WHO mengumumkan rampungnya draf perjanjian penanganan pandemi masa depan, setelah tiga tahun proses negosiasi. Apa kata pakar terkait implementasi perjanjian tersebut di Indonesia?
Prof Wiku Adisasmito, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas IndonesiaFoto: privat
Iklan
Ditengah polarisasi dunia, Perjanjian PandemiWHO ini menjadi harapan hidupnya multilateralisme, menunjukkan bahwa 194 negara-negara anggotanya masih dapat bekerja sama menghadapi tantangan global dengan lebih terorganisir.
Hal penting yang dibahas dalam perjanjian tersebut terkait pencegahan dan pengawasan pandemi, pendekatan one health, transfer teknologi, serta akses pembagian data patogen yang disertai sistem pembagian manfaat.
Prof. drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D., adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia yang juga merupakan salah satu delegator perundingan Perjanjian Penanganan Pandemi WHO. Sosok yang terjun langsung dalam penanganan COVID-19 di Indonesia ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah hingga memimpin tim pakar satgas Covid-19. Kepada DW Indonesia, Prof Wiku membagikan pandangannya.
Bagaimana respon Prof. Wiku terkait draf perjanjian pandemi WHO yang baru saja rampung tersebut?
Perjanjian pandemi WHO ini penting, pencapaian besar dunia global, meski implementasinya masih akan menghadapi banyak tantangan dan rintangan. Untuk mendetilkan operasional perjanjian ini, menuangkannya dalam annex (lampiran) perjanjian tersebut, butuh waktu lama.
Berdasarkan pengalaman Prof. dalam penanganan COVID-19 di Indonesia, apa saja tantangan implementasi perjanjian ini di Indonesia?
‘Nyawa' perjanjian ini utamanya di pasal 4 - Pandemic prevention and surveillance (pencegahan pandemi dan pengawasan), pasal 5 - One Health Approach to Pandemic Prevention, preparedness and response (pendekatan one health untuk pencegahan pandemi, kesiapan, dan respon), serta pasal 12 - WHO Pathogen Access and Benefit-Sharing System - PABS System (akses patogen dan sistem pembagian manfaat WHO).
Pada saat melakukan (implementasi) ketiga pasal inti tersebut, sektor yang terlibat tidak hanya sektor kesehatan masyarakat, tapi juga sektor kesehatan hewan dan lingkungan.
Patogen sebenarnya zoonosis atau berasal dari hewan, dan surveillance (pengawasan) tidak hanya dilakukan oleh kementerian sektor kesehatan masyarakat, tapi juga melibatkan sektor peternakan, dan kesehatan hewan yang berada di bawah komando kementerian pertanian, pembagian sektor ini bisa berbeda-beda di tiap negara.
Prof. Wiku Adisasmito menjadi jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 dan ketua pakar satgas Covid-19Foto: privat
Lantas bagaimana melakukan surveillance dan meminta data pada representasi negara di WHO, namun tidak melibatkan kementerian pertanian, kementerian kehutanan mereka? Kementrian pertanian dan kehutanan sebenarnya sudah memiliki kesepakatan tersendiri, contohnya Protokol Nagoya yang dihasilkan dari Convention on Biological Diversity. Protokol Nagoya ini adalah kerangka acuan akses sumber daya genetik dan pembagian manfaat.
Harmonisasi antar lembaga PBB seperti WHO dengan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) dan WOAH (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) penting sekali untuk implementasi perjanjian ini, tapi belum dilakukan dengan baik oleh WHO. Perjanjian ini tidak hanya soal kesehatan manusia tapi juga melibatkan sektor lain seperti kesehatan hewan dan lingkungan.
Harmonisasi ini di level negara anggota WHO pun banyak tantangannya - bagaimana teknis penerapan data sharing di lapangan dan tata kelolanya. Distrik, sub distrik negara-negara di seluruh dunia ini jumlahnya jutaan tapi belum terkoneksi dengan komitmen global.
Ada ‘jurang’ yang begitu besar antara global, regional, dan lokal. Yang paling penting sebenarnya adalah sektor lokal yang harusnya terharmonisasi atau terhubung dulu.
Perjanjian Pandemi WHO ini masih jauh dari implementasi yang efektif di seluruh dunia.
Mungkin di level international, WHO atau WOAH (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) mereka sepakat. Tapi kalau di level lokal tidak sepakat itu tidak akan jalan.
Linimasa Perjalanan COVID-19 di Indonesia
Dua tahun sudah Indonesia berjibaku memerangi pandemi COVID-19. Indonesia pun jadi salah satu negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia. DW merangkum fakta-fakta tentang penyebaran virus corona di Indonesia.
Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kasus pertama mucul pada 2 Maret 2020
Tanggal 2 Maret 2020, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo didampingi Menkes kala itu Terawan Agus Putranto umumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia. Dua perempuan asal Depok yakni seorang ibu (64) dan putrinya (31) dilaporkan positif COVID-19 setelah diduga tertular WNA asal Jepang. Kala itu Menkes Terawan mengimbau masyarakat tak panik. "Enjoy saja, makan yang cukup," ujarnya.
Foto: DW/P. Kusuma
Menteri pertama positif COVID-19
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi jadi pejabat negara pertama yang terkonfirmasi positif COVID-19 pada pertengahan Maret 2020. Edhy Prabowo yang saat itu masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan juga dikabarkan positif COVID-19, begitu juga dengan Fachrul Razi saat masih menjabat Menteri Agama. Terakhir, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga positif COVID-19 pada awal Desember 2020.
Foto: picture alliance/AA/E. S. Toyudho
Bukan lockdown
Pada 31 Maret 2020, bertempat di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020. Setiap daerah dapat mengajukan penerapan PSBB yang nantinya disetujui oleh Menteri Kesehatan RI. Tampak pada gambar salah satu stasiun MRT di Jakarta ditutup selama PSBB.
Foto: DW/A. Muhammad
Langkah 'extraordinary'
Dalam rapat terbatas pada 18 Juni 2020 di Istana Merdeka, Jokowi menegaskan jajarannya untuk bekerja lebih dari "biasa-biasa saja" mengacu kepada situasi darurat pandemi COVID-19 saat ini. Ia mengatakan belanja kementerian, salah satunya Kementerian Kesehatan tergolong rendah padahal anggaran sebesar Rp 75 triliun sudah disediakan. Jokowi juga mengancam akan melakukan reshuffle kabinet.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
Vaksin Merah Putih
Indonesia sendiri tengah mengembangkan vaksin virus corona melalui tiga institusi yang dipunya salah satunya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Dalam wawancara eksklusif dengan DW Indonesia, Kepala LBM Eijkman Prof. Amin Soebandrio mengatakan pihaknya tengah memetakan tipe virus corona yang ada di Indonesia. Ia optimis vaksin siap diproduksi massal pada tahun 2021 setelah lalui proses uji klinis.
Foto: Eijkman Institute
Kalung Antivirus Corona
Awal bulan Juli 2020, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) merilis produk kalung Eucalyptus yang diberi nama "Kalung Antivirus Corona''. Kalung berisi Eucalyptus (kayu putih) ini diklaim dapat berpotensi membunuh virus corona penyebab COVID-19. Kalung ini pun menuai tanggapan beragam dari berbagai pihak. Mentan Syahrul Yasin Limpo menyatakan siap memproduksi massal kalung tersebut.
Foto: DetikHealth/A. Reyhan
Kluster baru bermunculan
Kenaikan kasus COVID-19 pun dilaporkan di berbagai tempat. Pada 9 Juli 2020, Indonesia mencatat kasus harian 2.657 kasus positif. Dari angka tersebut diketahui sebanyak 1.262 kasus dari Secapa AD di Hegarmanah, Kota Bandung. Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito pada akhir Novermber 2020 mengatakan semakin marak timbul kluster baru COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia.
Foto: Reuters/Beawiharta
Uji klinis di Bandung
Bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi asal Cina, Sinovac, Indonesia melalui PT Bio Farma tengah melakukan uji klinis tahap tiga vaksin corona mulai awal Agustus tahun ini. Lokasi uji klinis di enam titik kota Bandung. Sebanyak 1.620 relawan dilibatkan dalam pengembangan vaksin, tak terkecuali Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Presiden Joko Widodo (kiri) saat mengunjungi PT Bio Farma (11/08).
Foto: Presidential Secretariat Press Bureau
Pilih vaksin Sinovac asal Cina
Pada 7 Desember 2020 Indonesia menerima 1,2 juta dosis vaksin Sinovac buatan Cina. Kemudian pada 31 Desember 2020 Indonesia kembali menerima 1,8 juta dosis vaksin Sinovac. Pada 11 januari 2021 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya resmi memberikan izin darurat penggunaan vaksin tersebut. Berdasarkan evaluasi BPOM menunjukkan efikasi (kemanjuran) vaksin Sinovac mencapai 65,3 persen.
Foto: Presidential Palace/REUTERS
Vaksinasi perdana 13 Januari 2021
Presiden Joko Widodo jadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin corona. Bertempat di Istana Negara, Jokowi disuntik vaksin Sinovac pada Rabu (13/01), pukul 09.42 WIB oleh Wakil Ketua Tim Dokter Kepresidenan Prof. Abdul Muthalib. Selain Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Ketua IDI, tokoh agama, dan juga influencer turut mengikuti vaksinasi ini.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Lebih dari 14 ribu kasus dalam satu hari
Kasus harian baru COVID-19 terus bertambah. Tercatat jumlah kasus terkonfirmasi virus corona bertambah 6.680 kasus pada 1 Maret 2021. Sebelumnya, Indonesia sempat memecahkan rekor dengan 14.518 kasus dalam satu hari pada 30 Januari 2021. Hingga kini, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus positif kumulatif COVID-19 terbanyak, sedikitnya 339.735 kasus. Disusul Jawa Barat dengan 211.212 kasus.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Raharjo
Vaksinasi tahap kedua
Setelah melakukan vasinasi tahap pertama kepada sedikitnya 1,46 juta tenaga kesehatan, Indonesia melakukan vaksinasi tahap kedua yang menyasar lansia dan pekerja publik. Dalam foto tampak Presiden Joko Widodo saat meninjau pelaksanaan vaksinasi terhadap sekitar 5.500 pekerja media di Hall A Basket Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 25 Februari 2021.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Tertinggi di Asia Tenggara
Hingga awal Maret 2021, Indonesia menjadi negara dengan kasus positif COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi ke-4 di Asia. Selain itu, kasus kematian di Tanah Air juga menjadi yang tertinggi ke-3 di Asia, di bawah India dan Iran. Sedikitnya tercatat 36 ribu kematian COVID-19 di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Sijori Images
Varian Delta asal India sempat dominasi kasus aktif di Jakarta
Virus corona terus bermutasi dalam banyak varian. Varian B.1.617 atau Delta jadi varian yang sempat mendominasi 90% kasus aktif di Jakarta pada Juli 2021. Pertama kali teridentifikasi di India pada akhir 2020. Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat kasus perdana varian Delta di Indonesia pada Mei 2021.
Foto: Jam Sta Rosa/AFP
Varian Omicron terdeteksi Desember 2021
Seorang petugas kebersihan di Wisma Atlet Jakarta terkonfirmasi sebagai pasien 0 dari transmisi lokal Omicron pada 16 Desember 2021. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan lima kasus probable COVID-19 varian Omicron. Dua kasus tersebut di antaranya merupakan warga negara Indonesia (WNI), sedangkan tiga orang lainnya merupakan WN Cina.
Foto: DADO RUVIC/REUTERS
Vaksinasi booster COVID-19
Presiden Jokowi mengumumkan pemberian vaksinasi booster gratis mulai 12 Januari 2022 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Prioritas diberikan pada usia lanjut dan kelompok rentan. Namun, vaksin booster juga bisa didapatkan semua warga berusia 18 tahun ke atas yang sudah mendapat vaksin dosis lengkap minimal 6 bulan. Vaksinasi dilaksanakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. (rap/vlz, mh/ha)
Foto: Chaider Mahhyuddin/AFP/Getty Images
16 foto1 | 16
Bisa Prof. jelaskan lebih detil terkait kesulitan implementasi perjanjian ini di ranah lokal?
Butuh waktu lama untuk menjadikan perjanjian ini disepakati tiap negara - karena tiap negara itu tata kelolanya berbeda-beda.
Di ranah global ada WHO, di ranah nasional ada kemenkes, di ranah provinsi ada dinas kesehatan provinsi, di kabupaten namanya sama dinas kesehatan kabupaten/kota. Namun jika kita bicara FAO (Food Agriculture Organisation) dan WOAH (World Organisation for Animal Health) secara global, di ranah nasional namanya menjadi Kementerian Pangan dan Kementerian Pertanian.
Di Kementerian Pertanian terdapat direktorat jendral peternakan dan kesehatan hewan dan jika direktorat ini diturunkan ke 38 provinsi di Indonesia, dinasnya di provinsi menjadi bervariasi. Dinas peternakan dan kesehatan hewan bukan bagian dari dinas kesehatan, tetapi bagian dinas pertanian dan kelautan, atau bisa juga dinas perkebunan dan kesehatan hewan. 11 Provinsi saja sudah bervariasi dinasnya. Variasi ini berdampak pada ranah kewenangan.
Kalau di 514 kabupaten kota di seluruh indonesia ada 59 variasi dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan. Bagaimana WHO, FAO, dan WOAH bisa terkoneksi dengan baik ke tingkat distrik lokal ini dan memastikan pengawasan berjalan sama? Juga bagaimana mereka sepakat dengan protokol yang sama?
Realitanya, sektor di level lokal tidak terkoneksi dan tidak ada koneksi yang baik (ada koneksi tapi tidak baik) antara pusat dengan daerah, hal ini terjadi di seluruh dunia.
Jika Hewan Membawa Penyakit
Badan kesehatan di Arizona AS, menemukan pemicu penyakit pes pada kutu. Inang utama penyakit itu adalah hewan pengerat. Tapi bukan pes saja yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Foto: CC/BY/äquinoktium
Penyebab Pes
Yersina pestis. Demikian nama bakteri yang ditemukan pada kutu oleh badan kesehatan di Arizona. Bakteri ini penyebab pes. Kutu bisa menyebarkan bakteri dari hewan pengerat ke manusia. Untuk mencegah penularan, orang diminta menjaga jarak dari binatang liar. Sementara hewan peliharaan harus dilindungi dari parasit dengan obat-obatan.
Foto: picture-alliance/dpa
Bukan Hal Istimewa
Kasus penyakit pes jarang ditemukan di AS. Tapi tiap tahun rata-rata ditemukan 7 kasus infeksi pes. Di negara-negara maju pes sudah bisa ditangani dengan baik menggunakan obat-obatan. Tapi jika tidak ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan kematian.
Foto: SGHT
Imut Tapi Bisa Berbahaya
Di taman nasional Yosemite, AS tahun 2015 dua pengunjung ditemukan tertular pes. Bakteri kemungkinan besar ditularkan bajing. Pengurus taman nasional menutup sebuah lokasi camping, Agustus , setelah dua bajing yang jadi inang bakteri ditemukan mati. Di seluruh dunia tiap tahun tercatat sekitar 300 kasus pes. Sebagian besar di Madagaskar, Republik Demokrasi Kongo dan Peru.
