1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

'Permainan' Birma dengan Negara Adidaya

30 November 2011

Sejak berbulan-bulan, Myanmar berusaha menerapkan perubahan strategi di negaranya. AS tampak menghargainya dengan mengirimkan Menlu Hillary Clinton ke negara tersebut.

Pada KTT APEC di Honolulu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyinggung strategi politik luar negerinya. Ia tidak hanya mengumumkan penempatan lebih banyak tentara di Australia, tetapi juga mendukung kesepakatan perdagangan bebas antara 21 negara di kawasan Pasifik, yang untuk sementara tidak termasuk Cina. Kini Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dinantikan di Myanmar. Kunjungan yang sepertinya ingin menegaskan pengaruh Amerika di kawasan Asia Pasifik.

Diminati Negara Lain

Gerhard Will, pakar Asia dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik di Berlin berpendapat, "Tujuan kunjungan tentu juga untuk menunjukkan kepada Cina, kami berada di negara, di mana Cina selama ini memainkan peran dominan. Kami akan terlibat langsung dengan negara ini."

Ini berarti Myanmar berhasil menarik perhatian tiga negara kuat, setelah Cina dan India. Kedua negara ini khususnya tertarik dengan lokasi strategis dan sumber daya alam yang luar biasa, mulai dari kayu, gas, minyak bumi, hingga batu mulia.

Secara tradisi, Cina adalah mitra strategi terpenting Myanmar. Namun, pemerintah kini lebih mengutamakan kepentingan negaranya. Seperti penghentian proyek bendungan yang kontroversial. Padahal di lokasi bangunan, sudah ada lebih dari 30 ribu pekerja yang datang dari Cina. Keputusan ini diambil sendiri oleh Presiden Thein Sein, tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengan Cina.

Keraguan terhadap Pemerintah

Masuknya Amerika Serikat ke lingkaran diplomatik telah mewujudkan keberhasilan pertama bagi para penguasa Myanmar atau Birma. Mark Farmaner dari organisasi HAM Inggris "Burma Campaign UK" melaporkan, "Strategi ini sepertinya sudah berhasil. Banyak perusahaan Amerika Serikat yang melakukan lobi untuk meringankan sanksi, sehingga mereka bisa masuk dan memperoleh akses ke sumber daya alam."

Namun, belum jelas seberapa serius Presiden Thein dengan reformasinya. Pertanyaannya adalah, apakah Thein Sein akan berhasil mengatasi tantangan dari dalam negeri sendiri. Pakar Birma Farmaner memperingatkan, Thein Sein tidak bisa dipercaya sebagai duta demokrasi dan HAM. Pemerintah harus dinilai berdasarkan aksi dan tidak hanya omong kosong belaka.

Memang kondisi HAM di Birma masih menyedihkan. Pelanggaran HAM terus bertambah dalam beberapa tahun terakhir. Konflik militer dengan etnis minoritas, seperti Karen, Shan atau Kachin, terancam akan terus meningkat. Ini laporan beberapa organisasi HAM seperti Burma Campaign UK dan Amnesty International. Pemerintah setempat belum mengajukan konsep untuk mengatasi masalah ini.

Rodion Ebbighausen/Vidi Legowo-Zipperer Editor: Dyan Kostermans

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait