1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perlawanan di Irak, Ghadafi dan Uni Eropa

28 April 2004

MOD: Perlawanan di Irak terhadap pasukan pendudukan yang dipimpin Amerika Serikat terus berkobar, terutama di kota Faluja dan Najaf. Sementara itu rencana penyerahan kekuasaan ketangan Irak semakin mendekat. Direncanakan penyerahannya, akan dilakukan tanggal 30 Juni mendatang. Sementara itu kebijakan yang dijalankan Amerika Serikat di Irak, dengan terus berkobarnya aksi perlawanan, semakin mendapat kecaman. Amerika Serikat bukan merupakan pembebas, melainkan berubah menjadi kekuasaan pendudukan. Demikian kritik yang didengar dikalangan anggota Dewan Pemerintahan Sementara Irak di Bagdad. Terus berkobarnya perlawanan di Irak ,yang menelan ratusan korban tewas, akan kami angkat menjadi tema pertama dalam acara SARI PERS INTERNASIONAL dari SJDW. Dan tema kedua nanti, mengenai kunjungan dan pembicaraan yang dilakukan Presiden Libia Muammar El Ghadafi dengan Uni Eropa. Baiklah kami mulai dengan tema pertama, aksi perlawanan di Irak. Harian Inggris FINANCIAL TIMES yang terbit di London, menyoroti meningkatnya tindak kekerasan, dikaitkan dengan penyerahan kekuasan di Irak akhir Juni mendatang. Kami baca:

SPR: Tanggal 30 Juni sebagai jadwal penyerahan kekuasaan ketangan Irak, tidak realistis, dan tak terelakkan.Pembatalan jadwalnya, seperti yang diusulkan beberapa kalangan, bukanlah merupakan jalan penyelesaian. Adalah sangat penting untuk kembali memastikan apa yang akan dilakukan pada tanggal tersebut. Yang paling terbaik tentu menyampaikan, sesuatu yang berkaitan dengan penyerahan kedaulatan. Bila tidak, jadwalnya hendaknya dilihat sebagai peluang terbaik untuk menjembatani semakin dalamnya jurang antara penguasa pendudukan dengan rakyat Irak. Sebagai langkah pertama, tanggung jawab politik dalam masa transisi di Irak hendaknya diserahkan ketangan PBB. Dengan memiki wewenang yang diperlukan, PBB melakukan perundingan dengan wakil rakyat Irak.

MOD: Harian Italia CORRIERE DELLA SERA yang terbit di Roma, menyoroti serangan yang dilancarkan tentara pendudukan Amerika Serikat di kota Faluja. Dalam komentarnya yang berjudul" perang yang menentukan", kami baca:

SPR: Adu kekuatan di Faluja dan Najaf merupakan penentu bagi tahap perang kedua di Irak. Kelompok perlawanan berjuang menciptakan kekacauan, untuk memaksa Amerika Serikat angkat kaki dari Irak. Dengan melihat jadwal penyerahan kekuasaan, pada waktu bersamaan di Faluja dan Najaf, baik kelompok perlawanan maupun tentara pendudukan Amerika Serikat saling berperang, meskipun berada dalam masa gencatan senjata. Amerika Serikat menghadapi tugas yang sangat berat. Meraih kemenangan, tanpa melakukan pembunuhan massal. Dan kemudian kembali melakukan langkah politik. Sementara warga sipil di Irak, tidak dapat berbuat apapun, kecuali berdoa dan menguburkan warganya yang tewas.

MOD: Harian Perancis FRANCE SOIR yang terbit di Paris, dalam komentarnya menyamakan Irak dengan Vietnam. Selanjutnya kami baca:

SPR: Tanpa diragukan, Irak bukanlah Vietnam. Dan tentara Amerika Serikat tidak dikalahkan. Tapi tidak pernah berhasil menguasai dan juga menentramkan Irak yang bependuduk 25 juta jiwa. Sementara iklim politik di Amerika Serikat hampir sama berbahayanya, seperti ketika berkecamuknya perang Vietnam. Tentara Spanyol, Honduras dan El Salvador ditarik, karena kehadirannya dipandang oleh rakyat Irak sebagai musuh. Berapa banyak bayonet yang diperlukan untuk mempertahankan Irak?. Sekurangnya diperlukan 400 ribu tentara. Saat ini Amerika Serikat menempatkan 130 ribu tentara. Dapatkah Presiden Bush dalam masa kampanye pemilihan menambah pengiriman pasukan ke Irak, dan kemudian memenangkan pemilihan?. Yang pasti adalah, setiap hari korban tewas terus berjatuhan di Irak.

MOD: Kita masuki sekarang tema kedua dalam acara SARI PERS INTERNASIONAL dari SJDW, yakni kunjungan Presiden Libia Muammar El Ghadafi di Uni Eropa. Untuk pertama kalinya sejak 15 tahun, Presiden Libia Ghadafi kembali mengunjungi Eropa dan melakukan pembicaraan dengan pejabat Uni Eropa di Brüssel. Mengenainya berikut komentar harian Rusia KOMMERSANT yang terbit di Moskow. Kami kutip:

SPR: Beberapa politisi Eropa meragukan, apakah Libia sudah cukup berhak ambil bagian dalam program kerjasama Uni Eropa dikawasan Laut Tengah. Demikian dikatakan Perdana Menteri Belgia Guy Verhofstadt, dengan menilik bahwa dalam programnya juga tercakup aspek hak asasi. Menteri Luar Negeri Jerman Joschka Fischer menyambut kesediaan Libia untuk terus membuka diri. Tapi juga menunjukkan rintangan dalam menjalin kerjasama. Misalnya berlum terpecahkannya masalah ganti rugi bagi korban serangan bom disebuah diskotik dibagian Barat Berlin tahun 1986 lalu. Serangan itu didalangi dinas rahasia Libia.

MOD:Terakhir kami kutip komentar harian Jerman FINANCIAL TIMES DEUTSCHLAND yang terbit di Hamburg:

SPR: Dengan jabat tangan erat, Ketua Komisi Uni Eropa Romano Prodi merehabilitasi nama Ghadafi sebagai seorang negarawan. Ghadafi berhasil kembali ketengah masyarakat dunia. Dengan melihat dukungannya terhadap terorisme Internasional dimasa lalu, adalah sesuatu yang ganjil, bila Ghadafi disambut di Brüssel,dengan hangat sebagai seorang kawan lama yang baik.