Perempuan Arab Saudi Akan Dibolehkan Mengemudi Mobil
27 September 2017
Arab Saudi sedang menyiapkan ketentuan untuk memberikan izin mengemudi kepada perempuan. Arab Saudi adalah negara terakhir di dunia, yang masih melarang perempuan mengemudi.
Iklan
Media pemerintah Saudi hari Selasa (26/9) mengutip sebuah dekrit kerajaan dan melaporkan bahwa kaum wanita akan diizinkan mengemudi.
"Keputusan kerajaan tersebut menyebut akan menerapkan peraturan lalu lintas baru, termasuk penerbitan izin mengemudi untuk pria dan wanita," lapor Kantor Berita Saudi, SPA.
Sebuah komisi menteri akan dibentuk untuk memberikan masukan dalam waktu 30 hari, sehingga perintah kerajaan bisa dilaksanakan pada bulan Juni 2018, demikian SPA.
Larangan mengemudi bagi perempuan di Arab Saudi sejak lama dikritik dunia internasional.
Ketika Arab Saudi bulan April lalu diberi tempat di komisi hak-hak perempuan PBB, kelompok PBB Watch mengecam keras dan menyebutkan, masuknya Arab Saudi di komisi hak-hak perempuan sama seperti "membuat seorang pelaku pembakaran menjadi kepala pemadam kebakaran."
5 Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Perempuan Arab Saudi
Catatan HAM Arab Saudi tidak bagus. Terutama yang berkaitan dengan perlindungan bagi perempuan dan hak-haknya. Walaupun ada kemajuan, ruang gerak perempuan tetap sangat dibatasi.
Foto: Getty Images/AFP
Menyetir Mobil
Tidak ada UU resmi yang larang perempuan menyetir mobil. Tetapi kepercayaan keagamaan yang mendalam melarangnya. Menurut ulama Arab Saudi, perempuan yang menyetir "tidak mengindahkan nilai-nilai sosial". 2011 sekelompok perempuan mengorganisir kampanye "Women2Drive" dengan menempatkan foto-foto mereka ketika menyetir mobil untuk membangkitkan kesadaran perempuan. Kampanye tidak sukses.
Foto: Jürgen Fälchle/Fotolia
Keluar Rumah Tanpa Didampingi Pria
Perempuan Arab Saudi harus didampingi "pengawal" pria jika meninggalkan rumah. Yang jadi pengawal biasanya pria anggota keluarga. Mereka didampingi ke mana saja, termasuk berbelanja dan ke dokter. Praktek ini didasari tradisi konservatif dan pandangan religius, jika perempuan diberi kebebasan, maka akan mudah berbuat dosa.
Foto: imago/CTK/CandyBox
Mengenakan Baju atau Kosmetik Yang Tonjolkan Kecantikan
"Dress code" diatur berdasarkan hukum Islam dan diterapkan di seluruh negeri, tapi tidak sama ketat di semua tempat. Sebagian besar perempuan diharuskan pakai jubah hitam yang tutupi seluruh tubuh dan penutup kepala. Wajah tidak sepenuhnya harus ditutupi, tapi ada juga yang menuntut. Itu semua tidak hentikan polisi agama tegur perempuan karena katanya pakai baju salah atau gunakan banyak kosmetik.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Berinteraksi dengan Pria
Perempuan ditutut batasi waktu yang dilewatkan bersama pria yang tidak punya hubungan darah. Sebagiana besar bangunan umum punya jalan masuk berbeda untuk pria dan perempuan, lapor Daily Telegraph. Di kendaraan umum, taman, pantai juga ada pemisahan antara pria dan perempuan. Jika "bercampur" tanpa ijin bisa sebabkan kedua pihak dituntut, tetapi perempuan biasanya hadapi hukuman lebih berat.
Foto: Fotolia/Minerva Studio
Berkompetisi Bebas dalam Dunia Olah Raga
Awal 2015 Arab Saudi mengajukan diri menjadi tuan rumah Olimpiade khusus untuk kaum pria. Pangeran Fahad bin Jalawi al-Saud, yang jadi konsultan bagi komite Olimpiade Arab Saudi mengatakan, masyarakat sulit menerima bahwa perempuan bisa berkompetisi dalam olah raga. Ketika Arab Saudi mengirim atlet perempuan ke London untuk pertama kali, ulama garis keras menyebut mereka sebagai "pelacur".
Foto: Fotolia/Kzenon
5 foto1 | 5
"Inilah saat yang tepat untuk melakukan hal yang benar," kata Pangeran Khaled dan menambahkan, keputusan tersebut merupakan suatu "langkah maju yang besar".
Departemen Luar Negeri AS menyambut langkah itu dan menyebutnya "langkah besar ke arah yang benar."
Kerajaan Arab Saudi juga telah melonggarkan beberapa peraturan sebagai bagian dari rencana "Vision 2030" untuk reformasi ekonomi dan sosial yang diperjuangkan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
November lalu, Pangeran Alwaleed bin Talal dari Arab Saudi juga sudah menyerukan penghapusan larangan mengemudi bagi perempuan.
Bayang-bayang Gelap Raja Salman
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)