Apa yang melekat dalam pikiran Anda saat mengingat peristiwa 1998? Bagi pengalaman Anda dan ikuti opini Misiyah berikut ini.
Iklan
Mungkin yang paling populer dikenal dalam peristiwa tersebut adalah tonggak sejarah perjuangan reformasi, Indonesia keluar dari era otoriter dan terbukanya proses demokratisasi. Sebagai perempuan yang menjadi bagian dalam masa tersebut, saya terus mengingat bahwa di antara sederetan heroisme saat itu, menyimpan tragedi mengerikan bagi perempuan. Sebuah kejahatan dengan memperalat tubuh perempuan demi kemenangan. Tubuh perempuan dijadikan arena pertempuran untuk menaklukkan lawan melalui perkosaan, kekerasan seksual yang dibarengi dengan penganiayaan.
Saatnya kita memanggil kembali ingatan kelam ini untuk pembelajaran mencegah pengulangan sejarah. Kecanggihan teknologi dan generasi millenial mesti menjadi kekuatan untuk membangun kesadaran atas ancaman tubuh perempuan dan menyatukan sikap untuk mengakhiri semua tindakan memperalat tubuh perempuan demi kemenangan dan kekuasaan.
Dokumentasi Dewi Anggraeni dalam bukunya yang berjudul "Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya KOMNAS Perempuan”, mendeskripsikan perkosaan dari kesaksian seorang wartawan yang sampai saat ini tidak pernah menuliskannya karena tidak tega. Pengalaman wartawan ini terjadi sore hari di perempatan Daan Mogot dan jalan lingkar luar banyak massa berkumpul.
Sebuah mobil sedan berjalan pelan dihentikan oleh massa dan meminta dengan setengah paksa agar pengendara dan pengemudinya turun. Mereka adalah dua perempuan muda sekitar 25 tahunan, keturunan Tionghoa. Keduanya ditarik ke arah jembatan Grogol dan ditelanjangi dan menurut sopir mikrolet, keduanya diperkosa di dekat jembatan. Tidak ada warga yang berani menolong karena akan beresiko dihantam atau dipukul. Para saksi mata juga mendapat ancaman dari orang-orang yang tidak dikenalnya bahkan mendapatkan serangan fisik, seperti dilansir harian Kompas tahun 2014 silam.
Kekerasan Terdokumentasi dalam 16 Benda Sehari-Hari
Berkaitan dengan 16 hari kampanye PBB demi pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, Dana Penduduk PBB (UNFPA) mengumpulkan 16 benda dari kasus kekerasan dan penganiayaan di berbagai negara.
Foto: UNFPA Yemen
"Ini Patahan Gigi Saya, Setelah Suami Memukuli Saya"
Ameera (bukan nama asli) baru 13 tahun ketika ia dinikahkan dengan seorang pria tua di Yaman. Suatu hari, karena ia terlambat membangunkan suaminya yang sedang tidur siang, suaminya memukulinya dengan sapu, hingga hidungnya retak dan sebagian giginya patah. Ameera kini tinggal di rumah penampunya yang didukung dana UNFPA. Ia menyimpan patahan gigi sebagai bukti di pengadilan.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Diteruskan ke Generasi Berikutnya
Omar (bukan nama sebenarnya) di Maroko merusak piano mainannya ini, saat berusaha menjaga ibunya dari pukulan tangan ayahnya. Ketika itu Omar baru berusia enam tahun. Ibunya mengatakan dengan keselamatan anaknya. "Saya ingin masa depan lebih indah bagi anak-anak saya."
Foto: UNFPA Morocco
"Kami Pertaruhkan Nyawa Tiap Hari Karena Kumpulkan Kayu untuk Memasak"
Di kawasan yang dilanda krisis kemanusiaan, perempuan jadi target empuk. Zeinabu (22) diserang milisi Boko Haram ketika mengumpulkan kayu bakar di dekat kamp pengungsi di bagian timur laut Nigeria. Banyak perempuan lainnya juga diperkosa, diculik atau dibunuh ketika mengumpulkan kayu bakar untuk memasak. Ini foto seikat kayu kering yang dikumpulkan Zeinabu.
Foto: UNFPA Nigeria
Tali Yang Digunakan Ayah Setiap Kali Memperkosa Anaknya
Inilah tali yang digunakan ayah Rawa (bukan nama asli) setiap kali memperkosanya. Perang bisa sebabkan kondisi berbahaya bagi perempuan, bahkan di rumah sendiri. Di Yaman, salah satu negara dengan bencana kemanusiaan terbesar di dunia, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat lebih dari 60%. Salah satu penyebabnya stres berat. Sementara kasus Rawa tidak bisa dimengerti sama sekali.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Sebabkan Sakit, Trauma atau Berbuntut Kematian
Martha dirawat dengan obat dan perban untuk pertolongan pertama setelah dipukuli suaminya di Lusaka, Zambia. "Wajahnya babak belur," kata pembimbing di tempat penampungan. "Ia juga menderita luka di punggung. Martha mengatakan, kalau ia tidak melarikan diri, suaminya kemungkinan akan membunuhnya." Dua pertiga korban kekerasan rumah tangga adalah perempuan dan anak perempuan.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Bayangan Gelap Kekerasan Berdampak pada Seluruh Keluarga
Keluarga Tatiana di Ukraina terpecah belah akibat suaminya yang meneror dengan kekerasan. Sekarang Tatiana sudah terlepas dari suaminya. Tetapi ia dan enam anaknya masih berusaha membangun hidup baru di rumah yang sempit. "Saya sekarang hidup bagi anak-anak saya," katanya.
Foto: UNFPA Ukraine/Maks Levin
Penyiksaan Psikologis Juga Bentuk Kekerasan
Di Bolivia, pacar Carmen (bukan nama asli) selalu menertawakan penampilannya. Ia mengejek baju dan gaya Carmen. Oleh sebab itu, Carmen selalu bersembunyi di toilet di universitas, termasuk yang tampak pada foto. Perlakuan seperti itu dampaknya dalam, katanya. Itu berefek pada keyakinan diri dan bisa mengubah seseorang.
Foto: UNFPA Bolivia/Focus
Jejak Kaki Saat Melarikan Diri
"Saya ditampar kemudian diseret suami saya." Begitu cerita Sonisay (bukan nama sebenarnya) di Kamboja. Ini foto telapak kaki Sonisay di pekarangan rumah, saat lari dari suaminya. Secara global, sepertiga perempuan mengalami kekerasan, dalam bentuk apapun. Dan itu kerap disebabkan oleh seseorang yang dikenalnya.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Penn
"Ia Didorong ke Tempat Tidur kemudian Dicekik"
Kekerasan seksual bisa mengubah hidup perempuan sepenuhnya akibat teror, stigma, penyakit atau kehamilan. Di Yordania, seorang perempuan pergi ke klinik untuk minta bantuan medis. Di sana ia lega setelah diberitahu tidak hamil. "Tapi ia tetap syok dan sedih," kata Dr. Rania Elayyan. Seperti halnya banyak orang lain yang selamat dari serangan. Perempuan ini memilih tidak melaporkan nasibnya.
Foto: UNFPA Jordan/Elspeth Dehnert
Perempuan Berusaha Minimalisasi Kekerasan
Di kawasan krisis, perempuan juga menghadapi kesulitan mencari tempat yang bisa didatangi, juga berpakaian untuk minimalisasi ancaman kekerasan. Kekerasan seksual merajalela di kalangan Rohingya yang lari dari krisis di Myanmar. Ini foto gundukan pakaian di luar kamp pengungsi di Bangladesh, yang ditolak perempuan karena dianggap bisa menyulut perhatian yang tidak diinginkan dari pria.
Foto: UNFPA Bangladesh/Veronica Pedrosa
"Ia Membawa Saya Ke Rumahnya"
Di Zambia, Mirriam (14) mengunjungi pusat konseling setelah dipaksa menikah dengan pria berusia 78 tahun. "Rasa sakit hampir tidak tertahan," kata Mirriam. "Ia mengatakan saya harus melakukannya karena saya sekarang istrinya." Di negara berkembang, rata-rata satu dari empat anak perempuan dipaksa menikah. Namun pernikahan anak-anak juga bisa ditemukan di negara berkembang.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Mutilasi Berujung Penderitaan
Seorang perempuan yang biasa melakukan mutilasi genital atau FGM (Female Genital Mutilation) di Somalia kini menyadari bahayanya. “Anak perempuan saya jatuh sakit setelah melalui FGM,” demikian diakuinya. Tapi ia memperkirakan, FGM tidak bisa dihapuskan dengan mudah.
Foto: Reuters/S. Modola
Perampasan Hak Finansial Juga Suatu Kekerasan
Hakim di Nikaragua mengeluarkan keputusan hukuman terhadap ayah Sofia (bukan nama sebenarnya), yang memukuli istrinya, dan tidak memberikan dukungan finansial kepada Sofia. Ia menghentikan sokongan saat Sofia mengandung di usia 14. Hakim memutuskan, ayahnya harus memberikan sokongan sampai ia berusia 21 tahun.
Foto: UNFPA Nicaragua/Joaquín Zuñiga
"Kami Dikurung Sejak Kecil selama 20 Tahun"
Sejumlah kasus mengerikan menunjukkan bagaimana perempuan dan anak perempuan dirampas kebebasannya. Contohnya Balqees (bukan nama asli) di Yaman. Sejak berusia 9 tahun, ia dan saudara perempuannya dikurung di kamar ini. Saudara laki-laki mereka merasa, saudara perempuan mereka akan memalukan keluarga jika berbaur dengan masyarakat. Akhirnya, mereka ditinggalkan sepenuhnya dan ditolong tetangga.
Foto: UNFPA Yemen
Pria dan Anak Laki-Laki Harus Ikut Serta Menghapus Kekerasan
Ry di Kamboja mengatakan, ia sering melakukan kekerasan terhadap istrinya di rumah ini. Tapi ia kemudian ikut "Good Men Campaign" (Kampanye Pria Baik), yaitu inisiatif untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Sekarang ia bertekad bersikap lebih baik. "Kalau bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan bertengkar dengan istri saya. Malah lebih mencintai dan menghormatinya," kata Ry.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Pen
Kekerasan Tidak Boleh Diselubungi
Kisah kekerasan harus diungkap agar cakupan masalah bisa dilihat semua orang, dan jalan keluar bisa ditemukan. Di Belarus, seorang perempuan yang selamat dari KDRT menggambar bunga dalam kelas terapi. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproyeksikan dan menangani rasa takut, dan belajar dari pengalaman. Topik kelas ini adalah "open to live" (terbuka untuk hidup). Ed.: ml/hp (Sumber: UNFPA)
Foto: UNFPA Belarus/Dina Ermolenko
16 foto1 | 16
Kekerasan seksual berupa perkosaan yang dibarengi dengan penganiayaan ini juga banyak dilakukan di dalam rumah korban atau dalam bangunan. Sebagian besar perkosaan adalah gang rape, dimana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama.
Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain dan korban terbanyaknya adalah etnis Tionghoa. Kejahatan ini terjadi di Jakarta dan sekitarnya, Solo, Medan dan Surabaya. Fakta ini merupakan temuan yang diungkap dalam laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) dan diterbitkan oleh KOMNAS Perempuan, dicetak pertama kali bulan November 1999.
TPGF ini dibentuk untuk menemukan dan mengungkap fakta, pelaku dan latarbelakang peristiwa 13-15 Mei 1998. Pembentukannya didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita dan Jaksa Agung.
TPGF juga menemukan pola umum kerusuhan, yaitu dimulai dengan berkumpulnya massa pasif yang terdiri dari massa lokal dan massa pendatang (tak dikenal), kemudian muncul sekelompok provokator yang memancing massa dengan berbagai modus tindakan seperti membakar ban atau memancing perkelahian, meneriakkan yel-yel yang memanasi situasi, merusak rambu-rambu lalu lintas dan sebagainya. Kemudian provokator mendorong massa untuk mulai melakukan pengrusakan barang dan bangunan, disusul dengan tindakan menjarah barang dan di beberapa tempat diakhiri dengan membakar gedung atau barang-barang lain.
Sisi Gelap Sunat Perempuan di Indonesia
Apakah masih terjadi sunat perempuan di lingkungan Anda? Atau Anda sendiri mengalaminya? Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak di dunia yang melaksanakan praktik sunat perempuan. Dampaknya bisa amat fatal.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Indonesia terbanyak ketiga
Dari sekitar 200 juta perempuan dan bocah perempuan di dunia yang disunat, lebih dari separuhnya berasal dari hanya tiga negara: Mesir, Ethiopia dan Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa/Unicef/Holt
Di bawah umur
Data UNICEF memaparkan, dari 200 juta perempuan di dunia yang disunat, sekitar 44 juta anak perempuan. Mereka yang disunat di bawah usia 14 tahun, terbanyak di tiga negara ini: Gambia, Mauritania dan Indonesia. Hampir separuh anak perempuan di Indonesia mengalami sunat perempuan.
Berbagai alasan
Praktik sunat perempuan di Indonesia masih tetap terjadi. Ada berbagai alasan dilakukan sunat, di antaranya: tradisi, agama, kebersihan, sampai menghindari penyakit, menghilangkan kepekaan seksual saat dewasa, dll.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Tak ada manfaat
Dr. Artha Budi Susila Duarsa dari lembaga Studi Kependudukan dan Gender Universitas Yarsi menyebutkan, khitan bagi perempuan tak ada manfaatnya. Sebaliknya, karena dilakukan di area sensitif, malah bisa menimbulkan bahaya, seperti kematian, misalnya. Demikian dikutip dari kompas.com,
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Aturan pemerintah
Tahun 2010/2011, Menteri Kesehatan pun mengeluarkan aturan yang mengharuskan sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tahun 2013, Kementerian Kesehatan melarang sunat perempuan. Tapi pada kenyataannya praktik sunat perempuan masih tetap berlangsung di masyarakat.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Bisa berakibat fatal
Sunat pada perempuan dapat menyebabkan sejumlah masalah fisik dan psikologis.WHO menyatakan, dalam beberapa kasus, perempuan meninggal kehabisan darah, pembengkakan, kena bakteri, sakit saat haid, sakit saat seks, infeksi saluran kemih, bahkan kematian. Tahun 2013, di Mesir, seorang bocah perempuan meninggal dunia usai disunat.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Berbagai jenis sunat perempuan
World Health Organization (WHO) membagi sunat perempuan dalam 4 jenis: 1. Memotong seluruh klitoris, 2. Memotong sebagian klitoris, 3. Menjahit atau menyempitkan mulut vagina, 4. Menindik/menggores jaringan di sekitar lubang vagina.
Salah satu bentuk kekerasan seksual
Para aktivis perempuan menentang praktik sunat perempuan yang dianggap melukai korban secara fisik dan mental. Komnas Perempuan mengidentifikasi sunat perempuan sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan.
Foto: Reuters/S. Modola
8 foto1 | 8
20 Tahun Reformasi: Saatnya Tak Berdiam Diri.
Saat ini kita dapat merasakan hasil perjuangan masa reformasi dan dapat melepaskan diri dari sistem yang otoriter menuju keterbukaan dan demokrasi. Kita tidak dapat melupakan banyak pihak yang berjuang pada 1998 bahkan jauh sebelum peristiwa tersebut. Perjuangan tak jarang menghadapi popor senjata, mengorbankan jiwa, dibunuh atau diculik oleh rezim otoriter.
Perjuangan datang dari berbagai kalangan, bukan hanya mahasiswa yang bergerak namun banyak elemen-ememen gerakan rakyat lain di antaranya para petani, nelayan, kaum miskin kota, buruh, pekerja seni-budaya, jurnalis, individu-individu, gerakan prodemokrasi dan gerakan perempuan. Kekuatan gerakan ini bukan datang tiba-tiba di tahun 1998 namun dibangun dan melakukan perlawanan sepanjang rezim Orde Baru.
Perjuangan tidak pernah selesai. Masa depan ada di tangan kita, karenanya tak ada alasan lagi untuk berpangku tangan. Apa yang dapat kita lakukan untuk meneruskan perjuangan terutama perempuan? Tahun 1998 menunjukkan fakta perempuan menjadi korban dan sekaligus menjadi aktor dalam meretas tekanan orde baru dan patriarki.
Saat ini kita menghadapi tantangan dalam bentuk yang berbeda yaitu menguatnya politik identitas berbasis cara pandang yang kolot, konservatif dengan melakukan praktek-praktek penundukan, mengekploitasi dan memperalat tubuh perempuan untuk perebutan pengaruh. Apa yang penting kita lakukan dalam situasi ini?
Inilah Provinsi Paling Rawan Pelecehan Seksual
Indonesia belakangan didaulat sedang menghadapi darurat pemerkosaan dan pelecehan seksual. Ironisnya provinsi Aceh tergolong yang paling banyak mencatat kasus pencabulan terhadap perempuan dan anak-anak.
Foto: Imago/Xinhua
Darurat Pelecehan Seksual?
Menurut data Komisi Nasional Perempuan, tahun 2016 Indonesia mencatat lebih dari 6000 kasus kekerasan seksual. Sebagian di antaranya terjadi di rumah tangga. Sementara sisanya di komunitas-komunitas sosial. Tapi provinsi mana yang paling rawan tindak kekerasan seksual?
Foto: Getty Images
#1. Aceh
Yayasan Kita dan Buah Hati mendaulat Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kasus pelecehan seksual tertinggi di Indonesia. Korban tidak cuma perempuan. Menurut data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak, daerah Syariat Islam itu tahun 2015 mencatat 147 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
#2. Jawa Timur
Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat sepanjang tahun 2015 terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Jawa Timur. Angka tersebut sudah banyak menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 183 kasus kekerasan.
Foto: Getty Images
#3. Jawa Barat
Setiap bulan 17 perempuan di Jawa Barat mengalami pelecehan seksual. Catatan muram tersebut berasal dari Data Kekerasan Seksual yang dipublikasikan Komisi Nasional untuk Perempuan. Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kabupaten Bandung dan Bandung Barat menjadi daerah yang mencatat kasus kekerasan seksual tertinggi.
Foto: Imago/Xinhua
#4. DKI Jakarta
Menurut data kepolisian, sepanjang 2014 Jakarta mencatat 63 kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Sementara kasus pelecehan seksual yang melibatkan bocah di bawah umur tercatat hampir mendekati angka 300 kasus.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
#5. Sumatera Selatan
Tahun 2014 Sumatera Selatan mencatat 111 kasus pemerkosaan dan pelecehaan seksual terhadap perempuan. Jumlahnya tidak banyak berubah di tahun 2015.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
6 foto1 | 6
Membangun kesadaran dan cara pandang yang kritis perempuan.
Kesadaran dan cara pandang kritis perempuan, tidak muncul secara alamiah. Karena itu dibutuhkan upaya untuk menumbuhkannya, dimulai dengan membangun kepekaan terhadap isu-isu sosial dan isu gender. Isu-isu tersebut disebabkan adanya konsep gender yaitu mengakarnya cara pandang yang membeda-bedakan sifat, peran, posisi perempuan dan laki-laki yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin biologis.
Pembedaan ini bukan bawaan lahir namun terjadi karena masyarakat membentuknya, dan kemudian diperkuat diperkuat oleh norma-norma konservatif yang tercermin dalam seni, budaya, pendidikan, politik, penafsiran agama, adat dan lain-lain.
Cara pandang kritis akan menemukan bahwa konsep gender ini mengakibatkan ketidakadilan yang dialami laki-laki maupun perempuan, namun perempuan menjadi korban utamanya. Kekerasan seksual, beban ganda, label buruk, peminggiran, pemiskinan, subordinasi dan diskriminasi di semua aspek kehidupan perempuan merupakan contoh dari ketidakadilan gender. Membongkar cara pandang dan membangun pemikiran kritis merupakan bagian penting dan mendasar saat ini untuk menghentikan kelompok-kelompok konservatif yang memperalat tubuh perempuan demi kekuasaannya dan memaksa kehidupan perempuan masuk ke ranah privat yaitu "sumur, dapur dan kasur”.
Geng Gulabi: Perempuan 'Jagoan' dalam Balutan Pink
Misinya: membela kaum tertindas. Para pria yang lakukan aksi kekerasan, termasuk kekerasan seksual dipaksa bertekuk lutut oleh geng perempuan berbusana pink ini. Pemerkosa, suami pemukul istri jadi sasaran mereka.
Foto: DOK.fest München
Reaksi atas maraknya kekerasan
Kasus kekerasan terhadap perempuan di India, terutama perkosaan, marak diberitakan di media massa internasional. Gulabi Gang atau Geng Gulabi lahir akibat maraknya kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga. Pertama kali muncul di Bundelkhand, Uttar Pradesh, India Utara kelompok itu menyebar dan semakin progresif.
Foto: Reuters
Sang penggagas
Pendirinya adalah Sampat Pal Devi. Ibu dari lima anak dan mantan pekerja kesehatan pemerintah. Gagasan muncul setelah ia melihat banyaknya perempuan korban kekerasan, teruatama kekerasan dalam rumah tanggga (KDRT), termasuk pula di antaranya kekerasan seksual. Para korban kerap tidak mendapat perlakuan adil di lembaga peradilan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Daniau
Serba merah jambu
Pada tahun 2002 bersama 5 orang temannya, Sampat mendirikan kelompok pembela hak perempuan ini yang dinamai Gulabi Gang atau Geng Gulabi. Ciri khasnya: mereka mengenakan busana tradisional kain sari berwarna pink. Dalam kurun waktu 5 tahun, kelompok ini kini beranggotakan sekitar 20.000 orang, kebanyakan dari mereka adalah korban KDRT dan kekerasan seksual.
Foto: DW
Berbekal tongkat
Namun tongkat yang mereka bawa sebenarnya merupakan senjata terakhir, apabila solusi tidak tercapai lewat diskusi, dialog, demonstrasi atau mogok makan. Selain itu, hampir seluruh anggota geng Gulabi punya keahlian Lathi, yakni seni bela diri menggunakan tongkat. Dengan keahlian ini, geng Gulabi membuat para bandit dan pejabat korup jadi ketar-ketir.
Foto: DOK.fest München
Hajar yang kurang ajar, termasuk suami
Jika terjadi kasus KDRT atau kekerasan seksual yang tidak ditangani dengan semestinya oleh pihak berwenang, maka para anggota Geng Gulabi bakal turun tangan. Mereka berhimpun dan dengan bersenjatakan tongkat akan menghajar lelaki pelaku aksi kekerasan. Termasuk para suami yang suka memukuli isterinya atau saudara pria yang melakukan kekerasan pada saudara perempuannya.
Foto: DW
Melawan patriarki
Uttar Pradesh dimana lahirnya Gulabi, menurut Sampat Pal Devi adalah kawasan miskin yang budaya patriarkisnya masih amat tinggi. Perempuan selama ini mengalami banyak kekangan. Perempuan sering mejadi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Geng Gulabi bergerak untuk mengatasi ketidaksetaraan jender dan kriminalitas di wilayah ini. Mereka memberikan penyuluhan dan pendampingan jender.
Foto: DW
Menimbulkan efek jera
Ketika perkosaan itu menimpa kasta rendah, biasanya polisi tak turun tangan. Pernah ada kasus, seorang perempuan kasta rendah diperkosa oleh laki-laki kasta atas. Kasusnya tidak ditindaklanjuti polisi. Warga yang protes, malah ditahan. Akhirnya, geng Gulabi turun tangan. Mereka menyerbu kantor kepolisian dan menuntut agar semua warga yang ditahan dilepas dan pelaku pemerkosaan ditangkap.
Foto: Getty ImagesAFP/M. Romana
Tindakan di luar hukum
Banyak kalangan mendukung gerakan Sampat dan kawan-kawan. Namun tak jarang pula yang mengecamnya sebagai tindakan di luar hukum. Gang Gulabi berkilah, jika hukum tak mampu melindungi perempuan, kami sebagi perempuan harus melindungi diri sendiri. Ed: ap/yf (berbagai sumber)
Foto: DW
8 foto1 | 8
Menumbuhkan Keberanian
Langkah awal menumbuhkan keberanian adalah berani menerima resiko dari cara berfikir kritis baik dari diri sendiri, orang-orang terdekat dan masyarakat luas. Dibutuhkan keberanian menghadapi hujatan, dianggap aneh, berlebihan, melanggar kodrat dan berbagai cap buruk lainnya. Banyak pihak terganggu karena isu perempuan akan menggugat segala bentuk ketidakadilan sampai ke ranah pribadi, contohnya upaya Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Belajar dari tragedi 1998, perempuan atas nama individu maupun organisasi bahu-membahu berani menghadapi resiko dalam mengangkat kasus-kasus perkosaan dan mendampingi korban. Tentu bukan hal mudah karena resiko saat itu bukan hanya berupa kecaman namun ancaman kehilangan nyawa. Sejarah menunjukkan bahwa keberanian tidak pernah sia-sia, keberanian perempuan yang mengungkap perkosaan yang didiamkan, dianggap bukan masalah bahkan ditutup rapat-rapat berubah menjadi isu penting dan diberi perhatian. Saat itu presiden Republik Indonesia, BJ Habibie berjanji untuk mendirikan lembaga independen yang selanjutnya menjadi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Secercah Harapan Baru bagi Korban IS
Mereka diperkosa dan dijadikan budak. Warga Yazidi yang berhasil lari dari cengkeraman "Islamic State" (ISIS) alami trauma berat. Di Universitas Dohuk, Irak kini dibuka pusat penanganan trauma.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
Mengais Harapan
Dua tahun lamanya, Perwin Ali Baku (23) berada di tangan milisi teror ISIS bersama putrinya. Ia kini tinggal di tempat penampungan pengungsi di Irak Utara, bersama mertuanya. Tapi ia tidak merasakan ketenangan. "Saya tidak bisa tidur", katanya.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
Ingatan Yang Menyiksa
Setiap kali Ali Baku mendengar suara keras, ia terkejut. Itu mengingatkannya kepada para penculiknya. Ia berharap pusat trauma yang baru didirikan bisa membantunya. Ini satu-satunya di kawasan itu dan jadi bagian proyek besar yang dananya berasal dari Baden-Württemberg, Jerman. 1.100 perempuan Yazidi diterima untuk perawatan di negara bagian itu, dan ditampung dalam 21 kota dan desa.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
Bantuan bagi Pengungsi di Kabarto-Camp
Kini mereka juga bisa menerima bantuan langsung di Irak. Program dari Baden Württemberg direncanakan untuk 3 tahun, dengan dana 95 juta Euro. Para korban mendapat bimbingan sosial, psikologis dan untuk mengatasi trauma. Harapannya mereka bisa mengatasi dampak nasib buruk dengan baik.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
Semakin Banyak Yang Berhasil Lari
Di Mosul yang letaknya 75km dari lokasi pusat penanganan trauma, anggota ISIS masih bertempur melawan pasukan Irak, semakin banyak orang yang dulu diculik berhasil melarikan diri dari cengkeraman teroris. Di wilayah autonomi Kurdistan ada 26 psikiater. Tapi tidak ada yang punya spesialisasi trauma. Setidaknya belum ada.
Cahaya Terang di Ujung Terowongan
Skitar 100.000 warga Yazidi tinggal di Jerman. Salah satu dari mereka adalah spesialis trauma Jan Kizilhan. Ia datang ke Jerman ketika berusia 6 tahun, dan jadi penggerak utama pendirian pusat penanganan trauma di Dohuk. Program yang diadakan di sana juga mencakup pendidikan bagi tenaga lokal, sehingga perempuan seperti Perwin Ali Baku bisa mendapat pertolongan.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
Mendidik Tenaga Ahli
Dalam tiga tahun mendatang, 30 tenaga terapi akan dilatih pakar dari Jerman dan lokal. Program itu kemudian akan diperluas di kawasan. Tujuannya, dalam 10 tahun mendatang akan bisa mendidik lebih dari 1.000 pakar psikoterapi. Mahasiswa nantinya akan bisa mendapat dua gelar Master, di bidang psikoterapi dan psikologi trauma.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
"Sudah Jadi Kewajiban untuk Membantu"
Jan Kizilhan juga mendiskusikan masalah trauma dengan salah satu kepala masyarakat Yazidi, Baba Scheich. Tapi juga dengan ribuan perempuan Yazidi di kamp pengungsi. "Ini masalah trauma kolektif, juga pembantaian masal. Oleh sebab itu kita harus membantu. Kita wajib membantu." Penulis: Nadine Berghausen (ml/hp)
Foto: picture-alliance/dpa/A. Martins
7 foto1 | 7
Duapuluh tahun reformasi situasi berubah, generasi berganti, kecanggihan teknologi berjaya, arus deras informasi seolah tak terbendung. Era digital membawa kemudahan sekaligus mengandung resiko besar jika tidak dikelola. Kita mesti melawan hoax yang bertebaran, menghentikan penghinaan, ancaman, eksploitasi seksual yang disebarkan dalam meme-meme, pesan singkat bahkan video. Kita mesti merebut ruang-ruang digital dengan sikap selektif terhadap informasi, mengecek kebenarannya dan menebar pesan-pesan keadilan, kesetaraan serta perdamaian.
Sekali lagi, peringatan 20 tahun reformasi, perempuan masih membutuhkan kerja keras untuk berjuang. Masih harus terus ditumbuhkan kesadaran bahwa ada masalah perempuan, masalah perempuan bukan terjadi secara alamiah namun sebuah konstruksi sosial dan masalah perempuan dapat diubah, bukan takdir.
Mari kita terus kembangkan kepekaan, empati dan keberanian melakukan tindakan untuk perubahan. Ketidakadilan, kejahatan memperalat tubuh perempuan untuk kemenangan kekuasaan dan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan harus dilawan dan dihentikan. Kita terus belajar dari sejarah untuk membuat sejarah baru, sejarah yang adil, setara dan damai bagi semua. Tidak seorang pun boleh ditinggalkan.
Penulis: Misiyah (ap/vlz)
Misiyah menekuni isu-isu feminisme selama 20 tahun terakhir dan aktif dalam gerakan perempuan, mengembangkan pemberdayaan perempuan, kepemimpinan perempuan untuk gerakan kesetaraan gender dan perdamaian. Saat ini menjadi direktur Institut KAPAL Perempuan, sebuah organisasi yang fokus pengembangan pendidikan kritis dengan perspektif feminisme dan pluralisme.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis.
Daftar Pelanggaran HAM yang Belum Terselesaikan
Sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia berat tersandung oleh sikap batu lembaga negara. Kejaksaan Agung seringkali menjadi kuburan bagi keadilan. Inilah sebagian kasus besar yang masih menjadi PR buat pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Tragedi Trisakti
Pada 12 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa menuntut pengunduran diri Suharto memuncak di kampus Universitas Trisakti, Jakarta. Komnas HAM mencatat jumlah korban kekerasan oleh aparat keamanan mencapai 685 orang, sementara tiga meninggal dunia akibat tembakan. Ironisnya berkas penyelidikan yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung dinyatakan hilang pada Maret 2008 oleh Jampidsus Kemas Yahya Rahman.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/D. husni
Semanggi Berdarah
Kejaksaan Agung di bawah kendali Hendarman Supandji menjadi jalan buntu pengungkapan kasus pelanggaran HAM 1998. Berkas laporan Komnas HAM terhadap kasus kekerasan aparat yang menewaskan 17 orang (Semanggi I) dan melukai 127 lainnya pada November 1998 menghilang tak berbekas. Setahun berselang tragedi kembali berulang, kali ini korban mencapai 228 orang.
Foto: picture alliance/dpa
Hilangnya Widji Tukul
Satu per satu aktivis pro demokrasi menghilang tanpa jejak menjelang runtuhnya kekuasaan Suharto, termasuk di antaranya Widji Thukul. Ia diduga diculik aparat keamanan setelah dinyatakan buron sejak peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli 1996 (Kudatuli). Kasus Widji Thukul mewakili puluhan aktivis yang sengaja dilenyapkan demi kekuasaan.
Foto: Wahyu Susilo
Pembantaian 1965
Antara 500.000 hingga tiga juta nyawa simpatisan PKI melayang di tangan militer dan penduduk sipil setelah kudeta yang gagal pada 1965. Hingga kini upaya pengungkapan tragedi tersebut tidak pernah menyentuh pelaku. Adalah sikap membatu TNI yang melulu menjadi sandungan bagi penuntasan tragedi 1965.
Petaka di Wamena
Tragedi Wamena berawal dari penyerangan gudang senjata oleh orang tak dikenal yang menewaskan 2 anggota TNI pada April 2003. Aksi penyisiran yang kemudian dilakukan aparat menewaskan 9 penduduk sipil, sementara 38 luka berat. Seperti kasus sebelumnya, laporan penyelidikan Komnas HAM ditolak Kejagung dengan alasan tidak lengkap. TNI juga dituding menghalangi penyelidikan kasus tersebut.
Foto: picture-alliance/AP/dpa/A. Vembrianto
Pembunuhan Munir
Sosok yang sukses membongkar pelanggaran HAM berat oleh Tim Mawar dan mengakhiri karir Danjen Kopassus Prabowo Subianto ini meninggal dunia setelah diracun dalam perjalanan menuju Belanda. Pollycarpus Budihari Priyanto dinyatakan bersalah dan divonis 14 tahun penjara. Namun hingga kini kejaksaan sulit memburu tersangka utama yakni Muchdi Pr. yang dikenal dekat dengan Prabowo.