Tentara Armenia dan Azerbaijan saling menembakkan artileri di dekat Nagorno-Karabakh, memicu kekhawatiran eskalasi seperti perang 2020. Kedua pihak saling menyalahkan atas provokasi awal.
Iklan
Pertempuran antara pasukan Armenia dan Azerbaijan kembali berkobar pada Senin (12/09) malam, kedua belah pihak melaporkan sengitnya penembakan artileri.
Sekitar tengah malam, pasukan Azerbaijan menembaki pasukan Armenia di tiga lokasi di sepanjang perbatasan. Azerbaijan mengatakan pihaknya melepaskan tembakan sebagai respons atas aktivitas penumpukan ranjau darat dan senjata milik Armenia di dekat perbatasan.
Tembakan ini pun dibalas oleh tentara Armenia.
Pertempuran itu terjadi di dekat wilayah Nagorno-Karabakh, sebuah daerah di Azerbaijan di mana pada tahun 1991 separatis etnis Armenia mendeklarasikan republik terpisah yang kemudian dikenal sebagai Artsakh.
Pada konferensi pers Selasa (13/09) pagi waktu setempat, juru bicara pertahanan Armenia, Aram Torosyan, mengatakan situasi tetap "sangat tegang" dan pertempuran masih berlanjut.
Iklan
Armenia dan Azerbaijan saling menyalahkan
Masing-masing negara mengaku telah melancarkan respons yang proporsional terhadap apa yang mereka anggap sebagai provokasi dari pihak lain.
"Pada pukul 00:05 pagi (waktu setempat) hari Selasa, Azerbaijan meluncurkan penembakan intensif, dengan artileri dan senjata api kaliber besar, terhadap posisi militer Armenia ke arah kota Goris, Sotk, dan Jermuk," menurut Kementerian Pertahanan Armenia.
Namun, pihak Azerbaijan menuduh pasukan Armenia telah melakukan "tindakan subversif skala besar" yang dilakukan pada Senin malam di dekat distrik perbatasan Dashkesan, Kelbajar dan Lachin dengan menempatkan ranjau darat dan memobilisasi senjata.
Korban Jiwa Akibat Konflik Nagorno-Karabakh
Perang antara Azerbaijan dan Armenia di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh selama lebih dari sebulan, menewaskan ribuan orang. Sementara, tiga gencatan senjata telah gagal menghentikan perang dalam enam minggu terakhir.
Foto: Julia Hahn/DW
Hancur berkeping-keping
Pemerintah Armenia dan Azerbaijan saling tuding, atas aksi serangan yang dituduh dengan sengaja menyerang warga sipil dengan bom. Katedral ternama dari abad 19 di kota Shusha juga ikut hancur pada awal Oktober. Menurut pihak berwenang di wilayah Nagorno-Karabakh, pasukan Azerbaijan bersiaga tidak jauh dari pusat kota.
Foto: Hayk Baghdasaryan/Photolure/Reuters
Tidak ada lagi tempat tinggal
Ragiba Guliyeva berdiri di reruntuhan rumahnya di Ganja, kota terbesar kedua di Azerbaijan, yang terkena serangan roket. "Saya berada di dapur ketika balok kayu dan batu menghujani saya secara tiba-tiba," katanya. "Saya berteriak sekeras mungkin." Pemerintah Azerbaijan menyalahkan pasukan Armenia atas serangan itu.
Foto: Julia Hahn/DW
Duka bagi banyak keluarga
Otoritas Azerbaijan melaporkan tidak sedikit korban tewas akibat serangan di Kota Ganja. Cucu Guliyeva yang berusia 13 tahun, Artur, adalah salah satu korban tewas. Pada acara kebaktian di gereja, guru dan teman sekelas Artur memberikan penghormatan terakhir. Menurut angka resmi, sedikitnya 130 warga sipil tewas di kedua sisi.
Foto: Julia Hahn/DW
Menjadi relawan di garda terdepan
Pihak berwenang di Nagorno-Karabakh mengatakan 1.200 tentara telah tewas sejak terjadinya pertempuran pada bulan September. Pemerintah Azerbaijan belum melaporkan total kerugian militernya. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan setidaknya 5.000 orang tewas di kedua sisi. Para pemuda menjadi sukarelawan di garis terdepan, seperti para pejuang di ibu kota Nagorno-Karabakh, Stepanakert.
