1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perawat Lansia dari Mekong

Vera Kern4 Maret 2014

Jerman kekurangan ribuan tenaga perawat orang tua atau lansia. Pekerja magang dari Asia menutupi kekurangan itu: 120 calon perawat dari Vietnam dilatih di sebuah panti jompo di Jerman.

Foto: DW/V.Kern

Ia ekstra membeli sepatu karet garis-garis merah muda dan biru untuk gesit bekerja. Di sebuah hari yang berat, Huong Ngo Nga yang berusia 22 tahun melintasi lorong-lorong di lantai tiga panti jompo 'Pfostenwäldle.' Dia mencuci baju, membantu orang-orang tua yang tinggal di sana untuk mandi dan berpakaian, kemudian bergegas ke kamar-kamar berikutnya untuk melakukan tugas serupa.

Tidak ada waktu untuk mengobrol basa-basi saat itu. 'Bekerja Cepat dan Baik,' itulah motto mereka, saat magang menjadi perawat pasien lanjut usia di Jerman. Mereka belajar bahasa Jerman dan bekerja secara cepat dan baik - sesuai dengan motto tersebut.

Bersama sekitar 120 pekerja magang yang berusia muda asal Vietnam, Huong datang pada bulan September 2013 ke Jerman. Mereka bergabung dalam sebuah proyek percontohan - yang merupakan bentuk kerjasama antara organisasi bantuan masyarakat Jerman untuk kerjasama internasional (GIZ) dengan Departemen Tenaga Kerja Vietnam. Di Stuttgart, 36 orang di antaranya dilatih sebagai perawat.

Proyek ini akan berjalan hingga tahun 2016. Secara khusus, anak-anak muda tersebut dilatih untuk merawat para lansia. Kemudian mereka akan bekerja di Jerman selama tiga tahun.

Proyek percontohan vs kekurangan perawat

Panti jompo Pfostenwäldle terletak di antara kebun anggur dan hutan di pinggiran Stuttgart.

Perawat lansia di panti jompoFoto: DW/V.Kern

Di sebuah pagi yang amat tenang di panti itu, tiba-tiba terdengar suara dari radio, musik khas Jerman yang disebut Schlager - jenis musik yang disukai penghuni panti jompo itu. Kebanyakan dari mereka melakukan senam di kursi.

Di ruang makan Huong berkenalan dengan Mary yang sudah berusia 91 tahun. "Aku terjatuh," keluh nenek itu. Huong meletakkan lengan perempuan itu di bahunya: "Ya tak apa-apa, kami ada di sini untukmu." Kemudian keduanya memgobrol. Nenek Mary bertanya, berapa usia Huong, dari mana ia berasal, dan sebagainya.

Sekitar 75 persen pekerja di panti jompo Pfostenwäldle memiliki latar belakang migran. Anak-anak magang dari Vietnam yang masih belia itu diterima dengan baik. "Mereka selalu begitu manis," kata Ibu Schumacher, salah seorang penghuni panti. Penghuni panti lainnya, Ibu Gerst mengatakan: "Mereka selalu ada untuk kami, ketika kami membutuhkan sesuatu." Sementara Bapak Tiedemann tidak lagi bisa berbicara, tapi senyumnya mengungkapkan, bahwa dia menghargai pijatan di pundaknya yang dilakukan rekan Huong, Chinh.

Dialek Schwäbisch yang sulit

Sebelum berangkat ke Jerman, selama setengah tahun, Huong dan calon pekerja dari Vietnam itu dipersiapkan di Hanoi. Mereka belajar bahasa Jerman dan lewat tayangan video mengenal panti jompo di Jerman. Para calon pekerja magang ini, kesemuanya sudah punya latar belakang sekolah keperawatan, sehingga masa pendidikan di Jerman bisa dipangkas menjadi dua tahun.

"Kami hanya memiliki satu masalah," kata Huong Ngo Nga: Bahasa Jerman. Ada hari-hari di mana ia merasa begitu frustasi, ketika penghuni panti menginginkan sesuatu dan ia tidak mengerti. Ia bertekad harus belajar bahasa Jerman dengan cepat dan baik.

Huong Ngo Nga, magang di Jerman.Foto: DW/V.Kern

Sementara itu, rekannya, Bach Tran Xuan yang berusia 25 tahun, sedang berjuang dengan sebuah dialek Jerman: "Ada penghuni panti yang berbicaranya pelan dan kadang-kadang dengan dialek Schwäbisch (ed-salah satu dialek di Jerman).

Jika bertelepon dengan ayahnya, Bach kerap ditanya oleh sang ayah: "Apakah sudah bisa berbicara bahasa Jerman dengan baik?" Keluarga di Vietnam menaruh banyak harapan dalam pendidikan anak-anak mereka di Jerman. "Ini merupakan kesempatan yang harus saya ambil," kata Bach. Huong menambahkan: " Saya ingin kehidupan yang lebih baik."

Jerman mengalami kekurangan ribuan perawat pasien lansia. Di antaranya karena banyak anak muda Jerman yang tak menjadikan merawat manula sebagai salah satu prioritas cita-citanya. Selain itu, karena faktor demografis, di mana jumlah usia pekerja muda semakin sedikit.

Dicari pekerja dari Hanoi

Direktur pusat lansia Pfostenwäldle Jochen Mager meyakini bahwa tanpa bantuan pekerja dari mancanegara, maka pantinya mengamali kesulitan dalam beroperasi. Sekarang sudah sangat sulit untuk menemukan staf yang cocok untuk panti jompo itu, ujarnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah kekurangan pekerja terampil, pada akhir April 2013 ia terbang ke Hanoi untuk menjalin kontak dengan pihak terkait dan berpikir untuk terus mengembangkan program semacam itu.

Direktur pusat lansia Pfostenwäldle Jochen MagerFoto: DW/V.Kern

Fasilitator rumah jompo lain kini juga mencari pekerja terampil dari luar Uni Eropa, di Cina dan India. "Kami telah menemukan para pekerja magang dari Vietnam untuk memenuhi kebutuhan kami," kata Jochen Mager. Ia amat puas dengan para calon perawat dari Vietnam.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait