1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perjanjian Uni Eropa yang direformasi

19 Oktober 2007

Jumat pagi, para pemimpin Uni Eropa berhasil membuat terobosan atas dua tahun kebuntuan politik. Hal ini dicapai dengan menyepakati sejumlah reformasi pada butir-butir konstitusi Uni Eropa yang ditolak.

Perdana Menteri Jose Socrates dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di KTT Uni Eropa, Lissabon
Perdana Menteri Jose Socrates dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di KTT Uni Eropa, LissabonFoto: AP

Para kepala negara Uni Eropa berunding hingga jauh malam di Lissabon. Bersama mereka mencari solusi pengganti Konsitusi Uni Eropa. Selain itu mencari jalan untuk memperluas ruang gerak negara anggota Uni Eropa.

Di awal pertemuan Perdana Menteri Portugal, Jose Socrates mengingatkan tujuan pertemuan itu,

„Kami menginginkan agar Uni Eropa itu berhasil.“

Kini Jose Socrates yang selama enam bulan memimpin Dewan Uni Eropa bisa bernafas lega. Dinihari Jumat, para kepala negara Uni Eropa ini menyepakati apa yang disebut Perjanjian Uni Eropa yang direformasi.

Capaian ini menutup babak krisis yang dimulai pertengahan 2005 lalu, ketika warga Perancis dan Belanda menolak rancangan Konsitusi Uni Eropa. Begitu ungkap Perdana Menteri Portugal itu. Usai perundingan, Socrates mengatakan kepada pers, bahwa kesepakatan yang nantinya juga disebut sebagai Perjanjian Lissabon itu akan ditandatangani pada 13 Desember mendatang.

Perubahan dalam butir-butir konsitusi itu meliputi bingkai pengambilan keputusan di Uni Eropa, yang belum diubah meski pada tahun 2004 ada 10 negara yang bergabung dan ditahun 2007, ditambah lagi dengan Bulgaria dan Romania.

Selain itu, ancaman veto Polandia terhadap kesepakatan tersebut juga teratasi. Setelah negosiasi alot, akhirnya Presiden Polandia menyatakan rasa puas karena berhasil memenuhi semua kepentingan negaranya. Yaitu dengan adanya peluang bagi mekanisme Ioanina, yang memberi hak kepada kelompok negara-negara minoritas untuk memblokir sementara keputusan Uni Eropa.

Juga protes Perdana Menteri Italia Romano Prodi mengenai kurang terwakilinya Italia dibandingkan Perancis dan Inggris merupakan ketidak seimbangan dalam parlemen Eropa yang kini diperkecil. Sebagai kompromi, Italia kini mendapatkan satu kursi tambahan di parlemen Eropa. Nanti, jumlah anggotranya sama dengan Inggris, hanya satu kursi lebih sedikit daripada Perancis. Juga Inggris yang dulu mempermasalahkan Konstitusi Uni Eropa, kini melihat titik terang dengan keberhasilannya melindungi kepentingan nasional Inggris. Kanselir Jerman Angela Merkel, menyambut Perjanjian Lissabon ini. Ia menilainya, lebih demokratis, luwes dan cocok untuk menghadapi tantangan masa kini. Angela Merkel,

„memang sedari awal tidak ada yang ingin menggagalkan impian Uni Eropa. Melainkan ada keyakinan bahwa kami harus bisa menghasilkan sesuatu bersama-sama dan membangun spirit Eropa kembali.“

Di luar gedung konferensi di Lissabon, sekitar 150 ribu orang berdemonstrasi menyerukan agar pemimpin Uni Eropa memberikan perhatian lebih besar terhadap masalah sosial. Setiap negara anggota punya satu tahun untuk meratifikasi perjanjian baru ini, agar bisa diberlakukan 1 Januari 2009, sesuai rencana.