1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perawatan Penting Arsip bagi Eksistensi Geopolitik Indonesia

29 Agustus 2023

Merawat arsip sangat penting bagi eksistensi geopolitik suatu negara, termasuk Indonesia. Arsip bisa jadi landasan berargumen melawan klaim yang belum diverifikasi kebenarannya.

Ilustrasi tumpukan arsip dipakai sebagai bukti dalam persidangan
Ilustrasi tumpukan arsip dipakai sebagai bukti dalam persidanganFoto: Volker Hartmann/dpa/picture alliance

Di tengah kian sensitifnya konflik geopolitik di Laut Cina Selatan, peran arsip sebagai bukti sah batas-batas geopolitik suatu negara menjadi sangat penting. Arsip pun dapat dipakai sebagai alat bukti jika suatu saat terjadi sengketa, demikian menurut pakar hukum internasional, Profesor Hikmahanto Juwana.

Ia mencontohkan, negara Cina mengklaim wilayah perairan Laut Cina Selatan dengan sebutan Sembilan Garis Putus-putus. Negara yang dipimpin oleh Xi Jinping ini mengklaim wilayah itu berdasarkan bukti sejarah. Namun, klaim atas wilayah ini banyak diprotes negara lain di Asia Tenggara.

"Ada tidak arsip sejarah bahwa para nelayan Cina ini masuk mencari ikan di wilayah sekarang yang diklaim oleh Cina," kata Profesor Hikmahanto kepada DW Indonesia.

Sehingga apabila terjadi konflik, arsip-arsip yang dimiliki masing-masing negara dapat diuji ke pengadilan internasional sebagai bukti yang bisa dikatakan berdasarkan subjektivitas. Sama halnya bila suatu negara memiliki arsip dalam bentuk prasasti, ini juga tetap harus diuji di pengadilan internasional. 

Infografis Sembila Garis Putus-putus dalam peta geopolitik kontroversial versi Cina

Namun sayangnya, ia menilai Indonesia belum sepenuhnya sadar akan pentingnya arsip dan untuk apa digunakan. Meski demikian, menurutnya, lembaga pengarsipan nasional yakni Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) telah berusaha melakukan sejumlah upaya untuk membentuk kesadaran tentang pentingnya arsip. Ia pun mengatakan bahwa sebaiknya arsip tidak hanya disimpan secara terpusat, tapi juga di daerah-daerah.

Ideologi negara tersimpan dalam arsip

Saat berbincang dengan DW Indonesia, Profesor Hikmahanto menyarankan bahwa segala catatan lebih baik disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

"ANRI memiliki kapabilitas melakukan katalogisasi sehingga mempermudah orang untuk mencari arsip," ujarnya. Ia juga menganjurkan para peneliti untuk giat melakukan penelitian terhadap arsip.

"Arsip (bila) tidak diteliti, tidak akan kemana-mana," tegasnya. Penting bagi para peneliti untuk memunculkan dan kemudian hasil penelitian diterjemahkan menjadi satu kebijakan, tuturnya.

Sebelumnya, dalam paparan pada seminar nasional bertema Marwah Geopolitik dan Geostrategi dalam Arsip, guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia itu menekankan pentingnya peran arsip nasional bagi posisi Indonesia dalam konstelasi geopolitik dan geostrategi internasional. Arsip juga menjadi bahan kajian di masa lalu bagi kebijakan saat ini dan masa mendatang, tambahnya.

Dalam arsip-arsip yang tersimpan, dapat dilihat bahwa pemikiran-pemikiran geopolitik dan geostrategis para pendiri bangsa, yakni tidak memihak salah satu kubu dan bebas menentukan sikap dalam konflik internasional, sudah diperkenalkan puluhan tahun silam. Sampai hari ini pun kebijakan tersebut masih dijalankan.

Pada seminar yang diadakan baik di dalam dan luar jaringan tersebut, Profesor Hikmahanto juga menegaskan arsip nasional bisa menjadi bahan bagi para peneliti dan memahami teori yang didasarkan pada praktik untuk tidak mengekor pendirian negara lain.

"Jadi inilah pentingnya arsip. Saya melihat arsip ini yang menjaga kita untuk konsisten dengan kebijakan ini," jelas Profesor Hikmahanto saat seminar. Hal tersebut akan menjadi memori lembaga, tambahnya. 

Arsip sebagai alat melawan hoaks

Dalam seminar yang sama, pengamat militer dan pertahanan keamanan Connie Rahakundini Bakrie menekankan bahwa arsip diibaratkan sebagai senjata baru. Arsip bisa menjadi landasan untuk berargumen melawan klaim-klaim yang belum diverifikasi kebenarannya.

"Jangan cuma saya mendengar katanya, katanya, katanya. Kamu pernah lihat papernya?" kata Connie Rahakundini Bakrie. Dengan arsip, kita juga bisa melawan hoaks, tambahnya.

Hal senada juga diutarakan oleh Profesor Hikmahanto. Di masa setelah kebenaran atau post-truth, arsip harus bisa menjadi pedoman baku, alih-alih percaya kepada informasi yang beredar di sosial media. Masa setelah kebenaran adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran.

"Dokumen asli Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) menjadi polemik karena arsip yang asli tidak ada," Profesor Hikmahanto mencontohkan kepada DW Indonesia.

(ae)

Leo Galuh Jurnalis berbasis di Indonesia, kontributor untuk Deutsche Welle Indonesia (DW Indonesia).
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait