1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perancis Pangkas Pajak Minyak Sawit Setelah Indonesia Protes

18 Maret 2016

Parlemen Perancis akhirnya memangkas pajak impor minyak sawit setelah protes keras Indonesia dan Malaysia. Senat tadinya mengusulkan pajak impor sampai 500 Euro per ton. Parlemen sekarang menyetujui 30 Euro.

Palmölplantage
Foto: picture-alliance/dpa

Mayoritas anggota parlemen Perancis akhirnya menolak kenaikan drastis pajak impor minyak sawit, yang juga sering disebut "Pajak Nutella", karena banyaknya kandungan minyak sawit dalam produk terkenal itu.

Impor komoditi yang mengandung minyak sawit saat ini dikenakan pajak sekitar 104 Euro per ton. Majelis Tinggi atau Senat Perancis, setelah mendapat tekanan dari kelompok pelindung lingkungan, mengusulkan kenaikan 300 sampai 500 Euro.

Banyak organisasi lingkungan menerangkan, produksi minyak sawit mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, terutama bagi kawasan hutan tropis di Indonesia dan Malaysia. Banyak hutan ditebang untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit atau pembangunan jalan.

Senat tadinya mengusulkan kenaikan bertahap yangh drastis, yaitu 500 Euro untuk 2018, 700 Euro untuk 2019 dan 900 Euro untuk 2020.

Makin banyak perusahaan Eropa yang sekarang menuntut konsep ekologis untuk minyak sawitFoto: picture alliance/dpa

Rencana kenaikan tarif impor komoditi yang mengandung kelapa sawit itu adalah bagian dari RUU tentang keanekaragaman hayati.

Indonesia sebelumnya mengecam rencana Perancis sebagai "arogan" dan "berlebihan" dan menerangkan langkah itu bisa mengganggu hubungan bilateral kedua negara.

Menteri Muda Perancis untuk keanekaragaman hayati, Barbara Pompili mengatakan, pajak sawit yang disetujui senat, berkisar sekitar 30 Euro per ton, adalah tarif yang "lebih realistis".

Anggota parlemen Jean-Louis Bricout dari Partai Sosialis yang berkuasa menambahkan, kenaikan drastis tarif impor minyak sawit justru bisa "mengguncang pemasokan (minyak sawit) ke perusahaan-perusahaan Prancis, atau mereduksi secara mendadak pendapatan produsen minyak sawit yang kebanyakan berada di negara berkembang".

Hutan di Jambi ditebang untuk perkebunan minyak sawitFoto: Watch Indonesia! e.V.

Ini adalah ketiga kalinya sejak 2012 pajak minyak sawit dibahas di parlemen Perancis.

Tahun lalu, Menteri Lingkungan Segolene Royal sempat membuat marah perusahaan Ferrero, produsen Nutella dari Italia, ketika ia mengusulkan orang-orang untuk berhenti makan Nutella karena produk itu punya kontribusi besar untuk deforestasi. Beberapa hari kemudian, Segolene Royal harus meminta maaf untuk pernyataannya.

Pajak impor setinggi 104 euro per ton saat ini yang dikenakan pada minyak sawit termasuk rendah untuk komiditi minyak nabati. Impor minyak zaitun ke Perancis misalnya dikenakan pajak € 190 per ton.

Aksi protes impor minyak sawit di Berlin (2013)Foto: Imago

Perancis hanya mengimpor sekitar 150.000 ton minyak sawit per tahun, hanya sebagian kecil dari produksi global yang mencapai dunia 62 juta ton.

Indonesia dan Malaysia khawatir langkah Perancis bisa diikuti oleh negara-negara lain dan akan membuat impor minyak sawit menjadi sangat mahal.

Anggota parlemen dari Partai Sosialis, Anne-Yvonne Le Dain, menyebut langkah parlemen "tidak konsisten".

"Kita mengimpor hanya sedikit minyak sawit, tapi banyak sekali kopi, karet, coklat dan kacang" dan tidak pernah memikirkan soal deforestasi yang diakibatkan oleh komiditi ini, kata dia.

hp/rn (afp)