1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Perayaan Natal di Tengah Gelombang PHK

Indonesien  | Farida Indriastuti -  Blogger
Farida Indriastuti
25 Desember 2024

Hari Raya Natal disambut dengan suka cita dan gegap gempita oleh warga Nasrani. Namun di sebuat sudut kota, Jekson, bapak tiga anak yang sedang tumbuh remaja,merasakan kelamnya Natal tahun ini. Kolom Farida Indriastuti.

Gambar ilustrasi kesedihanFoto: Antonio Guillen Fernández/PantherMedia/IMAGO

Jekson telah empat kali mengalami PHK dari tempatnya bekerja di media. Industri media di Indonesia, memang sedang tidak baik-baik saja. Setelah redaksi majalah GATRA, majalah Intisari dan NET TV ditutup. Pada 16 Desember 2024, gelombang PHK juga menimpa satu departemen produksi di ANTV dibubarkan. Banyak lagi media-media online gulung tikar.

Tidak hanya industri media, industri padat karya lainnya lebih dulu bangkrut dan yang ter-PHK jumlahnya ratusan ribu pekerja di seluruh Indonesia.

Data Kementerian Tenaga Kerja pada Januari 2024 hingga Juni 2024, mencatatkan angka yang signifikan yaitu terdapat 32.064 orang yang ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Tenaga kerja yang ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu 23,29 persen dari jumlah tenaga kerja yang dilaporkan. Sedangkan laporan lainnya, pada periode Januari 2024 hingga November 2024, terdapat 67.870 orang tenaga kerja yang ter-PHK, lagi-lagi paling banyak angkanya yaitu terdapat di Provinsi DKI Jakarta, sekitar 21,37 persen yang dilaporkan.

Gelombang PHK itu belum mencakup seluruh provinsi di Indonesia  yang memiliki basis industri padat karya dan tenaga kerja.

Penulis kolom: Farida Indriastuti Foto: Farida Indriastuti

Pada 14 Juni 2024, CNBC Indonesia melansir berita, "42 perusahaan sektor padat karya di Jawa Barat tutup” dan tentu saja dampaknya bagi kelas menengah ke bawah sangat terpukul.

Seperti yang dialami oleh Jekson, dia kesulitan melunasi biaya sekolah anaknya di SMP swasta, sebagai syarat untuk pengambilan hasil belajar semester gasal 2024/2025 dari sekolah sebesar Rp7 juta.

Sulit cari kerja baru

Jangankan untuk merayakan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, Jekson harus berpikir keras, bagaimana melunasi kewajibannya sebagai wali di sekolah anaknya, setelah dia sendiri mengalami PHK yang beruntun. Di usia yang tidak lagi muda, Jekson sulit mendapatkan pekerjaan di sektor apapun.

Bahkan para staf yang bekerja di lembaga kajian dan pendidikan media yang statusnya di bawah yayasan misalkan, meski tidak mengalami PHK, namun upahnya di bawah standar upah layak.

Staf administrasi bernama Lusi berkisah, upahnya per bulan cuma Rp2 juta, meski dia tidak setiap hari pergi ke kantor, dan biaya transportasi publik serta makan-minum selama bekerja di kantor ditanggung oleh kantor.

Usianya cukup senior, bekerja dari tahun 1980-an. Meskipun upah kecil namun tetap dijalani, karena suaminya sudah pensiun. Sekecil apapun nafkah istri tetap dapat menopang kebutuhan keluarga, begitu prinsip Lusi, ibu dua anak ini. Bagi Lusi, Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, tetap dirayakan secara sederhana bersama keluarga dengan misa ke gereja nantinya.

Pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto sendiri yang telah mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5 persen dari UMP tahun 2024 di seluruh Indonesia, dan kebijakan ini rutin dilakukan setiap tahunnya, direalisasikan atau tidak itu persoalan lain.

Namun bagi staf administrasi seperti Lusi, kebijakan pemerintah itu tidak berpengaruh bagi lembaga yang menjadi tempatnya bekerja. Kantornya mengalami kesulitan keuangan sejak lama. Sumber keuangan selama ini sangat bergantung dari lembaga donor, kerjasama korporat, sponsor, pembayaran sertifikasi profesi dan hibah lainnya.

Jekson dan Lusi merupakan contoh warga kelas menengah Jakarta yang jatuh di Indonesia— yang tidak memiliki privilege dalam akses dunia kerja, berusaha sekeras apapun akan berujung PHK dan menerima upah sangat rendah.

Saat libur panjang Hari Raya Natal 2024 hingga Tahun Baru 2025 seperti sekarang ini, mereka tidak berdaya untuk bisa mudik ke kampung halaman.

Seperti Jekson yang memilih bertahan di Jakarta untuk merayakan Natal, karena harga tiket pesawat dari Jakarta ke Medan tidak terjangkau, sekitar Rp2,8 juta hingga Rp4,5 juta untuk sekali keberangkatan, belum terhitung pulang. Tidak mungkin, dia dapat membawa istri dan tiga anaknya mudik ke kampung halaman di Medan, Sumatera Utara. Biayanya terlalu tinggi, di saat dia mengalami PHK dari kantornya dan belum menerima gaji serta pesangon selama bekerja.

Jangankan untuk mudik ke kampung halaman, membeli baju baru untuk si kecil atau anak bungsu pun tidak sanggup. Dana bulanan dari upah selama bekerja, cukup dan kadang tidak cukup untuk membiayai makan dan membayar listrik.

Tingginya biaya hidup

Kondisi kelas pekerja menengah ke bawah di Jakarta, diperparah dan semakin berat dengan fluktuasi harga kebutuhan pokok pangan di pasar tradisional, fluktuasi harga ini selalu terjadi saat menjelang hari raya.

Terkadang kenaikan harganya bisa mencapai 30 persen hingga 70 persen, bahkan berlipat-lipat kenaikan harganya. Meski Menteri Perdagangan Budi Santoso memastikan harga bahan pangan masih dalam kondisi stabil menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.

Namun sikap pesimistis ibu-ibu yang menghuni kampung-kampung padat di Jakarta, tentu berbeda. Mereka yang selalu jeli mengamati fluktuasi harga pangan di pasar tradisional, agar kebutuhan gizi keluarga tercukupi. Ibu-ibu yang memutar otak, dengan keuangan yang pas-pasan dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sosok Ibu seperti Lusi yang upahnya cuma Rp2 juta per bulan akan kerepotan dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, jika menjelang Hari Raya Natal, fluktuasi harga pangan selalu melonjak naik. Jika ditambah THR (Tunjangan Hari Raya) 2024, pendapatan atau gaji ke 13 Lusi hanya sekitar Rp4 juta untuk hidup berempat, bersama suami dan dua anaknya yang masih kuliah di universitas swasta.

Apalagi di saat perayaan Natal, rumahnya akan mengadakan open house untuk menyambut para tamu dan keluarga yang datang, tentu sebagai tuan rumah Lusi akan menyuguhkan kue-kue dan minuman manis, serta memberi uang saku ke keponakan-keponakan kecilnya.

 Sosok Jekson dan Lusi inilah pejuang kehidupan yang sesungguhnya, bekerja tanpa lelah untuk menghidupi keluarga dengan upah di bawah standar layak. Namun mereka tetap bertahan dalam kondisi ekonomi terpuruk sekali pun.

Hari Raya Natal 2024 menjadi momen penting bagi kelas pekerja di Jakarta seperti Jekson dan Lusi untuk berserah diri dan mensyukuri keadaan, meski kenyataannya pahit— karena ekonomi yang sangat sulit di tengah gelombang PHK.

Selamat Hari Raya Natal 2024 dan Tahun Baru 2025!

@faridaindria, penulis dan pewarta foto, gemar keliling Indonesia untuk meneliti dan mendokumentasikan beragam aspek kehidupan.

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.

*Luangkan menulis pendapat Anda atas opini dan turut berdiskusi di laman Facebook DW Indonesia. Terima kasih.