Sejumlah negara membidik cadangan gandum raksasa di Ukraina yang terjebak blokade laut Rusia. Diperkirakan sebanyak 20 juta ton bahan pangan menunggu untuk diekspor, antara lain ke kawasan rawan pangan di dunia.
Melalui berbagai kanal diplomasi, pemerintah di Kyiv sempat berniat mengirimkan sebagian cadangan gandumnya melalui jalan darat lewat pelabuhan di negara lain. Namun, beragam masalah logistik akibat ketimpangan infrastruktur mempersulit upaya tersebut.
Selasa (7/6), Kementerian Pangan dan Pertanian mengatakan pihaknya saat ini hanya bisa mengekspor maksimal dua juta ton produk biji padi-padian per bulan. Jumlah tersebut dibagi menjadi 700 ribu ton untuk diangkut lewat kereta api, 800 ribu ton lewat Sungai Donau (Danube) dan sisanya dengan menggunakan truk.
Sejak Juli 2021 silam, Kyiv mengaku sudah mengekspor 18,5 juta ton gandum dan 22,4 juta ton jagung. Padahal sebelum invasi Rusia, Ukraina setiap bulan mengekspor hingga enam juta ton gandum, jagung atau sereal ke luar negeri. Angka tersebut anjlok menjadi sekitar satu juta ton sejak beberapa bulan terakhir.
Iklan
Percaturan diplomasi demi ketahanan pangan
Surutnya ekspor pangan dari Ukraina ikut memperparah situasi kelangkaan pangan di berbagai wilayah di dunia. Terutama di Afrika Timur yang dilanda kemarau ekstrem sejak beberapa tahun terakhir, gangguan pada suplai gandum menemepatkan penduduk di jurang bencana.
Kebuntuan di Laut Hitam ingin direlai oleh Turki lewat inisiatif diplomasi. Ankara sedang berkoordinasi secara dekat dengan Ukraina dan Rusia untuk membuka kembali pelabuhan Odessa, kata Menteri Pertahanan Hulusu Akar.
Ketiga negara akan berembuk dengan PBB mengenai rencana koridor pangan di Laut Hitam. Akar mengatakan, pihaknya antara lain merundingkan siapa yang nantinya akan membersihkan ranjau di sepanjang lepas pantai Ukraina, dan siapa yang menjamin keamanan di koridor.
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)
Foto: PIUS UTOMI EKPEI/AFP via Getty Images
9 foto1 | 9
"Kami berupaya keras memecahkan masalah ini secepat mungkin,” katanya di hadapan media, Senin (6/6). Menurutnya, keempat pihak kini fokus pada pembahasan teknis. "Sejauh ini kami sudah membuat banyak kemajuan,” imbuhnya.
Putaran diplomasi di Ankara dilatari tuduhan Amerika Serikat bahwa "Rusia mencuri cadangan gandum Ukraina untuk dijual kembali demi keuntungan sendiri,” kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Senin (6/6).
"Sekarang, Rusia juga menimbun bahan pangan untuk diekspor juga,” imbuhnya, sembari mengklaim punya "laporan yang kredibel” sebagai bukti. Menurut Blinken, blokade ekspor oleh Rusia "berdampak besar terhadap ketahanan pangan global karena Ukraina merupakan salah satu lumbung pangan dunia.”