1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peristiwa Cuaca Ekstrem Melanda India Hampir Setiap Hari

14 November 2022

India menghadapi gelombang panas dan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para ahli mengatakan lebih banyak perlu dilakukan untuk adaptasi iklim guna mencegah kerugian ekonomi dan kerawanan pangan.

banjir di India
Foto ilustrasi banjir di IndiaFoto: Sri Loganathan/ZUMA Press Wire/picture alliance

Hampir setiap hari dalam sembilan bulan pertama tahun ini, India mencatat peristiwa cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas, gelombang dingin, angin topan, petir, hujan lebat, banjir, dan tanah longsor.

Center for Science and Environment (CSE), organisasi penelitian dan advokasi kepentingan publik di India, mengatakan bencana perubahan iklim lokal terjadi pada 241 dari 273 hari hingga 1 Oktober 2022 dan telah merenggut sedikitnya 2.755 jiwa. Bencana itu juga memengaruhi sekitar 1,8 juta hektar lahan tanaman, membunuh lebih dari 69.000 ternak, dan menghancurkan 416.667 rumah.

Laporan tersebut muncul saat para pemimpin global berkumpul untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP27), yang saat ini berlangsung di Sharm El Sheikh, Mesir. "Ini adalah pertanda jelas perubahan iklim. Ini bukan tentang satu peristiwa, tetapi tentang peningkatan frekuensi peristiwa, bahwa apa yang kami lihat sebagai peristiwa ekstrem dalam 100 tahun sekarang telah dikompres menjadi satu dalam lima tahun atau bahkan kurang," kata Direktur Jenderal CSE Sunita Narain kepada DW.

Pada COP27 di Mesir, India ingin mendorong untuk memastikan bantuan bagi negara berkembang, termasuk melindungi tenaga kerjanya yang dipekerjakan di industri terkait bahan bakar fosil saat transisi ke sumber energi terbarukan. Selain itu bantuan dana dibutuhkan untuk pembiayaan adaptasi iklim, mitigasi, dan bantuan keuangan untuk kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.

Hujan lebat mengakibatkan banjir besar di kawasan Bangaluru di India, September 2022Foto: Kashif Masood/AP/picture alliance

India 'kehilangan hingga 5% dari PDB-nya karena perubahan iklim'

India mengalami kerugian pendapatan sebesar US$159 miliar (€158,6 miliar), hampir 5,4% dari produk domestik brutonya, karena panas yang ekstrem pada tahun 2021, menurut Climate Transparency Report (CTR) 2022. Menurut CTR, paparan panas tahun lalu di India menyebabkan hilangnya 167 miliar jam kerja, meningkat 39% dibandingkan dengan 10 tahun terakhir abad ke-20.

"Frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya suhu global," kata Chandra Bhushan, Pendiri dan Direktur International Forum for Environment, Sustainability, & Technology, kepada DW. "India sudah kehilangan 3-5% dari PDB-nya karena perubahan iklim, dan jumlah ini bisa meningkat hingga 10% jika pemanasan tidak dibatasi di bawah 2 derajat Celsius."

"Sementara banyak yang sedang dilakukan untuk meningkatkan sistem peringatan dini dan menyediakan penyelamatan dan bantuan, India perlu berinvestasi lebih banyak dalam adaptasi dan ketahanan. Ini akan membutuhkan dukungan global dalam mengelola dampak iklim," tambahnya.

Sekitar 80% penduduk India tinggal di daerah yang sangat rentan terhadap bencana ekstrem seperti banjir parah atau gelombang panas. Di dalam negeri, India telah menetapkan target iklim nasional yang ambisius, yang dikenal sebagai Nationally Determined Contribution (NDC) dan juga tujuan nol bersih, atau netralitas karbon. Pada COP26 tahun lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi berjanji untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2070.

Janji pendanaan dan transisi iklim

India menginginkan janji USD100 miliar per tahun – janji dana iklim untuk negara berkembang yang dibuat negara-negara industri maju pada COP15 tahun 2009 – untuk dipenuhi sampai 2020. Namun, sudah dua tahun lewat, dana itu belum ada.

"Negara-negara maju harus memenuhi target dan kewajiban mereka terhadap pendanaan iklim, yang gagal mereka lakukan," kata Menteri Lingkungan Hidup Bhupender Yadav kepada wartawan menjelang KTT COP27 di Mesir. Dia memimpin delegasi India yang beranggotakan 18 orang di konferensi perubahan iklim PBB itu.

Abinash Mohanty, mantan Direktur Center for Environment, Energy, and Climate Change, mengatakan kepada DW "2022 telah menjadi bukti beberapa iklim ekstrem yang lebih keras dan suram di seluruh dunia, dan tidak terkecuali India. Frekuensi dan intensitas ekstrem ini akan melampaui semua ambang batas di masa depan."

Dia berpendapat, India harus memastikan bahwa kerja sama regional dan kerja sama Utara-Selatan harus digalang untuk menanggulangi guncangan iklim. Diperlukan solusi sistemik, teknologi, dan keuangan yang didukung oleh bukti berbasis sains, sehingga memberikan akses ke informasi iklim untuk semua.

(hp/ha)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait