1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

130509 Sri Lanka Krieg

13 Mei 2009

Sementara jumlah korban terus bertambah, kedua pihak saling menyalahkan tidak memperhatikan keselamatan warga sipil.

Warga Tamil mengantri bantuan makanan di kamp pengungsi di Vavuniya, Sri Lanka.Foto: AP

Perang propaganda berlanjut. Pemerintah Sri Lanka dengan tegas membantah menggunakan senjata berat untuk menyerang pesisir pantai yang dikuasai organisasi pemberontak Macan Tamil LTTE.

Pada konferensi pers di ibukota Sri Lanka, Colombo, juru bicara Kementrian Pertahanan Keheliya Rambukwella nampak berang saat menampik tuduhan yang terus menerus datang.

"Sepenuhnya saya membantah tuduhan itu. Itu kebohongan yang dibuat oleh LTTE. Kemenangan kami bukan hanya dalam mengalahkan pemimpin pemberontak Prabakharan. Kemenangan kami adalah membebaskan warga sipil dari penyanderaan Prabakharan“, kata Rambukwella.

Konferensi pers juga diadakan Aliansi Nasional Tamil di Colombo. Mereka duduk di parlemen dan pemimpinnya, Rajavarothayam Sambanthan, mengulang tuduhan yang juga dilontarkan pemberontak LTTE yang terkepung. Tentara Sri Lanka disebutkan menembaki rumah sakit terakhir di kawasan pemberontak dan kembali menewaskan banyak warga sipil.

Sambanthan mengatakan, "Tentara tetap menggunakan senjata berat dan artileri berat, sekalipun pemerintah berjanji hal itu tidak akan terjadi lagi. Bencana kemanusiaan yang kita takutkan, kini tengah berlangsung.“

Tak ada yang bisa membuktikannya secara independen, karena pemerintah dan tentara menghalangi jurnalis dan organisasi bantuan meninjau langsung ke lapangan. Dilarang memberitakan dari zona pertempuran. Juga dilarang untuk berbicara dengan pengungsi Tamil yang dikumpulkan di kamp-kamp yang dikontrol pemerintah.

Tetapi, organisasi hak asasi Human Rights Watch kini mengajukan foto-foto satelit yang diambil antara tanggal 6 hingga 10 Mei. Pada gambar itu bisa dikenali kawah-kawah besar yang hanya bisa diakibatkan oleh tembakan artileri.

Gambar-gambar itu juga menunjukkan bagaimana sejumlah besar orang bergerak cepat dari satu lokasi ke lokasi lain. Bagi Human Rights Watch itu merupakan bukti jelas bahwa orang-orang itu lari karena ditembaki.

Menurut keterangan PBB, pemberontak Tamil menahan sedikitnya 50.000 rakyat sipil di kawasan terakhir yang mereka kuasai. Rakyat digunakan sebagai tameng hidup. Palang Merah Internasional terus berupaya menyalurkan bantuan bagi warga sipil lewat perahu dan mengevakuasi korban luka parah.

Tetapi, saat keselamatan nyawa para petugas terancam, aksi itu terpaksa dihentikan, terang jurubicara Palang Merah Internasional Sarasi Wijeratne.

Ia mengatakan, "Situasi umum di sana sangat buruk sehingga kami terpaksa menghentikan aksi bantuan. Kami tidak bisa mengirim bantuan ataupun mengevakuasi yang cedera. Sekitar 60% dari warga yang sudah kami evakuasi mengalami cedera, sebagian besar luka parah. Beberapa harus diamputasi, lainnya terkena pecahan peluru meriam."

Kawasan terakhir yang dikuasai pemberontak Macan Tamil adalah pesisir pantai seluas tiga km2. Sebuah laguna besar, yang dikepung samudera Hindia dan tentara Sri Lanka. Di tempat inilah tentara hendak menumpas habis pemberontak yang sejak tahun 1983 memperjuangkan negara sendiri bagi minoritas Tamil di utara dan timur pulau.


Sandra Petersmann/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk