Perfilman Korea Selatan: Tradisi Kuat dan Prospek Meningkat
Philipp Jedicke
17 Februari 2023
Industri film Korea Selatan yang cukup kreatif dan inovatif lama tidak menjadi perhatian dunia perfilman internasional. Namun, sejak film "Parasite" dan "Squid Game" menembus pasaran dunia, situasi itu berubah.
Iklan
Sebelum tahun 2000-an, hanya sedikit orang yang mengenal budaya maupun gaya hidup di Korea Selatan, apalagi meramalkan bahwa budaya ini akan mendunia. Berpuluh-puluh tahun di abad sebelumnya, Korea telah menjadi koloni Jepang dan porak-poranda oleh perang Korea. Sejak pecah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara, di selatan muncul serangkaian pemerintahan militer. Sejak 1987 mulai terjadi reformasi demokrasi.
Sejak saat itu, Korea Selatan berkembang pesat menjadi salah satu pemain ekonomi terpenting di Asia dan dunia. Namun, tentang budaya Korea baru belakangan ini dunia mengenal lebih jauh daripada sekedar K-pop dan "Gangnam Style".
Sejak awal tahun 2000-an, film-film Korea Selatan mulai menarik perhatian dunia. Saat ini, film dan serial Korea Selatan sudah menjadi bagian penting industri hiburan global, terutama di Asia.
Drama-drama Korea juga diminati dari AS sampai Afrika. "Hallyu", sebutan untuk gelombang baru budaya pop Korea, menyebar cepat terutama setelah film "Parasite" memenangkan Oscar dan sejumlah penghargaan internasional. Istilah "Hallyuwood" kini digunakan untuk dunia perfilman Korea Selatan, bersanding dengan "Bollywood” untuk perfilman India.
11 Film Korea Selatan yang Harus Kamu Tonton
Film-film yang diproduksi Korea Selatan telah dikenal selama beberapa dekade terakhir. Berikut adalah beberapa pencapaian yang menjadi hit di seluruh dunia dan membantu membangun reputasi sinematik Korea Selatan.
Foto: Zuma Wire/IMAGO
Korea Selatan, negara perfilman
Film-film Korea Selatan menjadi pembicaraan di seluruh dunia. Festival film (seperti dalam foto di Busan) suah menjadi agenda internasional. Format cerita yang inovatif dan standar estetika yang tinggi telah menarik hati para penonton. Berikut adalah 11 film dalam dunia perfilman Korea yang beragam.
Foto: Zuma Wire/IMAGO
The Housemaid (1960)
Jauh sebelum tahun 2000-an, sebelum perfilman Korea Selatan benar-benar melejit, Kim Ki-young memproduksi "Hanyo" ("The Housemaid"), film erotis yang sampai sekarang masih dianggap sebagai salah satu film Korea terbaik sepanjang masa. Melodrama yang difilmkan dengan sempurna ini mengisahkan perselingkuhan antara pria kaya dan pembantu rumah tangga yang berujung pada kehancuran keluarga.
Foto: ANN / KOFA/picture alliance
Peppermint Candy (1999)
Film kedua karya sutradara Lee Chang-dong (foto) diawali dengan bunuh diri pengusaha Yongho. Kisah hidup Yongho kemudian diceritakan dalam alur mundur, dari masa saat ini ke masa lalu. Sedikit demi sedikit, terungkap penyebab keputusannya untuk mengakhiri hidup.
Foto: Jo Iwasa/AP/picture alliance
Oldboy (2003)
Film ini sendiri secara signifikan mendongkrak popularitas perfilman Korea Selatan. Menceritakan seorang pria yang dikurung di sebuah ruangan kecil selama 15 tahun. Setelah dibebaskan, dia melakukan aksi balas dendam. Film kedua, dalam trilogi balas dendam oleh Park Chan-wook, adalah mahakarya yang dipenuhi dengan adegan mimpi yang tak terlupakan.
Foto: Mary Evans/IMAGO
Spring, Summer, Fall, Winter ... and Spring (2003)
"Spring, Summer, Fall, Winter ... and Spring" merupakan mahakarya sutradara Kim Ki-duk. Dia kemudian dituduh melakukan pelecehan seksual di tengah gerakan #MeToo, dan meninggal karena komplikasi COVID-19 pada tahun 2020 dalam usia 60 tahun. Film yang menggambarkan siklus kehidupan yang tak terhentikan ini berkisah tentang seorang biksu Buddha dan muridnya yang menjalani masa hidupnya sampai tua.
Foto: Sony Pictures/Mary Evans/IMAGO
Memories of Murder (2003)
Karya spektakuler Bong Joon-ho ini dinilai sebagai film kriminal paling sukses dari Korea Selatan. Film ini didasarkan peristiwa nyata terkait seorang pembunuh berantai yang menewaskan 10 perempuan di utara negeri antara tahun 1986-1991. Dua petugas polisi berusaha menyelesaikan kasus ini, yang membuat banyak momen lucu meskipun film thriller ini memiliki topik yang berat.
Foto: Yonhap/picture alliance
Poetry (2010)
Disutradarai oleh Lee Chang-dong, film ini bercerita tentang pensiunan Yan Mi-ja, yang menderita demensia dini. Dia menghadiri kelas puisi untuk mempelajari kembali cara menangkap keindahan dunia dengan kata-kata. Saat kehilangan ingatan, dia secara bersamaan memperoleh kosa kata baru dan cara memandang sekelilingnya. Melalui matanya, penonton melihat tragedi yang terjadi.