Foto: Aris Messinis/AFP
Konflik puluhan tahun
Wilayah Nagorno-Karabakh telah dikuasai oleh separatis Armenia sejak pemerintah Azerbaijan kehilangan kendali dalam perang teritorial tahun 1988 hingga 1994. Gencatan senjata telah diberlakukan sejak itu. Lukisan di sebuah sekolah di Barda dibuat untuk menghormati seorang tentara yang meninggal.
Foto: Julia Hahn/DW
Intervensi dunia internasional?
Propaganda dan retorika perang mengatur kehidupan sehari-hari di Azerbaijan, yang diperintah oleh rezim otoriter. Pemerintah di Baku, menerima senjata dan dukungan solidaritas dari Turki. Rusia adalah kekuatan pelindung bagi pemerintah Armenia, di Yerevan. Para pengamat memperingatkan bahwa kekuatan regional dapat secara aktif campur tangan dalam konflik tersebut.
Foto: Julia Hahn/DW
Bertahan di pengungsian
Otoritas regional memperkirakan bahwa setengah dari penduduk, atau 75.000 orang, dapat melarikan diri dari pertempuran tersebut. Warga yang tetap bertahan, tinggal di ruang bawah tanah dan tempat penampungan.
Foto: Stanislav Krasilnikov/ITAR-TASS/imago images
Pandemi COVID-19 di zona perang
Hidup di lokasi pengungsian telah menjadi hal yang biasa bagi banyak penduduk Stepanakert. Meski kamar penuh sesak dan ventilasi buruk, orang-orang aman dari serangan bom. Tetapi dokter mengingatkan bahaya virus corona yang cepat menyebar. Tidak ada angka resmi, namun beberapa dokter memperkirakan bahwa sekitar setengah dari penghuni tempat penampungan dinyatakan positif COVID-19.
Foto: Vahram Baghdasaryan/Photolure/Reuters
Ruang kelas jadi tempat penampungan darurat
Banyak orang melarikan diri dari pertempuran di Azerbaijan, termasuk warga dari kota Terter. Beberapa dari mereka menemukan perlindungan di negara tetangga Barda, sekitar 20 kilometer dari Nagorno-Karabakh, di mana sekolah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan darurat sejak akhir September. Tetapi mereka juga masih belum aman dari dampak konflik.
Foto: Julia Hahn/DW
Serangan udara hancurkan kota
Beberapa bangunan hancur dan mobil terbakar selama serangan udara berlangsung di Barda beberapa pekan lalu. Otoritas Azerbaijan melaporkan sedikitnya 21 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Pemerintah Armenia membantah serangan itu.
Foto: Julia Hahn/DW
Menanti terwujudnya kedamaian
Pemerintah Azerbaijan menuntut penarikan penuh pasukan Armenia dari Nagorno-Karabakh. Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, secara resmi meminta bantuan Rusia. (ha/pkp)
Foto: Vahram Baghdasaryan/Photolure/Reuters
11 foto1 | 11
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pasukannya menghadapi "penembakan intens senjata berbagai kaliber, termasuk mortir, oleh unit tentara Armenia."
"Tindakan balasan yang diambil oleh militer Azerbaijan dalam menanggapi provokasi oleh militer Armenia adalah lokal dan ditujukan terhadap objek militer yang sah yang menjadi sasaran tembak," menurut Kementerian Pertahanan Azerbaijan.
Kedua belah pihak mengakui adanya korban di pihak militer tetapi tidak mengonfirmasi jumlahnya.
Konflik berkepanjangan atas Nagorno-Karabakh
Daerah kantong etnis Armenia di Nagorno-Karabakh adalah tempat yang kerap menjadi konflik bersenjata antara Azerbaijan dan Armenia dalam beberapa dekade terakhir.
Wilayah itu dikuasai oleh separatis Armenia selama hampir 30 tahun sampai Azerbaijan kembali mendapat kendali atas sebagian besar wilayah itu setelah perang enam minggu pada tahun 2020 dan adanya perjanjian gencatan senjata yang dimediasi oleh Rusia.
Pekan lalu, Armenia menuduh Azerbaijan membunuh salah satu tentaranya dalam baku tembak di perbatasan, sementara Azerbaijan juga menuduh Armenia telah menembaki pasukannya dalam beberapa bulan terakhir.