1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perempuan Jerman Timur dan Reunifikasi

Ketika bulan November 1989 tembok pemisah diruntuhkan, kaum perempuan Jerman Timur yang aktif di bidang politik kuatir, bahwa pembaruan akan berjalan tanpa mereka.

Foto simbol, perempuan dan karirFoto: dpa

Kaum perempuan di Jerman Timur dulu, resminya setara dengan kaum pria. Mereka dapat mengemban profesi apa saja yang diinginkan. Bekerja di pabrik, sebagai insinyur di tanah pertanian, dokter atau pengemudi traktor. Itu bukan hal yang istimewa, walau pun mereka juga punya anak. Pemerintah Jerman Timur memungkinkan kaum perempuan memadukan profesi dan keluarga. Anak-anak sekolah sepanjang hari, sedangkan yang masih kecil dimasukkan ke tempat penitipan anak yang tersedia dalam jumpah cukup.

 

Tetapi gambaran tentang perempuan yang beremansipasi itu sudah retak di tahun 80-an, sebelum ambruknya Tembok Berlin. Keretakan itu disimpulkan oleh pakar sosiologi Hildegard Maria Nickel dalam studi yang dijalankannya. Kaum perempuan Jerman Timur dikatakan semakin merasa tidak puas, karena seusai bekerja, mereka masih tetap harus menyelesaikan semua pekerjaan di rumah. Selain itu mereka tersisihkan dari fungsi di bidang politik dan jabatan dalam pemerintahan.

 

Dalam hal ini situasinya tidak berbeda dengan kaum perempuan di Jerman Barat. Dalam tahun 80-an hanya sedikit perempuan Jerman Barat yang dapat masuk dalam parlemen. Peraturan untuk meningkatkan keadilan, seperti kuota untuk perempuan, baru dalam tahap awal. Tempat perempuan Jerman Barat adalah di sisi suaminya. Itu merupakan anggapan yang umum. Sebagai istri mereka hanya perlu mengurus anak-anak, suami dan rumah tangga.

 

Ketika musim gugur 1989 tempok pemisah ambruk dan terbuka peluang bagi reunifikasi, kaum perempuan di timur dan barat Jerman membandingkan situasi mereka. Kaum perempuan Jerman Timur menganggap lumrah kalau mereka mengemban profesi dan memiliki eksistensi ekonomi sendiri. Di lain pihak mereka juga punya tuntutan.

 

Pembaruan bagi negara Jerman Timur? Itu hanya mungkin bila peremuan diikutkan sebagai tenaga ahli dan dalam posisi kepemimpinan berdasarkan kuota. Hildegard Maria Nickel tahu akan kejengkelan kaum perempuan Jerman Timur; yaitu bahwa mereka hanya dihormati sekali dalam setahun, yaitu pada hari internasional perempuan tanggal 8 Maret. Tetapi untuk mengembangkannya menjadi gerakan politik yang kuat, perubahan yang terjadi di peralihan tahun 1989-1990 berjalan terlalu cepat.

 

Masa antara tanggal 9 November 1989 dan 18 Maret 1990 merupakan jaman emas dari gerakan perempuan independen Jerman Timur. Banyak perempuan mengajukan tuntutan. Sejumlah surat terbuka ditulis. Pada masa itu, kanselir Jerman yang sekarang, Angela Merkel, juga mengumpulkan pengalamannya yang pertama di bidang politik.

 

Setelah tanggal 18 Maret 1990 baik kaum perempuan Jerman Timur maupun Jerman Barat mengalami pukulan dalam soal kesetaraan antara perempuan dan lelaki. Kaum perempuan Jerman Timuir yang sampai saat itu mandiri di bidang keuangan, kehilangan tempat kerja mereka, dan sekaligus kemandirian mereka di segi ekonomi.  Bagi mereka reunifikasi bukanlah pembebasan, melainkan kembali ke pola lama pembagian peran antara perempuan dan lekaki.

 

Henriette Wrege/Dewi Gunawan-Ladener

Editor: Yuniman Farid