Sejak lebih dari 20 tahun Uni Eropa telah menyalurkan dana miliaran untuk membantu pembangunan dan sektor pendidikan di Palestina. Tapi perannya dalam penengahan konflik Palestina hampir nihil.
Iklan
Uni Eropa adalah pemberi dana terbesar untuk kawasan Palestina. Pada periode 2017 sampai 2020 saja disalurkan sekitar 2,3 miliar euro untuk mendanai berbagai proyek pembangunan dan pendidikan, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Uni Eropa juga memberikan bantuan sosial kepada lebih 100 ribu penduduk di Jalur Gaza. Jerman sendiri menyalurkan sekitar 210 juta euro lewat lembaga bantuan pengungsi PBB UNWRA.
Mihai Sebastian Chihaia, pengamat Timur Tengah dari lembaga tangki pemikir "European Policy Centre" di Brussels menggambarkan masalahnya: "Uni Eropa seharusnya menemukan haluan bersama. Selama ini, hal itu sangat sulit dilakukan. Tapi untuk punya pengaruh (politik), Uni Eropa harus berbicara satu suara di tingkat negara-negara anggotanya."
Mencari peran sebagai penengah di Timur Tengah
"Uni Eropa sebenarnya memiliki semua instrumen yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi dengan perspektif ke masa depan. Hanya saja, hingga kini belum ada kemauan politik ke arah itu", kata Chihaia kepada DW di Brussel.
Iklan
Menlu Jerman Heiko Maas mengusulkan untuk menghidupkan kembali "Kuartet Timur Tengah" yang terdiri dari AS, Rusia, PBB dan Uni Eropa. Tiga minggu lalu, Uni Eropa baru saja mengangkat diplomat Belanda Sven Koopmans sebagai utusan khusus untuk Timur Tengah.
"Memang, Kuartet Timur Tengah masih ada ", kata pengamat Timur Tengah Mihai Sebastian Chihaia. Namun hingga kini tidak kelihatan apa yang mereka lakukan, lanjutnya. Terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS sebenarnya menjadi peluang untuk bekerja sama lebih erat, suatu hal yang hampir tidak mungkin dilakukan di bawah pemerintahan Donald Trump.
Rangkaian Perjanjian dan Prakarsa Damai Israel-Palestina yang Gagal
Selama lebih dari setengah abad, berbagai upaya telah digalang untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina, namun semuanya gagal.
Perjanjian Camp David dan Perdamaian Israel-Mesir, 1978-1979
Perundingan Arab-Israel dimulai pada tahun 1978 di bawah penengahan AS. Bertempat di Camp David, pada 26 Maret 1979, Perjanjian Damai Israel Palestina ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat (kiri) dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin (kanan), melalui penengahan Presiden AS Jimmy Carter (tengah).
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Daugherty
Perjanjian Oslo I, 1993
Negosiasi di Norwegia antara Israel dan PLO menghasilkan Perjanjian Oslo I, yang ditandatangani pada September 1993. Perjanjian tersebut menuntut pasukan Israel mundur dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan otoritas sementara Palestina akan membentuk pemerintahan otonomi untuk masa transisi lima tahun. Kesepakatan kedua ditandatangani pada tahun 1995.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sachs
Pertemuan Puncak Camp David, 2000
Presiden AS Bill Clinton pada tahun 2000 mengundang Perdana Menteri Israel Ehud Barak (kiri) dan Pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) ke Camp David untuk membahas masalah perbatasan, keamanan, permukiman, pengungsi dan status Yerusalem. Meskipun negosiasi menjadi lebih rinci dari sebelumnya, tidak ada kesepakatan yang dicapai.
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Edmonds
Prakarsa Perdamaian Arab dari KTT Beirut, 2002
Negosiasi Camp David diikuti dengan pertemuan di Washington di Kairo dan Taba, Mesir - semuanya tanpa hasil. Setelahnya Liga Arab mengusulkan Prakarsa Perdamaian Arab di Beirut, Maret 2002. Rencana tersebut meminta Israel menarik diri ke perbatasan sebelum 1967. Sebagai imbalannya, negara-negara Arab akan setuju untuk mengakui Israel.
Foto: Getty Images/C. Kealy
Peta Jalan Kuartet Timur Tengah, 2003
AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB bekerja sama sebagai Kuartet Timur Tengah untuk mengembangkan peta jalan menuju perdamaian. PM Palestina saat itu, Mahmoud Abbas, menerima teks tersebut, namun mitranya dari Israel, Ariel Sharon, keberatan. Peta jalan itu memuat tentang solusi dua negara Sayangnya, hal itu tidak pernah dilaksanakan. Dalam foto: Yasser Arafat dan pejabat Uni Eropa Lord Levy.
Foto: Getty Iamges/AFP/J. Aruri
Prakarsa Perdamaian Trump, 2020
Presiden AS Donald Trump memperkenalkan rancangan perdamaian tahun 2020. Tetapi rancangan itu menuntut warga Palestina menerima pemukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat yang diduduki Israel. Palestina menolak rencangan tersebut.
Foto: Reuters/M. Salem
Konflik kembali berkobar 2021
Rencana Israel mengusir empat keluarga Palestina dan memberikan rumah mereka di Yerusalem Timur kepada pemukim Yahudi berujung bentrokan dan aksi protes di Yerusalem. Hamas kemudian menembakkan lebih 2.000 roket ke Israel, dibalas dengan serangan udara militer Israel, yang menghancurkan banyak bangunan di Jalur Gaza. (hp/gtp)
Foto: Mahmud Hams/AFP
7 foto1 | 7
Menengahi konflik internal Palestina
Yang menentukan adalah, apakah Uni Eropa akan memainkan peran dalam agenda yang disusun AS, kata Chihaia. "Sebenarnya sekarang ada peluang kerjasama transatlantik yang lebih erat. Apakah itu akan terjadi, masih harus ditunggu. Tapi (konflik) ini adalah tes pertama (bagi mereka)", tambahnya.
Uni Eropa, sebagai pemberi dana terbesar, misalnya bisa menggunakan pengaruhnya di kalangan otoritas Palestina. Hingga kini sangat sulit mempertemukan kelompok moderat Palestina yang berkuasa di Tepi Barat dengan kubu radikal Palestina yang berkuasa di Jalur Gaza. Mungkinkah Uni Eropa menengahi dialog internal antara kubu-kubu politik di Palestina yang saling bertikai lebih dulu?
"Di masa lalu, hal itu tidak berfungsi. Tapi saat ini mungkin Uni Eropa bisa memainkan peran lebih besar", kata Mihai Sebastian Chihaia. Yang penting adalah menemukan proporsi yang tepat antara penyaluran bantuan dan tuntutan untuk masuk ke meja perundingan, jelasnya.