Foto: Hamid Esmaeili
Bukan Hanya Pes Yang Berbahaya
Selain pes, ada banyak penyakit yang bisa ditularkan hewan ke manusia. Ini disebut Zoonosis. Terutama balita dan orang lanjut usia serta perempuan hamil rentan terhadap infeksi virus, bakteri, jamur dan parasit. Oleh sebab itu, kesehatan hewan peliharaan di rumah juga harus diperhatikan.
Foto: Fotolia/pitrs
Demam Akibat Kucing
Kucing dan anjing kerap dianggap kawan paling erat manusia. Kedua hewan bisa jadi pembawa bakteri Campylobacter Jejuni. Bakteri ini penyebab diare. Selain itu, kucing juga jadi inang bakteri Bartonella, yang menyebabkan demam dan peradangan. Sementara Toxoplasmosis, yang dipicu parasit Toxoplasma Gondii, bisa menyebabkan komplikasi pada kehamilan.
Foto: Fotolia/millaf
Jalur Infeksi Melalui Beberapa Hewan
Infeksi virus yang biasanya hanya muncul di kawasan pedesaan adalah cacar sapi. Virus ini menular lewat kotoran sapi kepada tikus yang habitatnya di tempat sapi merumput. Tikus kemudian dimakan kucing, yang di lalu bermain dengan manusia. Jika kucing mencakar, orang bisa tertular virus.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Sakit Akibat Hewan Melata
Amfibi dan reptil dianggap bertanggungjawab atas sejumlah besar infeksi salmonela pada pemiliknya. Sekitar 11 persen infeksi pada pasien dalam usia di bawah 21 tahun diakibatkan Leguane, kadal, ular juga kodok dan katak.
Foto: picture-alliance/dpa/W. Kumm
Penyakit Burung Bayan
Penyakit ini adalah zoonosis yang terutama mengancam anak-anak dan orang dewasa yang kesehatannya lemah. Penyulutnya adalah sejenis bakteri Chlamydiaceae. Ini terutama ditemukan pada burung bayan, burung merpati dan burung kesturi. Orang biasanya tertular lewat kotoran burung yang kering dan tercampur dengan debu di udara.
Foto: picture-alliance/dpa/P. A. Leyton
Mencegah Penularan
Menurut peneliti, bagi orang yang sehat risiko tertular rendah, selama hewan mendapat imunisasi dan obat anti cacing, serta kebersihannya diperhatikan. Tetapi setelah bermain dan mengelus-elus hewan, orang sebaiknya cuci tangan, atau mengenakan sarung tangan ketika membersihkan kandang atau terrarium.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Rumpenhorst
Bahaya Menusuk
Tapi bukan hewan peliharaan saja yang bisa menularkan penyakit. Serangga berbahaya seperti nyamuk bisa "ikut" dalam kemasan barang yang berasal dari kawasan tropis, dan berkembang di daerah subtropis. Nyamuk Aedes Albopictus dari Asia menyebarkan demam berdarah dengue.
Foto: picture alliance/Mary Evans Picture Library
Rubah Biang Keladi di Jerman
Kasus Rabies dulu ada di Jerman. Tapi tahun 2008 Jerman dinyatakan resmi bebas penyakit gila anjing ini. Rabies terutama ditularkan rubah. Penyakit ini berhasil ditaklukkan lewat aksi vaksinasi besar-besaran. Jika tertularkan ke manusia rabies biasanya menyebabkan kematian.
