Perempuan-perempuan Muda RI Dijual Rp 400 Juta ke Cina
19 September 2018
Partai Solidaritas Indonesia mengaku berhasil mengungkap praktik perdagangan perempuan dari Indonesia ke Cina setelah mendapat aduan dari keluarga korban. Kebanyakan dijual seharga 400 juta Rupiah.
Iklan
Praktik perdagangan manusia ke China atau Tiongkok terungkap. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapat aduan dari keluarga korban yang anak-anaknya dijual ke China senilai Rp 400 juta.
"Berdasarkan pengakuan korban, mereka diperjualbelikan oleh calo atau agen perusahaan dengan nilai Rp 400 juta per orang," kata Koordinator Jaringan Advokasi Rakyat PSI Muannas Alaidid di DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2019).
Muannas mengatakan informasi ratusan juta itu didapat ketika para korban meminta dipulangkan oleh suaminya di China. Korban yang dikawin paksa di China ditahan pulang ke Indonesia karena merasa sudah membeli dengan harga ratusan juta.
"Jadi 400 juta diperoleh berdasarkan informasi korban yang bertanya pada suaminya di Tiongkok. Ketika dia ingin pulang direspons, 'kamu tuh sudah saya beli. Saya kasih agen kamu Rp 400 juta'. Jadi dia menduga dijual oleh agen itu," lanjut Muannas.
Dia pun menilai praktik jual-beli manusia ke China ini sebagai perbuatan yang biadab. Dia meminta pemerintah ikut andil dalam pemulangan belasan WNI yang sampai saat ini masih disekap.
Filipina: Anak-anak dari Wisata Seks
Mereka terlihat berbeda dari anak-anak lain, tumbuh tanpa ayah dan dalam kemiskinan. Mereka adalah anak-anak wisatawan seks di Filipina.
Foto: DW/R. I. Duerr
Tergantung pada Industri Seks
Kemiskinan dan tidak adanya peluang kerja, kerap membawa gadis-gadis muda di kota Olopango, terjun dalam dunia prostitusi. Banyak juga perempuan muda dari kota lian datang ke sini untuk mencari pekerjaan di bar. Di negara bermayoritas Katolik ini , alat kontrasepsi sulit didapat. Akibatnya, setiap tahun lahir ribuan anak berayahkan wisatawan asing. Kebanyakan dari mereka tumbuh dalam kemiskinan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Generasi tanpa Ayah
Daniel (4 tahun) kemungkinan tidak akan pernah mengenal ayahnya, seorang Amerika. Kedua kakaknya berayahkan orang Filipina, yang juga meninggalkan ibunya. Sejak bertahun-tahun ia bekerja di sebuah bar. Agar dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya, kini ia berharap dapat bekerja di sebuah pabrik elektro milik Korea Selatan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Warisan Wisata Seks
Bermain dengan bola basket merupakan aktivitas favorit Ryan (tengah). Ayahnya berasal dari Jepang. Ibu Ryan masih bekerja sebagai PSK di sebuah bar di Olongapo. Ryan memiliki empat saudara, juga dengan ayah yang berbeda-beda.
Foto: DW/R. I. Duerr
Peluang Karir?
Anak berkulit putih, seperti Sabrina (tengah) kadang dijuluki "Bangus" atau Ikan Bandeng. Dalam lingkungan mereka, anak-anak ini biasanya "dibedakan". Namun, berkat wajah mereka kadang mereka beruntung bisa berkarir di Dunia film atau mode. Sabrina, maupun ibunya, tidak memiliki kontak lagi dengan ayahnya di Jerman.
Foto: DW/R. I. Duerr
Ditinggal sebelum Bertemu
Setiap hari Leila menyandang ranselnya yang penuh dengan buku dan pensil. Gadis berusia lima tahun ini tidak sabar lagi untuk bisa pergi ke sekolah tahun depan. Ayahnya 'kabur' kembali ke Amerika Serikat Saat Leila masih berada dalam kandungan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Tanpa Peluang
Ayah Ayla merupakan seorang Amerika berkulit hitam. Ibunya, yang tidak pernah belajar membaca dan menulis, dulu bekerja sebagai PSK . Sekarang ia membuka jasa cuci baju.
Foto: DW/R. I. Duerr
Stigma Seumur Hidup
Anak-anak yang berayahkan warga Afrika atau Afro-Amerika kerap menghadapi "diskriminasi" di lingkungan mereka, dengan menyebut mMereka "Negro".
Foto: DW/R. I. Duerr
Tidak Mampu Berobat
Lester masih berusia satu tahun saat ayahnya meninggal. Selama tujuh tahun, ibunya, Jessica, hidup bersama dengan ayah Lester, seorang Amerika, yang merupakan manajer di sebuah bar tempat Jessica bekerja. Lester menderita pneumonia parah. Namun ibunya yang kini bekerja di sebuah laundry tidak memapu membawanya ke dokter.
Foto: DW/R. I. Duerr
Hidup Baru
Putra Angela, Samuel, berayahkan seorang warga Swiss. Angela tidak memiliki kontak lagi dengannya sejak ia mengandung Samuel. Kini Angela bersuamikan orang Filipina, dan telah dikaruniai bayi. Pekerjaannya di bar ia tinggalkan demi suaminya.
Foto: DW/R. I. Duerr
Kabar Terputus
Sejak lahir ibu Rachel, Pamela (kiri), tunarungu dan tunawicara. Pada usia 16 tahun, Pamela mulai bekerja di bar di Olongapo. Dengan ponslenya, Rachel menunjukkan foto ibunya, Saat berumur sekitar 20 tahun, bersama pacar Jermannya. Sejak kelahiran Rachel, ayahnya kerpa mengirim uang dari Jerman. Namun sejak beberapa bulan, tidak ada kabar lagi darinya.
Foto: DW/R. I. Duerr
10 foto1 | 10
"Bagi saya, yang mewakili keluarga korban berdasarkan informasi yang kita himpun yang kita interview kepada mereka, peristiwa human trafficking diduga 16 WNI yang berada di Tiongkok itu adalah perbuatan biadab yang dilakukan oleh pelakunya," katanya.
"Ini akan menyedihkan jika negara tidak hadir dalam persoalan ini di mana melakukan pembiaran karena ini sudah terlalu lama dilaporkan di Mapolda Jabar, kurang-lebih sekitar 5 bulan. Kalau kemudian aparatur terkait Menlu, institusi kepolisian atau misalnya lembaga perlindungan warga negara yang melakukan pembiaran terhadap ini, ya situasi ini akan mengundang banyak kecaman dari masyarakat," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan ada 16 WNI yang dijual ke China untuk dikawin kontrak. Mereka masih disekap dengan keadaan yang memprihatinkan.
Grace mengatakan kebanyakan WNI yang dijual ke China masih di bawah usia 30 tahun. Bahkan ada yang di bawah umur.
"Sekarang kondisinya memprihatinkan, mereka disekap diberi makan lewat jendela, ada foto menunjukkan luka. Waktu ngobrol di atas ada foto luka di kepala, ada juga keponakan Ibu Yuni yang baru operasi caesar 4 bulan, sekarang dipaksa menikah berhubungan seks. Jadi kondisi memprihatinkan dan mereka terjebak di negara jauh, nggak bisa pulang," katanya.
Sumber: Detik News
Negara Yang Paling Getol Belanja Seks
Riset lembaga peneliti aktivitas pasar gelap, Havocsope, menghimpun data negara-negara paling banyak belanja prostitusi, dengan menggunakan data dari program kesehatan masyarakat, penegak hukum & media. Ini daftarnya
Foto: Fotolia/Photoinjection
#12. Indonesia: 2,25 miliar Dollar AS/Tahun
Di Indonesia, praktik pelacuran dilakukan secara gelap. Dianggap sebagai kejahatan moral, aktivitas prostitusi di Indonesia tersebar luas dan diatur. UNICEF memperkirakan 30 persen pelacur perempuan di Indonesia berusia di bawah 18 tahun. Tak hanya itu, banyak mucikasi yang masih berusia remaja. Akhir-akhir ini marak pemberitaan tentang artis-artis yang terjun di sektor prostitusi.
Foto: Getty Images
#11. Swiss: 3,5 miliar Dollar AS
Di Swiss disediakan garasi-garasi yang populer disebut sebagai “Bilik Seks“ untuk aktivitas pelacuran. Fasilitas yang didanai publik itu terletak jauh dari pusat kota. Di dalamnya terdapat kamar mandi, loker, meja kecil, mesin cuci dan shower. Di Zurich bahkan warga setuju anggaran kota dipakai sampai 2,6 juta dollar AS untuk proyek relokasi pelacuran agar dijauhkan dari pusat kota yang sibuk.
Foto: picture-alliance/AP
#10. Turki: 4 miliar Dollar AS
Prostitusi di negara ini legal dan diatur dengan undang-undang. Rumah bordil pun ada aturannya. Namun belakangan tdiak dikeluarkan izin-izin baru. Sementara itu, mempromosikan pelacuran di negara ini, dapat dikenai sanksi. Undang-undang imigrasi melarang orang masuk ke negara ini dengan tujuan bekerja di sector prostitusi.
Foto: Getty Images/M. Ozer
#9. Filipina: 6 miliar Dollar AS
Praktik prostitusi di Filipina terholong ilegal. Namun tetap saja wisata seks virtual yang melibatkan anak di bawah umur makin menjamur di Filipina. Yang mengenaskan, kemiskinan dan kemudahan akses internet membuat negeri tersebut menjadi magnet buat kaum pedofil dari seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
#8. Thailand: 6,4 miliar dollar AS
Di negeri gajah putih ini, prostitusi tidak sepenuhnya ilegal. Dalam praktiknya, pelacuran masih ditoleransi & ada sebagian aturan mengenainya. Prostitusi masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi di banyak distrik. Para pejabat lokal kadang juga melindungi praktik pelacuran. Sejak Perang Vietnam, Thailand terkenal di antara para pelancong dari berbagai negara sebagai tujuan wisata seks.
Foto: Bear Guerra
#7. India: 8,4 milyar Dollar AS
Di India, pertukaran jasa seksual untuk uang tergolong legal. Tetapi sejumlah kegiatan terkait dengan itu seperti menjadi germo, memiliki atau mengelola rumah bordil, transaksi seks di hotel/tempat umum dianggap tindak kriminal. Prostitusi bisa legal hanya jika dilakukan di kediaman pribadi. Sementara anak-anak pelacur di India kerap berujung di dunia perdagangan manusia itu sendiri.
Foto: picture-alliance/dpa
#6. Korea Selatan: 12 milyar Dollar AS
Meskipun prostitusi di Korea Selatan ilegal, menurut catatan Korea Women's Development Institute, belanja layanan seks di Korsel bisa mencapai 12-13 miliar Dollar AS setahun, ataau sekitar 1,6 % dari produk domestik bruto nasional. Riset Korean Institute of Criminology memaparkan: 20 persen orang dewasa laki-laki berusia antara 20-64 mengeluarkan uang 580 Dollar AS per bulan untuk prostitusi.
Foto: AP
#5. Amerika Serikat: 14,6 miliar Dollar AS
Di Amerika, prostitusi secara umum ilegal. Namun di beberapa kawasan di Nevada, dilegalkan. Orang bahkan bisa melamar kerja di sektor prostitusi secara resmi. Karena legal, maka pemilik usaha sektor ini dikenai macam-macam aturan dari pemerintah, termasuk pajak, perlindungan tenaga kerja, standar upah minimum, asuransi, pemeriksaan kesehatan untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.
Foto: Fotolia/macgyverhh
#4. Jerman: 18 miliar Dollar AS
Diperkirakan terdapat sekitar 400ribu pekerja seks di Jerman. Untuk memperbaiki kondisi sosial dan hak-haknya, diberlakukan undang-undang. Pekerja seks bisa mendapat jaminan sosial seperti profesi lainnya. Dalam amandemen undang-undang, bukan hanya pelaku yang memperjualbelikan manusia & memaksa orang melacur dikenai hukuman melainkan juga mereka yang memanfaatkan keadaan sulit para koban.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Reinhardt
#3. Jepang : 24 miliar Dollar AS
Pelacuran di Jepang telah ada sejak sepanjang sejarah negara itu. UU Anti-Prostitusi 1956 yang menyatakan"Tidak ada orang boleh melakukan prostitusi atau menjadi pelanggan prostitusi," dijadikan celah yang memungkinkan industri seks tumbuh subur, karena di Jepang, "industri seks" tidak identik dengan prostitusi.
Foto: T. Kitamura/AFP/Getty Images
#2. Spanyol: 26,5 miliar Dollar AS
Prostitusi sangat populer di Spanyo. Riset PBB melaporkan, 39 persen dari pria Spanyol setidaknya pernah satu kali menggunakan jasa pelacur. Angka survei Kementerian Kesehatan Spanyol tahun 2009 lebih rendah: 32 persen dari pria Spanyol pernah ‘jajan’ di pelacuran. Namun tetap saja, angka ini 14% lebih tinggi dibanding di Belanda yang liberal, atau di Inggris.
Foto: Getty Images/X.Malafosse
#1. Cina 73 miliar Dollar AS
Perdagangan seks terbesar di dunia malah ada di negeri tirai bambu, dimana prostitusi adalah ilegal. Bahkan pemerintah memperlakukan pekerja seks seperti penjahat. Namun meski penggerebekan sering dilakukan, tetap saja prostitusi merajalela di panti pijat, bar, karaoke dan klub malam. Di beberapa wilayah, bisnis erotis, seperti ‘pijat happy ending’ tidak dianggap sebagai prostitusi.