Perpecahan Kabinet Belanda
20 Februari 2010Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende kembali harus menangani perpecahan kabinet yang dipimpinnya. Kali ini penyebabnya strategi di Afghanistan. Walaupun kabinet telah bersidang selama 16 jam untuk mencari jalan keluar yang tepat, Sabtu pagi (20/02) Balkenende terpaksa mengumumkan perpecahan kabinet di depan pers.
Hari itu juga ia akan menginformasikan kepada Ratu Beatrix, bahwa Partai Sosial Demokrat memutuskan keluar dari pemerintahan. Balkenende yang mewakili Partai Kristen Demokrat belum mau membicarakan siapa yang bersalah. Ia mengatakan, waktu dan tempatnya tidak tepat.
Saling Menuduh
Tetapi segera sebelum berakhirnya sidang kabinet kedua partai yang berkoalisi saling menuduh dan menyalahkan. Pemimpin Partai Sosial Demokrat, Menteri Keuangan Wouter Bos, menuduh Partai Kristen Demokrat mengingkari kata-katanya. Alasannya demikian: menurut keputusan bersama kedua partai, mulai pertengahan tahun ini tentara Belanda akan ditarik dari Afghanistan.
Namun Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO meminta pengunduran waktu setahun, dan Partai Kristen Demokrat bersedia mengabulkannya. Sedangkan Partai Sosial Demokrat tidak mau menerima. Wouter Bos mengatakan, partainya tetap berpegang pada keputusan kabinet tahun 2007 lalu, bahwa hingga akhir 2010 tentara Belanda akan ditarik dari Urusgan.
Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Maxime Verhagen dari Partai Kristen Demokrat menilai Partai Sosial Demokrat melancarkan aksi blokade. Verhagen mengatakan, "Pertanyaannya adalah, apa yang terbaik bagi militer kita, bagi Belanda, bagi sekutu-sekutu kita dan bagi Afghanistan? Untuk itu orang harus bersedia mempertimbangkan segala kemungkinan.“
Tidak Mau Berkompromi
Mitra ketiga dan terkecil dalam koalisi, Partai Persatuan Kristen, juga tidak punya suara bulat dalam masalah penempatan tentara di Afghanistan. Tetapi pada akhirnya mereka juga menyalahkan Partai Sosial Demokrat sebagai penyebab pecahnya kabinet. Menteri Keluarga yang juga menjabat Wakil Perdana Menteri André Rouvoet mengatakan, sampai akhir ia tetap mengusahakan keutuhan pemerintahan.
Rouvoet mengatakan, "Kami telah mempertimbangkan berbagai kemungkinan, tetapi semua pihak juga harus bersedia berkompromi. Tetapi ternyata tidak begitu, dan saya terpaksa menerima.“
Kini Ratu Beatrix harus mengambil keputusan. Ia dapat meminta para menteri yang masih menjabat untuk mempersiapkan pemilihan umum. Dan ini juga tidak terjadi untuk pertamakalinya di bawah Perdana Menteri Balkenende.
Sylvie Ahrens / Marjory Linardy
Editor: Rizki Nugraha