1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAsia

Permintaan Jet Pribadi Melonjak Hindari Tsunami Corona India

29 April 2021

Banyak orang India dari komunitas ekspatriat di UEA mengincar penerbangan bisnis swasta dan jet pribadi guna menghindari infeksi COVID-19 yang melonjak drastis. Mereka bahkan rela membayar biaya berapapun.

Permintaan pesawat bisnis dan jet pribadi dari India ke Dubai meningkat
Permintaan pesawat bisnis dan jet pribadi dari India ke Dubai meningkat Foto: DW/Syamantak Ghosh

Banyak warga India dari komunitas ekspatriat di Uni Emirat Arab (UEA), terdampar di tanah air mereka di tengah lonjakan kasus dan kematian akibat COVID-19. Kini operator pesawat jet pribadi kebanjiran permintaan untuk membawa mereka kembali ke tempat yang aman.

Khawatir terhadap larangan penerbangan yang berkepanjangan antara India dan negara Teluk, mereka berencana menggunakan pesawat bisnis swasta yang dikecualikan dan berlaku sejak tahun lalu selama krisis global di gelombang pertama.

Diperkirakan 3,5 juta orang India tinggal dan bekerja di UEA. Penangguhan penerbangan terbaru yang berlaku sejak Minggu (25/4), telah menutup sekitar 300 penerbangan komersial yang beroperasi setiap minggu di salah satu koridor udara tersibuk di dunia.

Tak hanya berpengaruh terhadap para pekerja bergaji rendah dengan kontrak jangka pendek,  penutupan jalur penerbangan secara tiba-tiba ini juga menelantarkan orang-orang kaya yang bepergian ke India untuk liburan, bekerja atau dalam keadaan darurat medis.

Kepanikan telah melanda India di tengah lonjakan kasus COVID-19 yang drastis. Hingga berita ini diturunkan, setidaknya India mencatat 18 juta kasus dan lebih dari 201.000 kematian akibat COVID-19. Sementara, jumlah kematian harian meningkat di atas 3.000 untuk pertama kalinya pada Rabu (28/4).

T. Patel, seorang pengusaha yang tinggal di Dubai, berusaha membawa kembali istri dan tiga anak dari saudara laki-lakinya, yang saat ini terjebak di Bangalore.

"Saya sedang menjajaki opsi jet pribadi. Perlu mengeluarkan uang banyak, tetapi jika saya tidak punya cara lain untuk membawa mereka kembali, maka saya akan melakukannya," katanya. 

Data kasus harian terbaru COVID-19 di beberapa negara Asia, tiap satu juta penduduk

Permintaan meningkat, harga melambung 

Setelah UEA menutup penerbangan untuk mengekang penyebaran virus corona pada Maret tahun lalu, masyarakat berusaha mendapatkan tiket di pesawat carter yang diizinkan terbang ke Dubai.

Patel membayar US $ 10.500 (Rp 151 juta) atau hampir 20 kali lipat harga tiket reguler untuk membawa orang tua dan keponakannya ke Dubai.

"Saya menunggu selama dua bulan dan akhirnya menyewa jet pribadi seharga US $ 42.000 (Rp 607 juta), yang biayanya dibayar bersama dengan beberapa warga yang sama-sama putus asa," katanya.

Belasan penerbangan carter membawa penumpang dari India ke Dubai sebelum larangan baru diberlakukan. Perusahaan pesawat carter mengatakan permintaan melonjak setelah semua kursi di penerbangan komersial penuh.

Sebuah jet dengan kapasitas 13 kursi yang terbang dari Mumbai ke Dubai, dipatok dengan harga antara US $ 35.000 - 38.000 (Rp 505 - 549 juta), sekitar 35 kali harga tiket biasa. Harga dari kota lain bahkan lebih tinggi.

Tetapi saat permintaan melonjak, operator penerbangan carter jet pribadi berusaha keras untuk mengklarifikasi aturan seputar pesawat pribadi yang mendarat di UEA.

"Penerbangan sewaan perlu mendapat persetujuan dari Otoritas Penerbangan Sipil Umum dan Kementerian Luar Negeri untuk beroperasi. Tapi kami tidak tahu siapa yang dikecualikan untuk bepergian," kata Tapish Khivensra, CEO Enthrall Aviation Private Jet Charter.

Penerbangan sipil boleh membawa warga negara UEA, diplomat, delegasi resmi dan keperluan bisnis, dengan syarat penumpang mematuhi aturan kesehatan, termasuk karantina 10 hari. 

Harus kembali ke UEA "dengan biaya berapapun"

Purushothaman Nair, warga India yang memiliki izin tinggal jangka panjang di Dubai, mengatakan dia siap untuk "mengeluarkan banyak uang" untuk kembali ke UEA.

"Saya dan istri saya datang ke India hanya 10 hari. Kami harus terbang kembali ke Dubai dengan biaya berapa pun," katanya kepada AFP.

"Ada banyak orang yang bersedia membayar. Bagaimana mungkin orang-orang dengan kepentingan bisnis dan tanggung jawab besar di UEA harus menjauh untuk waktu yang lebih lama?" kata Nair, yang bekerja di sektor pemerintahan. "Ketakutan tertular virus adalah kekhawatiran yang lebih besar."

Sementara, mereka yang kurang mampu kebingungan di saat harus membayar biaya tinggi, namun di satu sisi juga berisiko kehilangan mata pencaharian mereka.

"Jika saya tidak bisa datang dalam beberapa minggu, pekerjaan saya dipertaruhkan. Majikan saya sudah menekan saya dan meminta saya untuk melakukan perjalanan ke UEA melalui negara lain," kata Jameel Mohammed seorang pekerja migran di UAE kepada AFP.

Mohammed diberikan cuti pulang ke India pada Maret. Dia akhirnya bisa kembali melihat putranya yang masih kecil setelah dua tahun tak kembali. Mohammed sangat senang bisa kembali berkumpul dengan keluarganya, tetapi sekarang terdampar di negara bagian selatan Kerala.

"Saya tidak mampu membayar uang sebanyak itu. Tetapi jika pilihannya adalah antara kehilangan pekerjaan dan meminjam uang, saya akan melakukan yang terakhir dan terbang kembali,'' tambahnya.

pkp/as (AFP)