Bila rencana ini jadi diimplementasikan, harga produk-produk yang dikemas tanpa memakai plastik daur ulang akan lebih mahal 10 persen.
Iklan
Perancis berencana memperkenalkan sistem hukuman terhadap barang-barang konsumen yang dikemas dengan plastik yang tidak didaur ulang, kata pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dalam wawancara dengan sebuah surat kabar pada Minggu (12/8).
Inisiatif ini adalah bagian dari rangkaian tindakan untuk membuat para pihak di negara ini mendaur ulang semua plastiknya.
Pemerintah Perancis berjanji akan melakukan transisi nasional untuk mendaur ulang 100 persen plastik pada 2025. Langkah ini dilakukan guna mengurangi jumlah sampah plastik yang berakhir dibuang ke laut.
Brune Poirson, Sekretaris Negara untuk Transisi Ekologi, mengatakan kepada surat kabar Journal du Dimanche bahwa pemerintah akan memperkenalkan serangkaian tindakan seperti mengenakan tambahan biaya 10 persen terhadap produk yang tidak menggunakan plastik daur ulang pada 2019.
Selain itu, skema deposit botol plastik juga akan diberlakukan; pajak pembuangan sampah di tempat pembuangan akhir akan dinaikkan sementara pajak operasional pendaurulangan akan dikurangi.
Sejumlah produk plastik yang dianggap tidak perlu dan bisa diganti seperti sedotan, gelas dan piring plastik juga akan dilarang pada 2020.
Alternatif Untuk Alat Makan Sekali Pakai
Komisi Uni Eropa merencanakan larangan alat makan plastik sekali pakai, seperti sedotan, sendok, garpu, pisau, gelas dan piring plastik. Jadi apa alternatif untuk sedotan plastik?
Miliaran sedotan plastik berakhir sebagai sampah. Uni Eropa bermaksud melarang sedotan plastik sekali pakai. Tetapi bagi mereka yang tidak bisa berhenti menggunakan sedotan - seperti Marco Hort, yang membuat rekor dunia dengan 259 sedotan plastik di mulutnya - ada alternatif ramah lingkungan.
Foto: AP
Sedotan yang bisa dimakan
Binatang laut sering menelan sedotan plastik. Demi perlindungan lingkungan, Anda sekarang bisa menggunakan sedotan yang bisa sekalian dimakan. Di Jerman, perusahaan Wisefood mengembangkan sedotan semacam itu dari sari jus apel. Sebagai alternatif lain, Anda tentu bisa menggunakan sedotan yang bisa dicuci dan dipakai lagi, misalnya sedotan dari kaca.
Foto: Wisefood
Tidak hanya sedotan
Banyak alat makan lain seperti sendok dan garpu sekali pakai dari plastik yang berbahaya bagi lingkungan. Uni Eropa sekarang bermaksud melarang penggunaannya. Perusahaan India Bakey sekarang memproduksi garpu yang bisa ikut dimakan. Perusahaan AS SpudWares juga membuat alat makan dari tepung kentang. Mungkin makanan jadi lebih enak!
Foto: picture-alliance/dpa/M. Scholz
Murni dari bahan organik
Anda mungkin juga ingin mencoba piring yang dapat dimakan. Perusahaan Polandia, Biotrem, telah mengembangkan piring yang terbuat dari bahan yang bisa dimakan. Seandainya Anda sudah kenyang, piring itu tidak perlu Anda makan. Piring terbuat dari bahan organik dan bisa terurai seluruhnya setelah 30 hari.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Reszko
Bagaimana dengan gelas plastik?
Uni Eropa dalam jangka panjang juga ingin mendorong jaringan restoran cepat saji, kafe dan bar untuk mereduksi penggunaan gelas plastik. Setengah triliun gelas plastik digunakan setiap tahun - sebagian besar digunakan satu kali saja. Beberapa perusahaan sekarang menawarkan alternatif berbasis tanaman.
Foto: picture-alliance/empics/D. Thompson
Alternatif dari Bali
Perusahaan dari Bali, Avani, mengembangkan bioplastik kompos yang terbuat dari sari jagung. Gelasnya terlihat seperti gelas plastik biasa, tapi gelas ini dapat terurai di alam. Tapi sebaiknya gelas ini didekomposisi di fasilitas kompos komersial, jangan di belakang rumah Anda.
Foto: Avani-Eco
Cangkir yang bisa digunakan lagi
Cara mudah mengurangi sampah plastik adalah menggunakan gelas yang bisa digunakan berkali-kali. Tapi kita tidak selalu membawa gelas itu ke mana saja. Di Berlin sedang dilakukan uji coba dengan gelas bambu yang bisa dipinjam. Gelas itu diberikan dengan membayar uang jaminan. Kalau gelas itu dibawa kembali, uang jaminan akan dikembalikan.
Foto: justswapit
Korek kuping yang tidak mencemari laut
Produk plastik lain yang akan dilarang di Uni Eropa adalah korek kuping. Sekarang ada alternatifnya: batang yang terbuat dari bambu atau kertas. Tetapi aktivis lingkungan mengatakan, yang terbaik adalah membersihkan telinga Anda dengan handuk saja. Penulis: Katharina Wecker (hp/vlz)
Foto: picture alliance/dpa/Wildlife Photographer of the Year /J. Hofman
8 foto1 | 8
Hingga saat ini, hanya sekitar 25 persen dari keseluruhan jumlah plastik di Perancis yang didaur ulang. Kantong plastik sekali pakai memang sudah dilarang di supermarket. Namun negara ini berharap untuk terus membuat langkah serius sesuai dengan tujuan Komisi Eropa.
"Menyatakan perang terhadap plastik tidak cukup. Kita juga perlu mengubah ekonomi Perancis," kata Poirson kepada surat kabar itu.
"Ketika nanti ada pilihan di antara dua botol, yang satu terbuat dari plastik daur ulang sedangkan yang lainnya tidak, yang pertama akan lebih murah," katanya.
Flore Berlingen dari asosiasi Zero Waste France mengatakan: "Kami berharap perusahaan-perusahaan bisa bekerja sama sehingga bukan konsumen yang menanggung akibatnya."
Sedangkan Emmanuel Guichard dari federasi Elipso produsen kemasan plastik memberi tanggapan yang lebih berhati-hati: "Untuk botol, memberi konsumen pilihan adalah mungkin. Tetapi kita tidak bisa melupakan barang-barang lainnya, misalnya saat ini belum tersedia plastik daur ulang untuk kemasan yoghurt."
Avani Cegah Bumi Jadi Planet Plastik
Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia, Sebuah perusahaan peduli lingkungan di Bali tak ingin melihat Bumi Indonesia jadi rusak akibat sampah plastik. Apa yang dilakukannya?
Foto: Avani-Eco 2017
Dari darat ke lautan
80 persen sampah plastik di lautan berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah terbuka menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke lautan. Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun.
Foto: Avani-Eco
Gerakan 3R? Tidak cukup
Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata. Kevin Kumala mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional. Baginya, plastik yang bisa terurai akan melengkapi gerakan 3R: Reduce, Reuse, Recycle. Ditambah satu R lagi, Replace atau membuat pengganti.
Foto: Avani-Eco 2017
Buat produk ramah lingkungan
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung.
Foto: Avani-Eco 2017
Dasyatnya efek sedotan plastik
Bayangkan jika setiap hari, tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta orang menggunakan satu sedotan plastik dan membuangnya setelah sekali pakai. Sedotan yang mungil itu jadi masalah karena jika sampahnya terakumulasi, maka bisa mencapai 5.000 kilometer.
Foto: Avani-Eco 2017
Plastik ekologis
Produk baru diharapkan jadi solusinya, yakni: berbagai produk plastik ekologis. Bahan bakunya berasal dari sumber daya terbarukan. Karena itu dapat terurai dengan cepat menjadi kompos. Walau begitu, plastik ekologis ini juga tidak mudah sobek, bisa dibubuhi cap atau logo perusahaan, dan dapat diproses di mesin pengolah plastik konvensional.
Foto: static1.squarespace.com
Tak meninggalkan residu beracun
Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Foto: Avani-Eco 2017
Produk paling diminati
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Foto: Avani-Eco 2017
Bisa diminum
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mengatakan tas kantung palstik ini bahkan juga bisa diminum. Caranya, celupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas. Tas itu kemudian larut dalam air dan bisa langsung diminum. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Foto: Avani-Eco
Masih mahal
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. (Ed: Purwaningsih/AS/copyright gambar: Avani Eco)