Gencatan senjata di Suriah berakhir dengan serangan serdadu pemerintah terhadap kota Aleppo. PBB melaporkan satu nyawa melayang setiap 25 menit dalam dua hari terakhir. Perundingan damai kini menemui jalan buntu.
Iklan
Mobilisasi serdadu yang disusul dengan pertempuran sengit di utara Suriah menandai berakhirnya gencatan senjata yang telah berlangsung sejak Februari silam. Dengan mandeknya perundingan damai di Jenewa, perang antara pemerintah dan pemberontak akan kembali memanas.
Sekitar 200 warga sipil meninggal dunia selama sepekan terakhir di Suriah, kebanyakan di kota Aleppo. Menurut Utusan Khusus PBB, Staffan de Mistura, dalam 48 jam terakhir satu nyawa melayang setiap 25 menit dan satu orang luka-luka saban 13 menit.
Aleppo diyakini akan menjadi medan perang terbesar, menurut seorang tokoh pemberontak kepada kantor berita Associated Press. Pemerintah Suriah saat ini telah mempersiapkan serdadu, persenjataan dan amunisi untuk menghadapi perang terbuka di Aleppo, kata Mayor Jamil Saleh, salah satu komandan Free Syrian Army.
Saleh mengklaim pihaknya menjawab manuver Assad dengan mengirimkan pasukan ke Aleppo. Ia menyebut serangan udara dan artileri oleh pasukan pemerintah terhadap kota di utara itu sebagai "persiapan" menjelang operasi militer berskala besar.
Eskalasi konflik di Suriah mendorong de Mistura untuk mendesak Amerika Serikat dan Rusia agar mengusahakan insiatif damai "di level tertinggi." Terlebih ia menuntut pasukan pemerintah menghentikan operasi militer.
"Bagaimana anda bisa memulai perundingan damai jika yang anda dengar cuma berita pemboman?" pungkasnya.
"Perang akan berkecamuk lebih dahsyat," tutur Hilal Khashan, Professor Politik di American University di Beirut. "Saya kira kita akan menyaksikan eskalasi kekerasan sebelum perundingan damai bisa dimulai."
Cantik dan Mematikan: Prajurit Perempuan Pelumat ISIS
Mereka cantik, tetapi juga mematikan. Buat melumat ancaman kelompok teror Islamic State, perempuan Kurdi tidak segan mengangkat senjata. Keberadaan mereka di garda terdepan mengusik sikap anti perempuan kelompok radikal.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Ditakuti dan Dibenci
Sejak beberapa tahun terakhir pasukan bersenjata Kurdi, Peshmerga, menerjunkan kaum perempuan buat bertempur di garda terdepan dalam perang melawan Islamic State. Mereka ditakuti, tutur Kolonel Nahida Ahmad Rashid, komandan batalyon perempuan Peshmerga, "karena pejuang IS merasa mereka yang mati di tangan perempuan tidak akan masuk surga."
Foto: Getty Images/AFP/S. Hamed
Berbayar Nyawa
Kekhawatiran terbesar prajurit perempuan Peshmerga adalah ditangkap oleh gerilayawan IS. Menurut berbagai laporan, mereka biasanya disiksa dan diperkosa sebelum dibunuh. Oleh pimpinan Peshmerga setiap serdadu perempuan diperintahkan menyisakan satu butir peluru buat melumat nyawa sendiri sebelum ditangkap.
Foto: picture alliance/Pacific Press/J. Ahmad
Uluran Tangan Barat
Batalyon kedua Pesherga saat ini berkekuatan 500 serdadu yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Satuan tempur ini berbasis di Sulaymaniyah, Kurdistan, dan terletak tidak jauh dari perbatasan Iran. Lantaran kiprahnya dalam perang melawan IS, Peshmerga sering mendapat bantuan militer dari negara-negara barat. termasuk diantaranya program pelatihan buat perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Jensen
Persamaan Gender di Jantung Kekuasaan IS
Prajurit perempuan Peshmerga ikut memanggul beban tugas yang sama seperti kaum lelaki. Mereka dikirim dalam misi pengintaian, berpatroli, menjaga pos pengawasan atau rumah sakit. "Satu-satunya perbedaan," kata Kolonel Rashid, sang komandan, "adalah para lelaki memakai senapan yang lebih berat."
Foto: picture-alliance/dpa/R. Jensen
Perempuan di Akar Tradisi
Peshmerga yang dalam bahasa Kurdi berarti "mereka yang menatap mata kematian," aktif sejak akhir Perang Dunia I. Sejak dulu sayap militer Kurdi ini bertempur melawan pemerintahan Irak. Sejak jatuhnya rejim Saddam Hussein, wilayah Kurdistan menikmati otonomi dan kemajuan ekonomi. Perempuan yang teremansipasi sudah mengakar dalam tradisi Kurdi
Foto: Reuters/Ahmed Jadallah
Ekspresi Kebebasan Perempuan Kurdi
Peshmerga pertamakali merekrut prajurit perempuan sekitar 20 tahun lalu. Selain Peshmerga, minoritas Kurdi juga memiliki kelompok bersenjata lain seperti Partai Buruh Kurdi, PKK, atau YPG yang juga banyak diperkuat oleh kaum hawa. Adalah Abdullah Öcalan, pimpinan PKK, yang pertama kali mencetuskan ide serdadu perempuan. "Jika perempuan dijadikan budak, lelaki pun mengalami nasib sama," katanya
Foto: picture alliance/Pacific Press/J. Ahmad
Perjuangan demi Kebebasan
Peshmerga bertempur di front sepanjang 1000 kilometer di utara Irak. Jika dulu rejim Saddam Hussein dianggap sebagai ancaman terbesar, maka kini peran laknat tersebut digantikan oleh Islamic State. "Kami disini karena ingin melindungi apa yang telah susah payah kami capai, yakni parlemen, keamanan dan stabilitas," kata Komandan Rashid.