menagih penduduk atas apa yang mereka buang dengan kartu identitas yang bisa dipindai. Limbah makanan kemudian diubah menjadi kompos, pakan ternak atau biofuel.
Foto: CC BY 2.0 kr
Rotterdam: Air dan pasang naik
Rotterdam rentan terhadap ancaman iklim seperti pasang naik karena berada di bawah permukaan laut. Untuk berlindung dari banjir, telah dibangun taman di puncak gedung untuk menyerap limpasan air, "alun-alun air" untuk menampung air hujan dan garasi parkir yang dirancang sebagai waduk. Pemerintah juga membangun struktur terapung - termasuk peternakan sapi ini - untuk menahan air yang merambah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Corder
Reykjavik: 100% energi terbarukan
Islandia dapat menghasilkan energi terbarukan dengan cukup murah berkat melimpahnya sumber daya hidro dan panas bumi. Ibu kotanya, Reykjavik, adalah kota Eropa pertama yang sepenuhnya mengandalkan listrik terbarukan untuk menghangatkan rumah dan kolam renang. Bahan bakar fosil masih digunakan untuk transportasi dan perikanan, tetapi kota ini berharap dapat menghapus emisi tersebut pada tahun 2040.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Vancouver: Bangunan hijau
Bangunan merupakan sumber utama emisi di kota karena daya yang mereka gunakan untuk penerangan, pendinginan dan pemanas. Vancouver ingin menjadikan semua bangunan baru netral karbon pada tahun 2030 dan bangunan lama pada tahun 2050. Contohmya Vancouver Convention Center yang memiliki atap hijau dengan 400.000 tanaman untuk mengisolasi panas dan menggunakan air laut untuk pemanasan dan pendinginan.
Foto: robertharding/Martin Child/picture-alliance
Surabaya: Sampah botol plastik untuk tiket bus
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan utama. Kota terbesar kedua di Indonesia ini terpilih oleh Guangzhou Institute for Urban Innovation sebagai salah satu kota paling berkelanjutan. Pemerintah kota meluncurkan proyek bus 'Suroboyo' yang memungkinakan penumpang membayar tiket dengan botol plastik bekas dan berhasil mengumpulkan hingga 250 kg sampah plastik tiap harinya. (Ed.: st/ae)
Foto: Reuters/S. Pamungkas
11 foto1 | 11
Alternatif lainnya juga tengah dicanangkan. Yang utama, selain biomassa, adalah pompa panas sumber laut 50 megawatt (MW), yang saat ini sedang dibangun di pelabuhan. Pompa panas terbesar di dunia tersebut akan mengambil air dari dam pelabuhan, mengekstrak panas, lalu membuangnya kembali ke Laut Utara, hingga lebih jauh.
Teknologi tersebut dipasok oleh perusahaan Jerman, MAN dan Volkswagen. Teknologi ini akan menjadi inovasi yang diluncurkan pertama kali secara komersial di Denmark dan akan memakan waktu pengerjaan kurang lebih lima tahun, dari ide awal hingga beroperasi.
Hamburg juga memiliki rencana ambisius untuk mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara, yakni pompa panas yang bersumber dari sungai, yang telah dibahas oleh Jerman jauh lebih lama. Namun, itu akan memakan waktu hingga beberapa tahun lagi sebelum proyek tersebut benar-benar terlaksana.