1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Gizi Buruk di Korut Akibat Penutupan Perbatasan dengan Cina

10 Juni 2020

Penutupan perbatasan dengan Cina mengakibatkan meluasnya kekurangan pangan di Korea Utara. Pandemi juga memperparah kondisi perkonomian negara itu.

Anak-anak tengah makan bersama di sebuah TK di Korut
Foto: picture-alliance/AP Photo/World Food Program/S. Buhr

Para pakar di PBB menyatakan kekurangan pangan yang meluas terjadi di Korea Utara. Kejadian ini diperparah dengan adanya penurunan yang tajam dalam bidang perdagangan dengan Cina karena wabah corona. Kerawanan pangan di Korea Utara ini mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan kembali sanksi yang dikenakan atas program nuklir dan rudal Pyongyang. 

Utusan Khusus PBB untuk Korea Utara Tomas Ojea Quintana mengatakan kepada dewan, penutupan perbatasan dengan Cina selama lima bulan dan pandemi virus corona di Korea Utara membuat para penduduk mengalami gizi buruk hingga ke tingkat yang "mengkhawatirkan".

Melukai anak-anak dan calon ibu

Sekitar 10 juta warga Korea Utara atau 40% dari populasinya kini mengalami kekurangan gizi, kata juru bicara Program Pangan Dunia PBB (WFP), Elisabeth Byrs kepada media pada jumpa pers terpisah di Jenewa. ‘‘Kerusakan jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan nak-anak serta ibu hamil dan menyusui kini sudah terbukti,‘‘ kata Byrs.

Quintana mengatakan pandemi telah mengakibatkan "kesulitan ekonomi yang drastis" dengan penurunan 90% dalam perdagangan dengan Cina, yang menyebabkan hilangnya pendapatan di Korea Utara. "Semakin banyak keluarga yang makan hanya dua kali sehari, atau hanya makan jagung, dan beberapa keluarga lainnya kelaparan," kata pelapor PBB itu.

Secara resmi, Korea Utara belum mencatat satu pun kasus COVID-19, meskipun negaranya berbatasan dengan Cina. Namun klaim pemerintah diragukan. Di kota-kota besar di Korea Utara, jumlah tunawisma meningkat dan harga obat-obatan mengalami kenaikan yang signifikan. Stok vaksin dan bantuan lainnya telah "terlantar" di perbatasan, kata Quintana – yang mendesak Korea Utara untuk mengizinkan semua bantuan kemanusiaan dikirimkan tanpa adanya batasan.

Pada pertengahan 1990-an, kelaparan di seluruh Korea Utara diyakini telah menewaskan antara 250.000 hingga 3 juta orang. Quintana juga memperingatkan bahwa sanksi internasional jangka panjang yang menargetkan negara itu hanya memperburuk masalah tersebut.

"Dalam konteks di mana pandemi ini mengakibatkan kesulitan ekonomi yang drastis di DPRK [Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara], saya mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan kembali sanksi, mengingat dampaknya terhadap mata pencaharian masyarakat dan kapasitas pemerintah untuk merespons."

Pyongyang memotong komunikasi

Berdasarkan informasi dari Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), negara itu memutus semua saluran komunikasi dengan Korea Selatan yang merupakan sekutu AS.

KCNA menuduh Seoul gagal menghidupkan kembali proyek-proyek ekonomi antar Korea yang menguntungkan dan "menghindari tanggung jawab" untuk menghentikan kegiatan para aktivis anti-Pyongyang di seberang perbatasan.

Selama bertahun-tahun, para aktivis, termasuk pembelot yang sekarang tinggal di Korea Selatan, telah melayangkan balon besar ke Korea Utara membawa selebaran yang mengkritik pemimpinnya Kim Jong Un. ha/hp( Reuters, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait