Perdagangan Manusia di Kamp Rohingya Meningkat Saat Pandemi
18 September 2020
PBB merilis studi pada Kamis (17/09) yang menunjukkan tren pernikahan anak dan perdagangan manusia di kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh meningkat. Dihentikannya akses pelayanan anak jadi salah satu faktor penyebab.
Iklan
Menurut sebuah studi yang dirilis PBB pada Kamis (17/09) menunjukkan tren pernikahan anak dan perdagangan manusia di kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh mengami peningkatan setiap harinya.
Bangladesh mengurangi aktivitas bagi kaum muda di kamp-kamp pengungsian semenjak April dan memfokuskan pada pelayanan kesehatan darutat dan penyediaan makanan sebagai upaya mencegah penyebaran virus korona. Para aktivitas relawan pun juga dibatasi.
Akibatnya banyak pelayanan untuk anak-anak terhenti dan membuat mereka semakin sulit mendapatkan bantuan.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei dan pejabat PBB mengatakan hal tersebut masih berlangsung hingga kini.
"Sebelum COVID-19 melanda ada aktivitas kemanusiaan yang lebih besar dan ... ruang yang ramah. Anak-anak dapat berbicara dengan fasilitator dan berbagi keresahan mereka dengan teman-teman. Pelayanan tersebut tidak tersedia kepada banyak orang sekarang," kata Kristen Hayes, koordinator sektor Perlindungan Anak yang bekerja di bawah naungan PBB.
"Perkawinan anak meningkat karena tidak adanya tindakan pencegahan," katanya. "Langkah-langkah (pencegahan) juga disiapkan untuk kasus perdagangan manusia.“
Iklan
Anak-anak yang jadi korban
Berdasarkan data PBB, dari sekitar 700.000 pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh pada tahun 2017, lebih dari setengahnya merupakan anak-anak. Mereka melakukan eksodus massal dari Myanmar.
Lebih dari 350 kasus perdagangan manusia Rohingya teridentifikasi tahun lalu, di mana sekitar 15% melibatkan anak-anak.
Potret Warga Rohingya Rela Bertaruh Nyawa di Lautan Hingga Terdampar di Aceh
Sebanyak 99 pengungsi Rohingya ditemukan kelaparan dan kehausan di atas kapal motor rusak di perairan Aceh Utara, Rabu (24/06). Ini bukan kali pertama etnis yang terusir dari Myanmar ini terdampar di perairan Indonesia.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Terombang-ambing di lautan
Sebanyak 99 pengungsi Rohingya ditemukan terombang-ambing di atas sebuah kapal di perairan Aceh Utara, Rabu (24/06). Mereka ditemukan oleh nelayan sekitar yang kebetulan sedang melintas di sekitar lokasi. Ini bukan kali pertama sebuah kapal motor bermuatan puluhan bahkan ratusan pengungsi Rohingya terdampar di perairan Aceh Utara.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Bertaruh nyawa
Para pengungsi rela bertaruh nyawa melintasi lautan selama berminggu-minggu dengan perbekalan minim. Mereka yang mayoritas adalah perempuan dan anak-anak ini, berharap dapat mengadu nasib dan mencari pekerjaan di negara tujuan. Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya (PIARA) melaporkan sebanyak 15 pengungsi tewas di perjalanan dan dilarung ke laut. Diduga akan ada kapal-kapal lain yang menyusul.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Terusir dari rumah
Kaum Rohingya yang berasal dari Myanmar ini, terpaksa mencari suaka ke negara-negara Asia Tenggara lainnya karena etnis Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Mereka kerap dianiaya, dikucilkan, dan diusir ke kamp-kamp pengungsian setelah penumpasan militer tahun 2017 silam. Bahkan dalam laporan PBB tahun 2018 dilaporkan adanya pembunuhan massal 10 ribu kaum Rohingya di Rakhine.
Foto: Reuters/Antara Foto/Rahmad
Rasa kemanusiaan
Para pengungsi kemudian ditampung sementara di Kantor Imigrasi Lhokseumawe, Aceh. Meski dunia tengah dilanda pandemi Covid-19, tidak menyurutkan niat masyarakat setempat untuk menyelamatkan para pengungsi tersebut. "Ini tidak lebih dari rasa kemanusiaan dan bagian dari tradisi kami para nelayan Aceh Utara," ujar Hamdani salah seorang nelayan yang ikut mengevakuasi para pengungsi dilansir Reuters.
Foto: Getty Images/AFP/R. Mirza
Non-reaktif Covid-19
Dari hasil pemeriksaan cepat (rapid test) virus corona yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, dilaporkan seluruh pengungsi Kaum Rohingya yang terdampar di perairan Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh utara, Rabu (24/06), non-reaktif Covid-19. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona. Selain rapid test, pemeriksaan kesehatan secara umum juga turut dilakukan.
Foto: AFP/C. Mahyuddin
Apresiasi dunia internasional
Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia Ann Maymann mengapresiasi Indonesia yang telah menyelamatkan para pengungsi Kaum Rohingya. Organisasi non-pemerintah Amnesty International juga memuji mayarakat Aceh yang telah menunjukkan rasa solidaritas kemanusiaan mereka. Menlu RI Retno Marsudi dalam pernyataan resminya Jumat (26/06) berjanji akan penuhi kebutuhan dasar dan kesehatan 99 pengungsi Rohingya.
Foto: AFP/C. Mahyuddin
6 foto1 | 6
"Tidak seorang pun dapat mengharapkan adanya kinerja (layanan) normal selama COVID," ujar Mahbub Alam Talukder, Komisioner Bantuan dan Pemulangan Pengungsi tentang penjelasan pengurangan layanan.
"Tindakan ini membantu kami mengendalikan virus dan menekan angka kematian. Kondisinya saat ini baik. Sekarang kami akan melanjutkan aktivitas normal, dengan protokol kesehatan. "
Studi ini memicu sejumlah LSM menyerukan akses yang lebih besar terkait perlindungan anak di kamp-kamp pengungsian.
BRAC, sebuah LSM Bangladesh yang beroperasi di kamp, mengatakan bahwa mereka menemukan banyak kasus pernikahan di bawah umur, kekerasan terhadap anak, dan KDRT.
"Untuk saat ini, kami mencoba mengatasi masalah ini melalui konseling online perorangan dengan relawan kami," papar juru bicara BRAC, Hasina Akhter.