1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjanjian Uni Eropa Akan Dikukuhkan

13 Desember 2007

Perjanjian Uni Eropa, terdengar amat asik. Namun perdebatan terus berlanjut, mengenai apa yang bisa dicapai dengan adanya perjanjian itu. Pada12 Desember, Parlemen Eropa di Strassburg kembali menyorot perjanjian itu.

Tuntutan referendum bagi Perjanjian Uni Eropa di Parlemen Eropa, Stassburg, PrancisFoto: AP

Para kepala negara Uni Eropa, Kamis inimenandatangani Perjanjian Uni Eropa. Perjanjian yang tebalnya lebih dari 700 halaman ini, pada awalnya dirancang sebagai konstitusi yang bisa menjadi acuan bagi negara-negara anggota Uni Eropa.

Tujuh tahun lalu, pada pertemuan puncak Uni Eropa di Nice, Prancis, Perjanjian Uni Eropa ini sudah diproklamasikan. Namun belum mengikat secara hukum. Kini rencananya perjanjian tersebut dikukuhkan melalui Kesepakatan Reformasi Uni Eropa. Kemudian dalam lingkup dua tahun, perjanjian ini diberlakukan, apabila sudah diratifikasi oleh semua negara.

Secara gamblang artinya, Perjanjian Uni Eropa memberikan perlindungan hak yang lebih besar kepada warga Eropa, daripada apa yang secara politis diputuskan oleh masing-masing negara. Juni lalu saat berakhirnya kepresidenan Jerman di Uni Eropa, Kanselir Jerman Angela Merkel memuji kelayakannya.

“Hak semua warga negara Uni Eropa akan diperkuat dengan Perjanjian Uni Eropa ini. Terutama ketika warga berhadapan dengan berbagai institusi. Perjanjian Uni Eropa memiliki kekuatan hukum, yang menurut saya, menyadarkan kita terhadap nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat Eropa.”

Sebenarnya banyak hak dasar warga yang tertera dalam Perjanjian Uni Eropa itu, yang sudah tercantum dalam konstitusi berbagai negara Eropa. Misalnya bahwa martabat manusia tak dapat diganggu gugat. Atau, bahwa tak seorangpun boleh didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin maupun warna kulitnya.

Namun paparan Perjanjian Uni Eropa mengenai hak azasi manusia mencakup masalah-masalah yang lebih luas dan juga lebih praktis. Setiap warga misalnya, memiliki hak untuk bekerja di negara Uni Eropa manapun dan dapat menggunakan layanan publik yang ditawarkan negara itu.

Yang pasti, setiap warga memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan terjamin, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan maupun hak akan kerahasiaan data. Juga para penyandang cacat dan para manula memiliki hak untuk tetap hidup berdikari dan bermartabat.

Namun bila seseorang merasa dirugikan oleh pelaksanaan peraturan hukum di tingkat nasional, maka ia akan bisa naik banding dan menuntutnya di tingkat Uni Eropa. Nantinya Pengadilan Eropa di Luxembourg akan meneruskan permasalahannya ke pengadilan HAM di Strassbourg.

Prosesnya memang tidak mudah. Untuk menghindari rentetan tuntuntan massal, maka dalam prakteknya setiap orang harus melalui proses pengadilan nasional, sebelum kemudian naik banding sampai ke mahkamah HAM. Pada akhirnya, bagi rata-rata warga Eropa, memang hukum dan konstitusi nasional yang menentukan kehidupan mereka.