Foto: Kino International/Courtesy Everett Collection/picture alliance
Right Now, Wrong Then (2015)
Film karya Hong Sang-soo (kiri) menceritakan kisah seorang sutradara terkenal yang tiba di sebuah kota untuk acara pemutaran film, di mana dia bertemu dengan seorang perempuan muda yang cantik. Mereka menghabiskan hari bersama. Perasaan serba salah menyelimutinya saat malam. Namun, pria itu mendapat kesempatan kedua. Apakah kisah ini berakhir bahagia?
Foto: Urs Flueeler/dpa/picture alliance
The Handmaiden (2016)
Drama erotis karya Park Chan-wook ini menceritakan pemburu warisan yang ingin mencuri uang seorang ahli waris. Dia menyamar sebagai pembantu dan berupaya membuat ahli waris jatuh cinta padanya. Namun, dia sendiri justru jatuh cinta dengan calon korbannya. Dikotomi sederhana antara yang baik dan yang buruk larut dalam tiga bagian dan melalui berbagai perspektif.
Foto: Cannes Film Festival / Handout/dpa/picture alliance
The Wailing (2016)
Dalam film thriller misteri dari Na Hong-jin ini, muncul orang asing di sebuah desa kecil. Tak lama kemudian, pembunuhan mengerikan mulai terjadi. Film horor ini mengacu pada berbagai motif genre, cerita rakyat kuno, dan kisah tentang pemujaan setan.
Foto: Cannes Film Festival / Handout/dpa/picture alliance
Parasite (2019)
"Parasite" bukan hanya film berbahasa non-Inggris pertama yang memenangkan Piala Oscar. Di banyak negara, film Korea ini menjadi yang paling banyak ditonton sepanjang masa. Film karya sutradara Bong Joon-hoo ini menyajikan kritik tajam terhadap kapitalisme lewat penggambaran sebuah keluarga dari lingkungan miskin di Seoul yang berhasil memasuki kehidupan satu keluarga kaya.
Foto: Yonhap/picture alliance
Decision to Leave (2022)
Thriller misteri dari Park Chan-wook (kanan atas) menceritakan seorang detektif yang jatuh cinta pada janda dari pria yang diduga meninggal karena kecelakaan. Film ini ditayangkan perdana di Cannes pada tahun 2022, dan memenangkan penghargaan sutradara terbaik. Decision to Leave diikutsertakan dalam Film Fitur Internasional Terbaik di Oscar 2023, tetapi gagal masuk babak final. (ha/yf)
Studio-studio besar AS telah membuka cabang di Korea Selatan dengan tujuan memproduksi film bersama. Sekuel AS dari film Korea Selatan kini makin populer dan platform streaming seperti Netflix dan Disney+ bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar film Korea.
Iklan
Tahun 2023, Netflix berharap bisa melanjutkan kesuksesan serial hit "Squid Game" dan menawarkan semakin banyak film dan serial Korea Selatan. Produksi Netflix "Kill Boksoon" dan film Korea lainnya akan tayang perdana di Festival Fim Berlin, Berlinale 2023.
Di bioskop-bioskop Eropa, film seperti "Decision to Leave" karya sutradara bintang Park Chan-wook memenangkan penghargaan sutradara terbaik di Festival Film Cannes 2022. Sukses dengan film-film komersial, para sutradara Korea Selatan tidak takut untuk membuat terobosan baru dengan film-film eksperimental, seperti film "Oldboy”, saat protagonis Oh Dae-su memakan gurita hidup.
Banyak perusahaan film Korea tumbuh selama era perlawanan sipil melawan pemerintahan militer. Orang diam-diam menonton dan mendiskusikan film-film terlarang di klub-klub universitas. Selain itu, perpecahan Korea dan perkembangan kapitalisme di Selatan, membentuk pandangan kritis banyak orang. Ulah kasar perusahaan besar dan kesenjangan yang semakin lebar antara kaya dan si miskin — semuanya menyediakan banyak cerita bagi para pembuat film.
Persaingan ketat membuat para pelaku bisnis di Korea Selatan dipaksa berinovasi terus-menerus, tidak hanya di ibu kota Seoul, melainkan di semua kota besar. Jika seseorang ingin menarik perhatian di negara ini, mereka harus melakukan sesuatu yang benar-benar kreatif, unik, dan baru.
Belum banyak sutradara perempuan
Dunia film di Korea Selatan kini menguasai bioskop maupun rumah-rumah pribadi. Para pelakunya menjadi bintang-bintang besar di negaranya. Di bundaran lalu lintas kota besar Jeonju misalnya, yang terkenal dengan festival film internasionalnya, berdiri patung-patung para juru kamera dan bintang layar lebar — tidak hanya selama musim festival, tetapi untuk sepanjang tahun.
Tidak diragukan lagi, industri film Korea Selatan akan berkembang pesat pada tahun-tahun mendatang. Namun, dunia perfilman masih didominasi oleh laki-laki. Hanya dalam beberapa tahun terakhir mulai muncul sutradara dan produser perempuan. Pada festival film Busan tahun 2019, sudah 27% film Korea Selatan dibuat oleh perempuan — suatu lompatan besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Sekarang, film dan serial drama Korea sudah menjadi arus utama global. Apakah Hallyuwood akan mampu bertahan dan tetap inovatif? Masih harus ditunggu. Untuk itu, mereka harus tetap dinamis dan berinovasi, tentu dengan dukungan dana besar. Bagaimanapun, Korea masih punya banyak cerita untuk diangkat ke layar kaca.