Foto: imago/blickwinkel
Jangan Terlalu Khawatir
Tapi secara umum para peneliti menekankan, hubungan dengan hewan punya efek positif bagi manusia. Misalnya anak-anak yang dibesarkan bersama anjing atau burung lebih jarang menderita alergi atau infeksi saluran pernapasan. Selain itu anjing menyebabkan orang lebih sering bergerak, dan sehat secara psikis. Penulis: Gudrun Heise, Fabian Schmidt (ml/as)
Foto: Fotolia/otisthewolf
12 foto1 | 12
Sebagai contoh, di NTT saya menangani kasus Rabies, dari gigitan anjing dan puluhan manusia jadi korbannya. Tapi penanganan kasus ini terpisah-pisah antar sektor. Sulit penanganannya jika tidak ada kesatuan data. Ini tidak sekedar vaksin hewan lantas selesai. Kita perlu data lengkapnya, berapa jumlah hewan yang terjangkit virus, berapa jumlah hewan yang telah divaksinasi, berapa jumlah manusia yang digigit dan terjangkit virus ini. Dengan data yang komprehensif jadi kita bisa meredam penyebaran virus ini.
Sebenarnya bisa kita mengusahakan sistem one health (keterkaitan kesehatan manusia-hewan, dan lingkungan) dalam satu database. saya telah mencoba menghubungkan sektor terkait di NTT dan setelah sebulan, akhirnya terbentuklah kesatuan data yang tiap harinya bisa diperbarui tiap oleh tiap sektor terkait disana.
Adakah cara atau metode untuk membantu data sharing ini di ranah lokal?
Bukan soal metode, yang penting adalah willingness to share (keinginan untuk berbagi). Pendekatan One Health disini berarti terkoneksi- adanya kesatuan lintas sektor. Pendekatan One health ini umurnya baru berapa tahun, sedangkan sektor-sektor ini telah berjalan puluhan tahun.
Para petugas di ranah lokal, tidak memiliki kewajiban untuk sharing data. Belum ada aturan yang mengharuskan hal tersebut. Adanya desentralisasi membuat sektor lokal membagikan data hanya ke top level of governance, yang dalam hal ini kementerian dalam negeri, belum secara lintas sektor. Aturannya harus diperbaiki.
Kemenkes dan WHO sendiri belum membahas isu politik and governance pada level lokal dalam perundingannya, padahal jika dibicarakan di forum negosiasi mungkin akan ditemukan jalan keluar, sehingga data sharing dapat dilakukan. Jika tidak ada benefit sharing (pembagian manfaat) untuk apa melakukan pengawasan yang membutuhkan anggaran besar? Mekanisme benefit sharing masih perlu didetilkan lagi dalam annex (lampirannya).
Cegah Penyebaran Virus dengan Mendeteksi dari Air Limbah
04:23
This browser does not support the video element.
Jadi menurut Prof. saat pengajuan draf perjanjian kepada World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia) Mei mendatang, akankah negara-negara anggota lantas akan serempak meneken perjanjian ini?
Jawabannya, bisa ya atau bisa juga tidak. Jika ya berarti negara-negara akan meratifikasi dan menyesuaikan ke hukum nasionalnya, disini perlu waktu lagi untuk adaptasi ke hukum nasional. Bisa juga perjanjian ini fluid, karena negara-negara anggota ingin detil pelaksanaannya diperjelas sebelum menekennya.
Hal-hal politis di luar perjanjian ini punya pengaruh. AS sendiri telah memutuskan menarik diri dari WHO, karena merasa organisasi ini kurang tegas kapada Cina saat pandemi Covid terjadi. Belum lagi dengan perang dagang US yang tentu berpengaruh pada sektor kesehatan dunia.
Menurut saya, meski masih jauh dari pelaksanaan yang efektif, masih ada harapan perjanjian dapat diterapkan di ranah global hingga lokal, jika WHO melakukan harmonisasi perjanjiannya dengan lembaga PBB lainnya yang terkait dengan perjanjian ini,dan jika di ranah lokal tiap negara data sharing dengan pendekatan One Health ini sudah berjalan. Dengan demikian global dan lokal bisa terhubung.