1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perancis Berkepentingan Khusus di Pantai Gading dan Libya

11 April 2011

Sejumalah harian internasional menyoroti intervensi militer militer koalisi di kedua negara itu.

Perancis kerahkan militernya ke LibyaFoto: picture alliance / dpa

Harian Perancis L'Alsace yang terbit di kawasan Alsace, timur Perancis mengomentari intervensi militer Perancis di Libya dan Pantai Gading. Harian itu menulis:

„Secara resmi Perancis melancarkan intervensi hanya dalam rangka resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa demi perlindungan masyarakat sipil. Tetapi, janganlah munafik. Seperti semua tahu, target serangan Perancis adalah pasukan Gaddafi dan Gbagbo. Sasaran Perancis yang sesungguhnya adalah mengusir kedua penguasa itu. Hal ini tidak akan dikukuhkan dalam resolusi PBB. Namun, Perancis dan mitra barat lainnya menghadapi kenyataan pahit. Baik pasukan Libya maupun Pantai Gading yang menjadi sasaran pasukan Perancis merupakan militer yang dulunya sempat dilatih dan dididik, antara lain dengan bantuan Perancis.

Harian Perancis lain yang terbit di Paris Libération juga memberikan komentarnya terkait penempatan militer koalisi internasional di Libya. Harian itu menulis:

„Awalnya operasi militer di Libya dimaksudkan sebagai „Perang Kilat“, namun kini operasi itu semakin berubah menjadi perang betulan. Masyarakat internasional, yang terlambat bereaksi dalam situasi genting di Libya, tidak dapat dan tidak mampu mendefinisi dengan jelas target perang di Libya. Masyarakat internasional tidak berhasil mengembangkan sebuah skenario politik maupun militer untuk menghadapi situasi sulit di Libya, yang kini telah menjadi kenyataan. Dan nampaknya, tidak ada harapan untuk keluar dari situasi tersebut. Sebab, pemberontak Libya tidak memiliki militer yang mampu bekerja-sama dengan angkatan udara koalisi militer internasional secara efektiv. Dan pasukan profesional satu-satunya di daratan adalah tentara Gaddafi.“

Tema lain yang juga mendapat perhatian sejumlah harian internasional adalah politik pengungsian Uni Eropa. Harian Austria Salzburger Nachrichten menulis:

„Terbukti bahwa politik pengungsian dan migrasi Uni Eropa saat ini mengalami kebuntuan. Disebutkan, bahwa kebijakan memberikan suaka dan menerima pengungsi berada di bawah tanggung-jawab negara yang mengawasi perbatasan Eropa. Bila pemerintah Italia, Yunani atau Spanyol kewalahan mengatasi masalah tersebut, mereka tidak perlu dibantu oleh rekan Eropa lainnya seperti negara bagian Jerman Bayern dan negara-negara Eropa tengah. Akan tetapi, gelombang pengungsian tidak akan berhenti. Untuk masalah inipun Eropa seharusnya mencari bersama jalan keluarnya dan bukan membiarkan negara-negara itu menyelesaikan masalah tersebut sendiri.“

Harian Italia La Stampa yang terbit di Turin juga memberikan komentarnya mengenai upaya Eropa mengatasi masalah pengungsian. Harian itu menulis:

„Sebelumnya sudah dapat dipastikan, bahwa dalam pertemuan menteri dalam negeri Uni Eropa di Luksemburg, Perancis akan besikap egois dan mempertahankan posisinya, sementara Jerman seperti biasa akan mendominasi pertemuan tersebut. Pada akhirnya, Italia yang harus menampung pengungsi gelap dari Tunisia, Etiopia, Somalia dan Eritrea serta menanggung sendiri masalahnya. Lagi-lagi Italia dijadikan kambing hitam dalam penyelesaian masalah yang datang dari Laut Tengah.“

Dan terakhir, komentar harian Spanyol El País yang terbit di Spanyol menulis:

„UE tidak memiliki politik bersama untuk urusan luar negeri maupun pertahanan. Tidak mengherankan, bahwa lembaga tersebut juga tidak mempunyai sikap bersama menghadapi masalah pengungsian dari Afrika Utara. Memang sepantasnya Italia memohon pada UE, agar memasukkan persoalan ini sebagai masalah bersama. Pemerintah Perancis menolak untuk mengizinkan pengungsi itu masuk ke kawasannya, walaupun mereka sudah mendapat izin tinggal terbatas dari pemerintah Italia. Awalnya negara yang berkuasa di UE menyambut baik gerakan revolusi di dunia Arab dan melontarkan pernyataan sombong. Namun pernyataan mereka tidak diikuti perbuatan. Para pengungsi seharusnya disebarkan ke berbagai negara Eropa.“

AN/HP/afpd/dpa