Serangan terhadap aktivis Walhi NTB menggarisbawahi nasib muram yang dihadapi pegiat lingkungan di era pemerintahan Joko Widodo. Percepatan pembangunan dan ambisi ekonomi ditengarai sebagai akar masalah.
Iklan
Pada Senin pukul 03:00, Murdani mendapati diri berbagi nasib dengan ratusan aktivis sebelum dia yang pernah menjadi korban penyerangan. Pagi itu kendaraannya yang diparkir di garasi rumah dibakar orang tak dikenal. Api yang mengancam penghuni rumah baru bisa dipadamkan 45 menit kemudian tanpa menimbulkan korban.
Murdani, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB, mencurigai insiden tersebut terkait advokasinya melawan perusahaan tambang.
Tak heran Walhi menuntut kepolisian NTB agar segera mengungkap pelaku dan melindungi keluarga para pekerja lingkungan. Hal tersebut diungkapkan dalam jumpa pers di gedung Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta, Rabu (30/1).
Namun celakanya, menurut Direktur Walhi Indonesia Yaya Nur Hidayati, upaya intimidasi terhadap Murdani tidak seberapa dibandingkan nasib pejuang lingkungan yang bekerja seorang diri. "Mereka dituntut menggunakan pasal karet dengan tuduhan yang dibuat-buat," kata dia kepada DW.
"Modus kriminalisasi dijadikan alat oleh pelaku kejahatan lingkungan untuk meredam perjuangan masyarakat," kata dia. Tujuannya adalah "menciptakan rasa gentar" agar penduduk berpikir dua kali sebelum mengobarkan perlawanan.
Seniman Lithuania Kirim Pesan SOS Nasib Hutan Indonesia
01:39
Kriminalisasi Marak di Era Jokowi
Kriminalisasi aktivis lingkungan dan sosial diakui kian marak di era pemerintahan Joko Widodo. Tudingan tersebut tidak hanya dilayangkan Walhi, tetapi juga Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan sejumlah organisasi Hak Asasi Manusia. Jika dulu serangan sering muncul dalam bentuk intimidasi dan kekerasan fisik, "sekarang aparat dan perusahaan menggunakan instrumen hukum untuk membuat gentar," kata Yaya Nur Hidayati.
Catatan WALHI menyebut sudah 723 kasus kriminalisasi pejuang lingkungan hidup yang muncul selama pemerintahan Joko Widodo. Salah satu yang mendapat perhatian adalah kasus kriminalisasi Budi Pego. Dia yang menolak tambang emas Tumpang Pitu karena berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia akhirnya dijerat dengan tudingan menyebarkan komunisme.
Budi akhirnya divonis tujuh tahun sebelum diralat menjadi empat tahun oleh Mahkamah Agung.
Negara sejatinya memberikan perlindungan bagi aktivis lingkungan dalam pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pasal tersebut menjamin setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata.
Namun aturan tersebut "tidak efektif" dalam melindungi aktivis lantaran penggunaan "pasal karet" semisal nasib yang menimpa Budi Pego, kata Nur Hidayati.
Daftar Pelanggaran HAM yang Belum Terselesaikan
Sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia berat tersandung oleh sikap batu lembaga negara. Kejaksaan Agung seringkali menjadi kuburan bagi keadilan. Inilah sebagian kasus besar yang masih menjadi PR buat pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Tragedi Trisakti
Pada 12 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa menuntut pengunduran diri Suharto memuncak di kampus Universitas Trisakti, Jakarta. Komnas HAM mencatat jumlah korban kekerasan oleh aparat keamanan mencapai 685 orang, sementara tiga meninggal dunia akibat tembakan. Ironisnya berkas penyelidikan yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung dinyatakan hilang pada Maret 2008 oleh Jampidsus Kemas Yahya Rahman.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. husni
Semanggi Berdarah
Kejaksaan Agung di bawah kendali Hendarman Supandji menjadi jalan buntu pengungkapan kasus pelanggaran HAM 1998. Berkas laporan Komnas HAM terhadap kasus kekerasan aparat yang menewaskan 17 orang (Semanggi I) dan melukai 127 lainnya pada November 1998 menghilang tak berbekas. Setahun berselang tragedi kembali berulang, kali ini korban mencapai 228 orang.
Foto: picture alliance/dpa
Hilangnya Widji Tukul
Satu per satu aktivis pro demokrasi menghilang tanpa jejak menjelang runtuhnya kekuasaan Suharto, termasuk di antaranya Widji Thukul. Ia diduga diculik aparat keamanan setelah dinyatakan buron sejak peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1996 (Kudatuli). Kasus Widji Thukul mewakili puluhan aktivis yang sengaja dilenyapkan demi kekuasaan.
Foto: Wahyu Susilo
Pembantaian 1965
Antara 500.000 hingga tiga juta nyawa simpatisan PKI melayang di tangan militer dan penduduk sipil setelah kudeta yang gagal pada 1965. Hingga kini upaya pengungkapan tragedi tersebut tidak pernah menyentuh pelaku. Adalah sikap membatu TNI yang melulu menjadi sandungan bagi penuntasan tragedi 1965.
Petaka di Wamena
Tragedi Wamena berawal dari penyerangan gudang senjata oleh orang tak dikenal yang menewaskan 2 anggota TNI pada April 2003. Aksi penyisiran yang kemudian dilakukan aparat menewaskan 9 penduduk sipil, sementara 38 luka berat. Seperti kasus sebelumnya, laporan penyelidikan Komnas HAM ditolak Kejagung dengan alasan tidak lengkap. TNI juga dituding menghalangi penyelidikan kasus tersebut.
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto
Pembunuhan Munir
Sosok yang sukses membongkar pelanggaran HAM berat oleh Tim Mawar dan mengakhiri karir Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini meninggal dunia setelah diracun dalam perjalanan menuju Belanda. Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Namun hingga kini kejaksaan sulit memburu tersangka utama yakni Muchdi Pr. yang dikenal dekat dengan Prabowo.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
6 foto1 | 6
Intensitas Pembangunan Rugikan Aktivis Lingkungan
Menurut Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, masalah berakar lewat percepatan pembangunan yang digenjot di era Jokowi dan bernuansa "orde baru". Salah satu alasan maraknya proyek mangkrak di era Susilo Bambang Yudhoyono adalah penolakan masyarakat terkait dampak sosial dan lingkungan. Hambatan ini yang kemudian ingin dituntaskan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
"Peningkatan intensitas pembangunan infrastruktur dan proyek ekonomi lainnya," membuat kriminalisasi kian marak, tutur Usman saat dihubungi DW. Benturan antara ambisi ekonomi pemerintah dan upaya perlindungan lingkungan misalnya bisa disimak pada kasus di Jawa Tengah.
April 2017 Joko Widodo masih dijadwalkan untuk meresmikan pabrik baru milik PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah. Pada akhir tahun, petani bernama Joko Prianto yang menggalang penolakan terhadap pembangunan pabrik semen didakwa dengan dalih pemalsuan dokumen. Saat itu tokoh masyarakat yang dekat dengan PT Semen Indonesia bahkan melayangkan surat ke istana untuk mendukung kriminalisasi Joko Prianto.
Dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan di daerah diduga kuat menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam melindungi kepentingannya, klaim Usman.
Joko yang tinggal di desa Tegal Dowo, harus mengeluarkan ongkos dari kantung sendiri untuk memenuhi kewajiban melapor ke Polda Jawa Tengah di Semarang yang berjarak 150km dari kediamannya. Padahal dia bisa hanya melapor ke kantor kepolisian terdekat. "Ini seperti memberi pesan pada petani lain, bahwa kalau terus menolak mereka akan berhadapan dengan kepolisian dan kerumitan wajib lapor tiap minggu, di bawah bayang-bayang ketakutan," kata Usman.
Saat ini Dewan Direksi PT Semen Indonesia dikuasai oleh Sutiyoso, bekas Gubernur DKI yang diangkat Jokowi sebagai Kepala Badan Intelijen Negara pada 2015 lalu.
Aksi Para Kartini Kendeng
9 perempuan Kendeng Rembang, Jawa Tengah berjuang keras menolak pembangunan pabrik semen di kampung halamannya. Setelah berkali-kali unjuk rasa di wilayahnya, mereka ke Jakarta dan mengecor kaki dengan semen.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Dari Kendeng ke Jakarta
Sembilan perempuan Rembang ini mengecor kakinya sebagai protes terhadap rencana pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia di lahan pertanian mereka di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Demi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal
Dipimpin Sukinah, mereka menyemen kedua kakinya pada Selasa 12 April 2016, di depan istana. Mereka mengecor kaki di kotak kayu ukuran 100 x 40 sentimeter. Sejak 2014 puluhan perempuan Watu Putih mendirikan tenda untuk melawan penghancuran lebih jauh biodiversitas, tangkapan air, dan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih Rembang.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Perjuangan sejak lama
Tahun 2014, mereka juga pernah melaporkan kepada Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) atas tindakan kekerasan dan persoalan yang mereka alami, akibat keberadaan perusahaan semen di wilayah tersebut.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Melawan pabrik semen
Setelh terpasung semen selama dua hari, sembilan perempuan dari Kendeng mengakhiri aksi dengan membongkar semen yang sejak Selasa siang telah membelenggu kaki mereka, setelah aksi mereka dipastikan mendapat perhatian Presiden. Kawasan CAT Watu Putih Pegunungan Kendeng Rembang merupakan kawasan lindung geologis karena karakternya yang khas dan spesifik.
Foto: picture-alliance/NurPhoto
Gugat kerusakan lingkungan
Para Kartini ini merupakan para petani perempuan dari wilayah sepanjang pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, dan Grobogan, Jawa Tengah. Warga Kendeng menggugat pendirian pabrik semen di wilayah mereka karena dituding merusak lingkungan.
Foto: picture-alliance/dpa/D.Husni
5 foto1 | 5
Negara Sebagai Pelaku Kriminalisasi?
Maka tidak sulit menerka siapa yang bertanggungjawab atas gelombang kriminalisasi pegiat lingkungan. Tahun lalu Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menerbitkan laporkan, 88% pelaku kriminalisasi dan ancaman kekerasan terhadap aktivis sosial berasal dari elemen negara, yakni Polri, TNI, Kejaksaan, pejabat negara, badan otorita hingga Satpol PP.
Interkoneksi antara pemerintah dan swasta inilah yang diyakini mempersulit upaya penghentian kriminalisasi aktivis. Meski kesadaraan masyarakat meningkat untuk melindungi lingkungan sendiri, "ketiadaan penghukuman atau impunitas terhadap para pelaku," membuat kasus kriminalisasi atau ancaman kekerasan fisik akan terus marak terjadi.
"Bahkan dalam kasus lingkungan atau korupsi, beberapa serangan yang sangat serius tidak pernah berakhir dengan penghukuman. Sehingga serangan-serangan berikutnya bisa terulang tanpa pelakunya harus khawatir bahwa negara akan menangkap mereka," imbuhnya.
Dalam Tinjauan Lingkungan Hidup 2019 yang diterbitkan Walhi baru-baru ini, Indonesia dinilai masih menjadi "ruang nyaman bagi penyelenggara negara dan korporasi dalam pertarungan penyelamatan lingkungan." Salah satu buktinya adalah gugatan kerugian dan pemulihan lingkungan hidup terhadap perusahaan sebesar Rp. 18 triliyun yang sudah dikantongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, "namun belum ada satupun putusan yang dieksekusi." (rzn/vlz)
Solidaritas Untuk Kendeng, Aksi Semen Kaki Berlangsung di Jerman
Aksi menyemen kaki bukan hanya dilakukan petani Kendeng di Indonesia. Di Jerman, aksi serupa dilakukan dengan tujuan serupa, menolak pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng.
Foto: Marianne Klute
Mereka menyemen kaki
Aksi protes yang diwarnai aksi menyemen kaki dilakukan bertepatan dengan rapat umum pemegang saham PT. HeidelbergCement di Kota Heidelberg, Jerman, pada tanggal 10 Mei 2017. Puluhan orang, termasuk warga Jerman ikut serta dalam aksi inii sebagai bentuk solidaritas bagi petani Samin yang menolak pembangunan pabrik semen di pegunungan Kendeng
Foto: Marianne Klute
Memrotes pemegang saham perusahaan induk
Seperti diketahui, HeidelbergCement adalah perusahaan semen yang berkantor pusat di Heidelberg, Jerman. Produsen semen terbesar ketiga di dunia ini juga pemegang saham mayoritas PT Indocement, salah satu pabrik semen di Indonesia. Melalui anak usahanya tersebut, HeidelbergCement berencana membangun pabrik di Pati, Jawa Tengah, yang mendapat tentangan dari komunitas Samin.
Foto: Privat
Roadshow Samin vs Semen di Jerman
Kebetulan, rapat umum pemegang saham perusahaan Jerman tersebut bertepatan dengan pemutaran film dokumenter Samin Vs Semen di 10 kota di Jerman, April hingga Mei 2017. Film ini mengisahkan perjuangan komunitas Samin menolak kehadiran pabrik semen di pegunungan Kendeng. Tak urung aksi solidaritas pun digelar untuk isu tersebut.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Warga Jerman ikut menyemen kakinya
Berbagai elemen masyarakat Jerman bergabung dalam aksi solidaritas terhadap petani Samin di Kendeng. Puluhan individu maupun perwakilan organisasi ikut dalam aksi yang digelar di Heidelberg, hari Rabu (10/05). Beberapa orang bahkan menyemen kakinya, seperti yang dilakukan petani Samin saat aksi di Indonesia.
Foto: Marianne Klute
Solidaritas bersama
Selain Watch Indonesia, organisasi lainnya yang mengundang Dandhy dan Gunarti untuk memberi pemaparan situasi isu semen dalam bentuk roadshow film Samin vs Semen di Jerman adalah Südostasien Informationsetlle, Retten Regenwald, Heinrich-Böll Stiftung. Akomodasi keduanya di Jerman juga dibantu secara gotong royong oleh warga yang simpati dengan perjuangan petani Samin.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Memberi pemahaman seputar konflik semen
Pembuat film Dandhy Laksono menjelaskan tujuan dari kampanye komunitas Samin ke Jerman:"Tujuannya adalah agar film yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman ini ditonton oleh warga Jerman, sehingga bisa memberikan tekanan sosial dan politik kepada pemerintah Jerman dan Indonesia, agar perusahaan induk Heidelbergcement berpikir ulang mengenai pendirian pabrik semen di Kendeng."
Foto: DW/A. Purwaningsih
Merusak tatanan sosial an lingkungan
Gunarti, petani Samin dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang ikut dalam perjalananpemutaran dan diskusi film Samin vs Semen di Jerman, memaparkan pendirian pabrik semen di pegunungan merusak tatanan sosial dan lingkungan di wilayah mereka berada.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Terkatung-katung lagi
Adapun dalam pertemuan dengan para pemegang saham di HeidelbergCement, hasilnya kurang memuaskan bagi Yvonne Kurz dari Watch Indonesia yang mendampingi Dandhy dan Gunarti. Yvonne menceritakan, para pemegang saham sejauh ini belum dapat memutuskan apakah akan melanjutkan pembangunan pabrik semen di Pati atau tidak.
Foto: Marianne Klute
Indonesia kelebihan semen
Ada dua alasan yang disampaikan para pemegang saham kepada Yvonne, mengapa belum ada keputusan soal pabrik semen di Pati. Pertama, sudah ada sebuah pabrik semen yang berdiri di dekat Pati, yakni di Rembang yang didirikan oleh PT Semen Indonesia. Kedua, menurut Yvonne, pemegang saham sendiri mengakui sudah ada kelebihan produksi semen di Indonesia. (Ed:ap/yf/foto:B.Dengen/M.Klutte)
Foto: Basilisa Dengen
9 foto1 | 9
*Ralat: Dalam versi sebelumnya dituliskan Presiden "Joko Widodo ikut meresmikan" pabrik semen di Rembang. Tulisan di atas sedianya merujuk pada rencana dan undangan terhadap presiden untuk menghadiri peresmian. Dalam kenyataannya presiden hingga kini belum menyanggupi permintaan untuk menghadiri peresmian.